webnovel

PERTENGKARAN YANG TAK TERELAKKAN

PAGI pun datang menembakkan cahayanya ke mataku melewati sela tirai jendela kamar. Aku terbangun dan membuka mata seraya melihat Alex yang semalaman tidur memelukku.

Aku berusaha memindahkan tangan Alex yang melingkar di perutku. Saat aku mengangkat tangan Alex perlahan, tiba-tiba dia kembali memelukku kuat lalu dia mencium pipiku dan langsung kabur.

Aku langsung syok seketika melihat Alex mencium pipiku.

"Kurang ajar lu Lex, ke sini lu." Teriakku mengejar Alex.

Alex terus berlari memutari meja makan agar aku tak bisa menangkapnya. Aku terus mengejarnya sampai Alex tiba-tiba bersembunyi di balik tubuh Rain yang baru saja turun dari kamar atas.

"Tolong Rain, kakak lu udah gila. Dia mau menghajar gua." Seru Alex mempermainkan ku.

"Kenapa sih kalian pagi-pagi udah ribut aja. Semalam juga, gua di tinggal sendiri di kamar." Ketus Rain.

"Alex tu, tiba-tiba masuk ke kamar bawah tidur di sampingku." Sahutku kesal.

"Hmmm ketahuan kan..., hahahaha... lu semalam belum tidur saat gua masuk ke kamar. Pasti lu juga yang ngintip aku dan Rain." Seru Alex.

"Ngapain lu ngintip, kayak gak ada kerjaan lain aja." Sela Rain berjalan menuju dapur.

"Eeeee... jangan pergi lu Rain, ntar abang lu itu bunuh gua." Seru Alex masih aja tetap bercanda.

"Apaan sih lu, awas... gua mau ambil minum." Sahut Rain menarik bajunya yang di pegang oleh Alex dan berjalan ke arah dapur.

Aku langsung mengejar Alex, dia pun memohon ampun. Aku melingkarkan tanganku ke leher Alex hingga dia minta maaf.

"Maaf... maaf, gua hanya becanda. Jangan serius kali lu Dit, ntar cepat tua." Seru Alex.

"Kalian kenapa sih? Kayak anak kecil aja pagi-pagi udah ribut." Tanya Rain sambil memegang gelas air minumnya.

"Si brengsek ini, pagi-pagi bangun tidur dia malah cium pipi gua." Seruku kesal sambil bergulat dengan Alex.

"Cium pipi?" Sahut Alex terdiam dan memperhatikan kami.

Aku dan Alex pun langsung diam sambil menatap Rain. Aku keceplosan ngomong hal ini kepada Rain. Mudah-mudahan saja Rain tidak berpikiran yang aneh-aneh tentang kami.

"Gara-gara lu ini, malah lu bilang pula sama Rain." Seru Alex menyenggol tanganku.

"Lu yang salah, ngapain juga lu nyium gua." Sahutku pelan dengan nada kesal.

Rain pun tiba-tiba melangkah mendekati kami. Aku bingung, apa yang akan dilakukan oleh Rain. Sekarang dia berada tepat di hadapan kami.

"Kenapa lu Rain? Kok bersikap aneh begitu?" Tanyaku.

Rain tidak menyahut perkataanku. Dai terus memandangi Alex dan memperhatikan badan Alex yang tidak mengenakan baju. Perlahan Rain mengangkat tangannya lalu menyentuh dada Alex yang bidang dengan jari telunjuknya. Lalu jarinya itu berjalan di dada Alex hingga membuat Alex kebingungan.

"Apa yang lu lakukan?" Bentakku seraya memukul tangan Rain.

"Aduh...! apaan sih lu dit, Sakit tau!" Seru Rain kesakitan.

"Sini lu." Sahutku sambil menarik tangan Rain.

"Hei... hei..., gak bisa di bicarakan baik-baik?" Seru Alex.

"Lu diam di situ Lex, ini urusan kami." Sahutku kesal.

"Apaan sih lu narik-narik gua." Ketus Rain melepaskan tangannya dari genggamanku.

"Lu yang apaan, di depan gua lu berani berbuat seperti itu. Menjijikan sekali." Seruku marah.

Alex merasa bersalah. Yang tadinya dia hanya bercanda tau-taunya keadaan semakin kacau. Alex berusaha menenangkan kami berdua, tapi aku terus membentak Alex untuk jangan ikut campur.

