webnovel

Perang Kedua

Suara tembakan terus memenuhi tempat ini, dimana seorang wanita dengan ganas terus membunuh satu persatu musuhnya. Bukan hanya itu, rekan - rekannya yang saat ini menggunakan Katana dan Pedang, menjadi perbaduan yang sangat amat mematikan dalam peperangan ini.

"Hahahaha... beberapa statusku sudah memasuki tingkat A" kata seorang yang menggunakan Katana yang merupakan Suguha.

"Bagaimana denganmu Sinon?" tanya Suguha kepada Sinon yang saat ini terus menembakan senjatanya.

"Semua statusku sudah mencapai A" kata Sinon.

"Benarkah?" kata Suguha yang terkejut setelah mendengar Sinon yang sudah melampaui dirinya saat ini dan mulai menatap kearah Alice dan Rina.

"Status kami juga sudah mencapai A semua" Kata Alice dan dibalas anggukan oleh Rina.

Memang, dengan mobilitas senjata Sinon, membunuh monster sangat mudah dan dia dengan cepat mengumpulkan poin untuk meningkatkan statusnya. Namun untuk Alice dan Rina, dikarenakan mereka membunuh para pasukan manusia sebelumnya, status mereka melebihi Suguha saat ini, yang sebelumnya tidak ikut membunuh pasukan yang menyerang Erisen dan Hutan Haltina.

"Tenang saja, masih banyak monster yang ada disini" kata Sinon sambil berusaha membuat Suguha kembali bersemangat saat ini.

"Baiklah, karena aku tidak bisa membantai manusia, aku akan membantai kalian semua saat ini" kata Suguha yang saat ini langsung melesat menuju kesebuah pasukan monster dengan bringas, dibantu oleh suadara perempuannya yang lain.

Disisi lain, Kaori dan Shizuku sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini, dikarenakan beberapa teman – teman mereka sudah terbunuh oleh ulah teman mereka sendiri. Shizuku dengan sigapnya mulai melawan semua musuh yang mendatanginya saat ini.

"Eri, mengapa kamu seperti ini?" teriak Kaori yang saat ini membantu beberapa sahabatnya bersama Liliana, yang saat ini sedang terluka termasuk Kouki yang diselamatkan oleh Shizuku saat hampir dibunuh oleh Eri.

"Hahahahaha.... mengapa aku melakukan ini kamu bilang? Karena kalian merebut semua yang ingin aku miliki" kata Eri dengan senyuman jahatnya.

Sedangkan disisi lain, Hiyama yang masih menyamar sebagai korban ditempat ini, berusaha untuk mencoba mendekati pihak pahlawan terutama menuju kearah Kaori dan mencoba membunuhnya agar dia menjadi miliknya.

Namun Shizuku dan Kaori sudah memperhatikan gerak geriknya saat ini, karena peringatan yang diberitahu oleh Zen sebelumnya. Sebelum Zen dengan para wanitanya berpisah, Zen memberikan tugas untuk Shizuku dan Kaori untuk menyelamatkan sahabat mereka.

"Mereka tidak mungkin melakukan hal tersebut Zen" kata Kaori setelah mendengar dua nama sahabatnya disebutkan sebagai seorang penghianat.

"Kalau kalian tidak percaya, lihatlah dengan mata kalian sendiri" kata Zen.

Dan disinilah mereka berdua, melihat perilaku dari Eri dan pergerakan aneh dari Hiyama saat ini. Namun disisi lain, Shizuku sebisa mungkin mencoba membuang sisi lembutnya yang tidak ingin membunuh seorang manusia.

Dia saat ini mulai bertekad, jika siapa saja mencoba membunuh sahabatnya, dia akan langsung memusnahkannya saat ini juga. Hiyama ditempat lain, sudah mengeluarkan senyum liciknya dan mengeluarkan sebuah dager dan bersiap menusuk Kaori.

Namun sebelum itu, Shizuku yang sudah melihat pergerakan aneh tersebut, langsung memutuskan kedua pergelangan tangan dari Hiyama saat ini dan menancapkan sebuah dager pada pahanya.

"AHHHHHHHHH..... D-DARAHHHHH" teriak hiyama sambil melihat kedua tangannya yang sudah tidak memiliki pergelangan tangan dan mulai berlutut saat ini.

Para pahlawan ditempat itu yang masih selamat dan putri Liliana sangat terkejut dengan tindakan Shizuku saat ini.

"E-Eriii tolong aku" kata Hiyama, namun sebelum Eri melakukan sesuatu, Hiyama langsung menghilang entah kemana saat ini.

"Kemana dia?" gumam Eri yang mulai waspada, karena kejadian hilangnya Hiyama secara tiba - tiba.

"KABOOOOOOOOOMMMMMMMMMM"

Namun tiba – tiba saja, sebuah suara ledakan besar terdengar oleh mereka yang ada disana. Bahkan Yue dan Shea yang sedang berada digaris depan, hanya tesenyum mendengar suara ledakan tersebut.

