webnovel

Tidak Ada Keraguan

Ai Zhiyi merasa begitu kesakitan. Tidak hanya pada wajahnya yang memerah dan terasa berdenyut keras, tetapi juga hatinya. Rasa sakit itu seketika menyadarkannya dari ingatan yang pernah hilang di kepalanya.

Ia merasa hatinya seperti kaca yang dipukul dengan sebuah palu, menjadi hancur dan berserakan di atas tanah tanpa bisa menyatukan semua kepingan hatinya kembali.

Keheningan itu, segera ia menyadari bahwa ia rupanya masih memiliki hati untuk merasakan sakit atas perbuatannya.

Sejak ia dan Chu Weixu menganggap hubungan mereka sejati, ia tidak peduli dengan pandangan orang lain. Bahkan ketika Ibu Chu mengatakan bahwa hubungan mereka adalah nasib buruk, Ai Zhiyi tidak keberatan jika itu bersama Chu Weixu.

Waktu itu, ia bahkan merasa senang ketika memilih pergi bersama Chu Weixu. Walaupun ia menangis, semuanya tidak berlangsung lama dan dengan segera rasa sakit itu perlahan mereda.

Walaupun tahun itu usianya masih tujuh belas tahun dan Chu Weixu delapan belas tahun, ia dengan lugu mengatakan bahwa ia merasa gembira berada di dekat Chu Weixu, bahkan sekalipun mereka harus tidur di jalanan.

Ia tidak menyesal. Satu-satunya hal yang ia sesali hanyalah mengabaikan kedua orang tuanya.

Ia pernah membentak mereka seperti seorang anak yang tidak tahu diri. Ia menyesal untuk ini, dan sekarang ia sulit untuk menjalin hubungan baik itu kembali.

Namun, begitu Ai Zhiyi mendengar kata-kata Chu Xinian, yang bahkan lebih keras menampar hatinya, ia sadar bahwa ia harus memulainya kembali.

Ia ingat bahwa ia mencintai Chu Weixu sebagaimana ia mencintai keluarganya, jadi memutuskan hubungannya dengan keluarganya sama seperti memutuskan hubungannya dengan Chu Weixu.

Ironi. Setelah bertahun-tahun ia lewati tanpa penyesalan, akhirnya ia berakhir dengan penuh sesal.

Jika saja Chu Xinian menampar wajahnya malam itu, ia mungkin akan bisa membujuk Chu Weixu lebih awal.

Namun, Ai Zhiyi tidak ingin mengatakan bahwa ia sudah terlambat untuk melakukannya. Selama ia belum mencobanya, maka kesempatan itu tidak akan pernah ia ketahui hasilnya.

Lama dalam keheningan, Chu Xinian kemudian bertanya dengan tidak sabar, "Jadi, bagaimana keputusanmu sekarang? Kapan kau akan pergi menemui keluargamu? Aku harap sesegera mungkin."

Ai Zhiyi mengusap air matanya. Ia pun tersenyum dan menjawab dengan suara serak, "Mau tidak mau, aku harus tetap mengatakan hal ini kepada Weixu ...."

Chu Xinian terdecih kesal. Ada rasa muak di wajahnya.

Ai Zhiyi tidak begitu memerhatikannya dan melanjutkan, "Tapi, aku sudah memutuskan untuk tetap pergi walaupun Weixu tidak menyetujuinya."

Mendengar kata-kata itu, Chu Xinian seketika merasa puas. Kemudian, ia menepuk-nepuk pundak Ai Zhiyi sambil berbicara, "Ini memang yang seharusnya kau lakukan."

Chu Xinian sebenernya merasa bersalah telah melakukan kekerasan untuk menyadarkan Ai Zhiyi, hanya saja ia enggan menunjukkannya, jadi ia mencoba untuk memberikan pemahaman dengan berkata, "Zhiyi, dengar, Weixu sangat mencintaimu. Walaupun dia bahkan bilang 'benci', dia tidak benar-benar membencimu. Dia tidak akan pernah meninggalkanmu meskipun kau melakukan kesalahan padanya."

Setelah kata-katanya, Chu Xinian lalu menyalakan mesin mobil dan dengan segera menekan pedal gas dengan kakinya.

Ketika mereka sudah keluar dari parkiran, dan menuju jalan Raya, Chu Xinian melanjutkan kembali berkata, "Menurutmu, jika ada yang perlu dipilih, apa kau pikir Weixu mau memilih keluarganya? Apa kau pikir dia menyesal? Weixu tidak punya hati untuk hal seperti itu, tahu."

Ai Zhiyi mendengarnya dengan merenung.

Chu Xinian bertanya, "Apakah kau tahu alasannya?"

Ai Zhiyi menoleh ke arah Chu Xinian dengan mata mengharapkan sebuah jawaban.

Chu Xinian terdiam beberapa detik, kemudian tersenyum simpul. Ia menjawab dengan nada sungguh-sungguh, "Itu karena dia begitu mencintaimu. Dia sudah meninggalkan kami; meninggalkan hak patennya dan memilih untuk hidup bersamamu. Jangan lupa bahwa dia juga pernah mencuri hanya untuk tidak membuatmu menderita materi saat bersamanya. Apa kau masih meragukan semua hal itu?"

Ai Zhiyi tidak pernah meragukan semua hal itu. Namun mengingatnya, rasa bersalah langsung mendominasi rasa sakit di hatinya. Ia pun menjawab, "Aku tidak pernah merasa ragu. Aku juga selalu percaya padanya. Bahkan dengan kehadiran Xiaoyu, aku masih percaya padanya—dan perasaan ini tidak akan pernah berubah."

Mendengar kata-kata itu, Chu Xinian tidak bisa menahan senyum. Ia tiba-tiba kembali berbicara dengan kata-kata yang dalam, "Zhiyi, jangan pernah tinggalkan Weixu. Jika kau berani melakukannya, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Walaupun dia meninggalkan kami, Weixu tetaplah adik kandungku. Aku sangat menyayanginya. Itu kenapa aku tidak keberatan denganmu. Dia berani melangkah sejauh ini karena dirimu. Kau adalah alasan satu-satunya dia mau melakukan hal sebodoh itu. Jadi, aku mohon padamu, jaga dia baik-baik untukku."

Mengenang hal itu, Chu Xinian merasa matanya mulai perih dan panas, lalu setitik air mata tak tertahankan mengalir di wajahnya, melewati pipinya dan jatuh perlahan tepat di atas bibir merah mudanya yang bergetar. Ada rasa asin yang ia rasakan, lalu secara bertahap menjadi pahit begitu tertelan di tenggorokannya.

Ia pun melanjutkan dengan suara sedikit bergetar, "Aku tahu hidupnya sangat sulit. Tapi apa yang harus aku lakukan, sedangkan dia sama sekali tidak ingin menemuiku?"

Ai Zhiyi tersenyum. "Kau sudah membantu kami selama ini. Kau sudah membebaskan kami. Saat kami luntang lantang di jalan, kau ada untuk kami. Saat kami tidak punya uang sementara Weixu sedang kesakitan, kau datang untuknya. Saat Weixu harus mendekam di penjara, kau datang dengan pembelaan. Jika bukan karena dirimu, aku tidak tahu apakah nasib kami akan sebaik sekarang ini atau bahkan lebih buruk lagi. Aku janji akan menjaganya."

Mendengar kata-kata Ai Zhiyi, Chu Xinian merasa terhibur. Ia terkekeh sambil mengusap matanya, berkata, "Aku melakukan semua itu hanya karena kalian adalah keluargaku. Bagaimana mungkin aku tega membiarkan kalian?"

Nächstes Kapitel