"Menjijikan lu bilang? Menjijikan mana lu yang berciuman dengan Alex?" Bentak Rain membalas. Alex terlihat bingung sambil memegang kepalanya.

"Gua gak ada berciuman dengan Alex. Menjijikan sekali kalau gua berciuman dengannya. Gua bangun pagi tiba-tiba pipi gua di cium alex dan dia kabur. Dia hanya bercanda dengan gua, ngerti lu." Ketusku dengan penuh kemarahan.

"Terus di sini lu bilang kalau Alex adalah seorang Gay?" Tanya Rain.

"Hei hei hei.... jangan keras-keras suara lu Rain." Sela Alex terlihat malu di bilang gay oleh Rain.

"Kenapa lu gak paham-paham juga sih? Gua bilang Alex hanya bercanda, dia main-main, dia hanya ingin membuat gua kesal karena gua terus berpikiran kalau lu itu Gay.....! Puas lu." Bentakku dengan kesal.

"Gu... gua gak percaya, PASTI KALIAN PACARAN KAAAAN???" Teriak Rain sekerasnya. Aku langsung memukul mulut Rain saking kesalnya.

Alex terkejut melihat apa yang aku lakukan hingga dia menghampiri Rain. Aku yang memukul Rain pun terkejut, tanpa sadar aku melakukan hal tersebut. Alex pun memegang Rain mencoba membersihkan darah yang keluar dari mulutnya. Sedangkan aku, antara percaya dan tak percaya telah memukul adikku.

"Ma... maaf kan gu.. gua Rain.!" Seruku menghampiri Rain.

"Pergi kau....!" Teriak Rain mendorongku.

"Gu.. gua gak sengaja, si.. sini gua obati bibir lu." Seruku.

"Tidaaaak, lepaskan gua." Teriak Rain memberontak saat di pegang Alex.

Rain pun langsung berdiri. Matanya terlihat sangat penuh kebencian. Dia menatapku sangat dalam, di matanya tersirat betapa marahnya dia kepadaku. Aku berusaha tenang setelah kemarahan ku reda karena memukul Rain. Rasa bersalahku malah dibalas Rain dengan kemarahan.

"Rain, dengarkan gua. Gua gak sengaja...."

"Diaaam, gak usah lu banyak omong. Jangan mentang-mentang gua sayang sama lu, lu berani memukul gua." Bentak Rain penuh kemarahan.

"Sudahlah Rain, lu sabar.... abang lu tidak sengaja melakukannya. Dia tadi terpancing emosi akibat perkataan lu." Seru Alex mendamaikan.

"Gak usah banyak omong lu Lex. Gua udah tau sekarang siapa kalian. Ooohhh giliran gua berkata sayang sama lu sebagai kakak gua sendiri, lu malah beranggapan yang aneh-aneh. Nyatanya lu sama saja. Lu lebih menjijikkan dari pada gua. Kalian berdua bangsat." Sahut Rain dengan kasar dan langsung pergi meninggalkan aku dan Alex.

"Rain tunggu." Seruku memanggil Rain.

"Sudah, biarkan saja. Nanti dia juga tenang sendiri." Seru Alex menahan ku.

"Tapi dia.... dia akan pergi kemana?" Sahutku dengan mata berkaca-kaca.

"Setelah dia tenang, dia akan kembali lagi pulang. Tidak ada yang dia kenal di luaran sana. Lu tenang aja." Seru Alex menenangkan ku.

"Semua ini gara-gara lu. Kalau lu bercanda, jangan berlebihan. Sampai lu mencium pipi gua." Bentak ku.

Alex terdiam dan terus memandangi aku dengan wajah yang layu. Tatapan Alex begitu dalam padaku.

"Lu benar, gua yang salah. Gua pergi dulu, maafkan gua." Seru Alex meminta maaf dan pergi ke kamar mengambil bajunya.

Ke luar dari kamar, Alex berhenti dan menatapku. Saat ini aku tidak peduli dengan siapa pun. Aku sama sekali tidak mau menatap Alex, hingga dia melangkah keluar dari rumahku.

Aku merasakan sakit sekali, perasaanku saat ini kacau tak menentu. Semuanya menjadi berantakan. Tak terasa air mataku pecah membasahi pipiku.

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Richard_Raff28creators' thoughts
Nächstes Kapitel