"Akhirnya kamu bergerak Zen, Tio" gumam Yue yang terus mengeluarkan beberapa skill saat ini.

Disisi lain, pada dataran tinggi yang terdapat sebuah bangunan megah, seorang wanita bersayap bersama seekor naga hitam dengan bringas membunuh satu persatu orang yang berada ditempat ini. Memang seorang pria saat ini sengaja mengajak seekor naga hitam yang penuh kemarahan untuk membalaskan dendam yang terpendamnya.

Bahkan pria tersebut juga tidak berdiam diri menyaksikan kedua monster tersebut memusnahkan tempat ini. Sambil menggendong seorang wanita, dia juga ikut membantai semua orang yang berada ditempat ini.

"Mengapa kamu melakukan ini utusan dewa?" tanya seseorang pria tua yang merupakan Isthar yang saat ini sangat terkejut, karena wanita yang selama ini dia ikuti sarannya, ternyata mulai memusnahkan tempat ini.

"Karena perintah Masterku" katanya dingin.

"A-Apakah dewa Ehit yang menyuruhmu?" kata Ishtar yang saat ini merasa dihianati, setelah memuja dewa yang selama ini dia tinggikan, ternyata menyuruh utusannya menghabisi dirinya sata ini.

"Maafkan aku, tetapi seseorang yang akan mati seperti dirimu, tidak harus mengetahuinya" kata wanita tersebut yang merupakan Noint dan langsung membunuhnya.

"Menga-" kata Ishtar namun perkataannya terpotong seperti kepalanya yang sudah terlepas dari tubuhnya saat ini.

Seekor naga saat ini juga mengeluarkan nafas mematikannya, karena ingin membalas semua perbuatan pihak gereja kepada kaumnya dulu, yang menyebabkan terbunuhnya keluarganya, beserta membuat clannya harus bersembunyi.

Tio sempat bingung, bagaimana Zen tahu tentang tujuannya keluar dari persembunyiannya, bahkan saat ini Zen membiarkan Tio meluapkan kemarahan terpendamnya pada tempat ini.

"GRAAAAAAAAAAAA" Tio terus mengamuk dan tidak menyia – nyiakan kesempatan membalaskan dendamnya.

Zen sendiri, saat ini sudah mengeluarkan skill Magmanya dan bersiap melululahtahkan tempat ini mejadi abu beserta isinya, setelah memastikan sudah mengambil semua harta benda yang berharga pada tempat ini.

"Apakah kamu yakin akan merampok sebuah gereja Zen?" Kata Aiko yang saat ini bersama dengan Zen.

"Bukankah gereja ini mengajarkan kesesatan sensei?" kata Zen membalas gurunya tersebut.

"Tetapi bukankah ini tindakan yang salah, bagaimanapun tempat ini merupakan sebuah gereja" kata Aiko.

"Tenanglah, tuhan yang mereka sembah pada gereja ini akan memaafkan diriku" kata Zen dengan nada meyakinkan, karena bagaimanapun dia akan meminta maaf kepada dewa yang dipuja oleh pengikut gereja ini, saat akan membunuhnya.

"B-benarkah?" tanya Aiko sekali lagi, namun Zen langsung menggendong tubuhnya dan terbang dari sana setelah menguras semua harta tempat tersebut dan Zen mengeluarkan Magma yang sangat banyak pada tempat ini.

Akhirnya katedral suci pada Divine Mountain, mulai sepenuhnya dialiri dengan lautan magma yang panas dan membumi hanguskan tempat tersebut menjadi abu saat ini.

Ditempat lain, Eri yang masih waspada dengan kejadian hilangnya Hiyama dan suara ledakan yang besar, tiba – tiba saja pasukannya yang dia necromancer sebelumnya, perlahan terbunuh satu persatu. Dia tidak tahu siapa yang melakukannya, namun perlahan jumlah pasukannya mulai menipis.

"Siapa yang berani mengalahkan pasukanku" teriaknya. Namun setelah itu, seorang dengan sayap pada punggungnya mulai menampakkan dirinya saat ini, setelah membunuh beberapa orang.

"M-Mengapa kamu melakukan ini? bukankah kita berada dipihak yang sama?" tanya Eri

Namun sebuah serangan yang sangat besar mendarat kearah dirinya dan membuatnya langsung terpental. Setelah serangan tersebut membuat Eri terpental, seorang pria muncul bersama seorang wanita pada pangkuannya dan menurunkannya tepat pada tempat pahlawan berada.

"Aku akan mengurusnya" kata Zen dan langsung melesat kearah Eri yang sudah terpental entah kemana.

Eri sendiri akhirnya mulai bangkit setelah menerima serangan tersebut, namun saat ini Zen sudah berada diepannya dengan sebuah Katana pada tangannya. Selang beberapa lama kemudian, akhirnya Katana yang dibawa Zen sudah menembus jantungnya saat ini.

"Sampai Jumpa"

Nächstes Kapitel