webnovel

Kebimbangan

Rinko saat ini sedang berjalan perlahan dari lorong rumah sakit tersebut. Saat ini dia masih memikirkan apa yang dikatakan Zen tadi. Saat ini dia merogoh saku jas labnya dan mengeluarkan sebuah alat perekam, yang merekam percakapannya bersama Zen tadi.

Niat awal Rinko, sebenarnya dia akan membuat Zen mengakui perbuatannya dan merekamnya, lalu membuat rekaman itu menjadi bukti untuk menjadikan Zen sebagai tersangka. Namun setelah dia mendengar penjelasan Zen tadi, dia sangat bimbang. Terutama perkataan terakhirnya bersama Zen.

.

"Tetapi akan kupastikan bahwa Rath tidak akan seperti itu Zen" kata Rinko membalas perkataan Zen.

"Ho.. benarkah? Kemarin Rath baru diserang oleh kelompok tentara bayaran, namun bagaimana jika suatu negara yang akan menyerang Rinko-san? Apa kamu dan pihak Rath akan bisa bertahan?" Tanya Zen.

"Tentu saja, bukankah pemerintah Jepang saat ini mulai mengetatkan penjagaan" kata Rinko.

"Oh.. benarkah. Bukankah negaramu sendiri kemarin yang mencoba merampokmu Rinko-san?" Kata Zen.

Mendengar perkataan itu Rinko mulai tertegun. Fakta bahwa beberapa petinggi pemerintahan Jepang juga ikut terlibat dalam penyerangan tersebut, sudah diketahui oleh khalayak luas, karena hasil investigasi yang dilakukan pemerintahan Japang.

"Lalu apa yang membuat mereka tidak menyerang dirimu Zen?" tanya Rinko kemudian.

"Mereka tidak akan bisa. Bahkan sampai sekarang, mereka tidak bisa menemukannya. Dan kupastikan apa yang sudah kucuri sebelumnya, tidak akan diambil dariku" kata Zen.

Bisa dilihat tatapan keseriusan dari Zen dan Rinko memperhatikan tatapan keseriusan dari Zen itu. Saat ini Rinko sangat bimbang karena percakapannya dengan Zen tersebut. Akhirnya setelah sunyi yang cukup lama, Rinko memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut.

"Terimakasih telah menjengukku Rinko-san" kata Zen tulus kepada wanita itu.

"Baiklah, aku akan kembali sekarang" kata Rinko yang mulai meraih gagang pintu kamar Zen.

"Ah.. aku lupa memberitahukanmu sesuatu Rinko-san" kata Zen.

"Apa itu Zen-kun?" tanya Rinko.

"Kalau kamu mau bergabung denganku, pastikan kamu putuskan cepat, karena mungkin kita tidak bertemu lagi. Dan juga untuk perekam yang ada dikantong jas labmu, kamu bisa memberikannya kepada pihak berwajib jika menurutmu aku salah" kata Zen sambil tersenyum.

Tentu saja Zen tidak membiarkan perekam itu sampai dipihak berwajib, dia hanya terus membuat Rinko bimbang. Lagipula, dia bisa menyuruh Irene untuk menghapusnya jika benar Rinko melaporkannya.

Rinko mendengar ini mulai tersenyum kecut dan memakai jas lapnya, lalu keluar dari kamar Zen saat ini, meninggalkan Zen yang masih menatap kepergiannya.

Dan itulah percakapan terakhirnya bersama Zen setelah Rinko memutuskan untuk keluar dan menjernihkan pikirannya saat ini. Rinko terus berjalan hingga beberapa agen mendekatinya saat ini.

"Bagaimana Rinko-san?" tanya agent tersebut.

Mendengar itu, Rinko mengeratkan genggamannya pada perekam yang merekam percakapannya dengan Zen dikantong jas labnya. Sekarang dia tidak tahu harus berbuat apa saat ini, karena masih bimbang dengan perkataan Zen.

Namun selang beberapa lama kemudian.

"Sepertinya dia tidak mengetahui apapun" kata Rinko kepada agen yang menanyainya itu.

.

.

"Mari kita lihat statusku terlebih dahulu" kata Zen.

Sebenarnya dia ingin mengecek statusnya, namun kedatangan Rinko membuatnya membatalkan rencananya tersebut.

<Status>

Status:

Nama: [Uchiha Zen]

Level: [10] > [16] (2300/16000)

Bloodline: [God 1%]

Toko Poin: [6.334.000]

Status Poin: [487]

STR: G [0/100]

AGI: G [0/100]

INT: G [8/100]

DEX: G [0/100]

Skill: [Infinity Mana] [Clean: 2] [Heal: 0] [Creation: 10] [Fire: 8] [Water:6] [Wind: 2] [Cooking: 1]

"Naik enam level ya... Irene jika aku memasuki dunia Underworld lagi dan membantai monster disana, apakah aku mendapatkan EXP kembali?" tanya Zen.

[Maaf Kak, periode Kakak mendapatkan EXP didalam dunia Underworld sudah berakhir, karena misi sebelumnya sudah selesai] kata Irene.

"Hah.. baiklah" kata Zen yang saat ini sedikit kecewa.

[Namun, coba Kakak melihat isi dari ruang penyimpanan Kakak] tanya Irene yang mencoba menghibur Kakaknya itu.

Zen lalu mencoba mengikuti perkataan Irene dan mulai membuka ruang penyimpanannya. Setelah melihat barang – barang yang dulu disimpannya, tatapannya jatuh kesebuah benda yang baru dilihatnya. Dengan cepat dia mengecek informasi benda tersebut.

[Ticket 0.5]

"Irene, bukankah ini..." kata Zen yang bahagia melihat benda itu.

[Ya, tiket keberhasilan Kakak menyelesaikan tugas Kakak didunia ini, dan menjadi tiket tujuan Kakak selanjutnya] kata Irene.

Mendengar itu Zen mulai bersemangat, dia saat ini mulai memikirkan dunia mana yang akan dia kunjungi nanti.

[Maafkan Irene Kak, memang dunia 0 dan 0.5 bisa Kakak masuki dengan bebas, namun untuk dunia 1.0 dan 2.0, Kakak masuki secara acak. Jadi saat Kakak berpindah kedunia 1.0 atau 2.0, Kakak akan menuju dunia yang random] kata Irene.

"Jadi aku tidak bisa memilih dunia mana yang aku tuju selanjutnya?" tanya Zen

[Iya Kak, bahkan plot waktu Kakak memasuki dunia 1.0 dan 2.0 juga random] balas Irene.

"Hah... Baiklah. Langkah selanjutnya mungkin membawa para wanitaku ke Alaska kalau begitu" kata Zen.

Beberapa hari kemudian, pihak pemerintah masih belum menemukan dimana lokasi dari Fluctlight yang berhasil dicuri, beserta beberapa penyerang yang mencuri alat tersebut. Pihak pemerintah sudah menelusuri semua kemungkinan dimana tujuan penyerang Rath berada, namun sampai saat ini hasilnya masih nihil.

Zen dan Aki saat ini masih diawasi, walaupun tidak seketat dulu. Zen saat ini masih berdiam diruangan tersebut, saat ini dia sudah dipersilahkan untuk menghubungi keluarganya. Zen dengan senang hati menghubungi para wanitanya beserta putrinya yang sangat dirindukannya saat ini.

Zen sempat terkejut kalau Yuna memutuskan tinggal bersama yang lainnya diapartemennya. Namun setelah mendapatkan pemberitahuan dari Irene tentang tandanya juga ada pada Yuna, Zen hanya tersenyum.

Saat ini diapartemen Zen, para wanita mempunyai kegiatan seperti biasa saat ini. Saat ini Asuna dan Lisbeth akan pergi kekampus mereka, karena mereka saat ini sedang berkuliah, sedangkan Sinon pergi kesekolahnya.

Yuna sendiri, memutuskan tidak melanjutkan studinya dan memutuskan merawat Yui, ditempat ini, karena saat ini dia sudah mempunyai sebuah perusahaan yang ditinggalkan mendiang Ayahnya.

Saat ini perusahaan itu dipegang oleh orang kepercayaan Ayahnya dulu, sedangkan Yuna mulai mempelajari seluk beluk bisnis secara online sambil menjaga Yui saat ini.

Sedangkan Silica dan Suguha masih bersekolah seperti biasa dan akan datang kesini setelah kegiatan sekolah sudah selesai. Saat ini Yuna masih asik bermain dengan Yui karena ditempat ini hanya menyisakan mereka berdua.

"Yuna Mama, kapan Yui bisa menjenguk Papa?" tanya Yui. Yui akhirnya mulai memanggil Yuna dengan sebutan Mama, walaupun Yuna belum menjadi wanita Zen.

"Sabarlah oke, Mama juga ingin sekali menjenguk Papamu, tetapi mereka bilang Papa membutuhkan waktu untuk penyembuhannya" balas Yuna sambil mengelus kepala putrinya tersebut.

Akhirnya mereka menghabiskan waktu sampai akhirnya beberapa wanita memasuki apartemen Zen.

Saat mereka sudah berkumpul semua, mereka memutuskan untuk berjalan – jalan bersama, namun akhirnya mereka mendapatkan kabar yang membuat mereka sangat bahagia saat ini. Karena mereka mulai bisa mejenguk Zen besok dan membuat mereka sangat senang untuk saat ini.

Nächstes Kapitel