MESKIPUN TERLIHAT IMUT DAN CANTIK, DIA SANGATLAH KUAT.
| perivous story |
"Ngomong-ngomong, kita ini... sedang berada dimana?"
Akibat kebanyakan berbicara satu sama lain. Kami tidak sadar berjalan begitu jauh dan jauh menjauhi wilayah perkotaan. Lalu, aku menatap kearah jalan yang ada di depan sana yang tidak tahu ini tempat apa.
Begitu pula Megumi mendengarkan pembicaraanku. Masih dalam kondisi masih berjalan santai dengannya. Megumi mulai membuka mulutnya.
"Entahlah..., bu—bukankah ini!?" Setelah Megumi mengalihkan pandangannya kedepan. Secara bersamaan langkah kakinya juga terhenti.
Begitu juga denganku. Seketika langkahku terhenti setelah melihat Megumi terdiam menatap menuju kearah depan sana.
| next story |
Aku pun mengikuti arah yang di tujunya. Ternyata…

"Apa itu? Kandang kuda?" Tanyaku cepat setelah melihat sebuah rumah kecil di ujung sana.
"Bukan tau! Itu namanya rumah kabin."
Ternyata... itu adalah rumah kabin bukan kandang kuda. Di lihat secara misterius, mengapa rumah sebagus itu berada di tempat seperti. Aku juga pernah mendengar tentang rumah kabin.
Kabin di tengah hutan atau di tepi hutan merupakan sesuatu yang sangat bersejarah. Menurut Wikipedia, kabin adalah generasi pertama dari arsitektur rumah di daratan Eropa dan Amerika yang dibangun oleh para pemukim.
Kalau ingat sebelumnya aku pernah menonton di youtube, cerita horor mengisahkan sepasangan kekasih terjebak di dalam hutan selama 1 minggu. Lalu mereka, menemukan sebuah rumah kecil yang kesannya menyeramkan. Mereka berdya memberanikan diri untuk memaksuki rumah angker itu hanya dengan bermodal mental. Kelanjutannya aku sudah lupa.
Lagipula, bukankah itu hal bagus? Untuk berbulan madu disana dan bisa terus berduaan tanpa seorangpun yang menganggu.
Namun, ini sangat jauh berbeda dari kesan horor yang digambarkan di dalam film.
Dilihat dari kejauhanpun, rumah itu terlihat seperti kandang kuda, namun desain rumah itu sangatlah berkesan mewah.
Meski hampir seluruh bagian dindingnya dari kaca, dan terletak hampir di tepi hutan, ini sangat jauh dari kesan menyeramkan. Rumah kabin ini sangat cocok bagi aku yang menyukai suasana sepi yang sangat menyatu dengan alam.
"Begitu rupanya. Hei, Megumi."
"Hn?"
"Bagaimana kalau kita kesana sebentar? Ada hal yang ingin kulakukan."
Sedari tadi, Megumi sibuk memandangi area perhutanan itu. Di sambut dengan suara kicau-kicau burung yang merdu. Dan juga pepohonan yang tinggi itu saling bergoyang dan bergesekan satu sama lain. Sebab hari ini cuaca dalam kondisi berangin. Untung saja, Megumi sedang mengenakan mantel itu. Jika tidak, dia akan merasa sangat kedinginan.
"Boleh juga..." sedari berbicara pandangannya menuju kerumah kabin itu. Lalu, taklama setelahnya, pandangannya seketika tertuju kewajahku. "Eh!? Apa! Apa yang ingin kau lakukan!"
"Itu, pikiran kamu kemana!? Aku hanya mengambil gambar kok."
Hal yang ingin kulakukan itu adalah, mengambil gambar pemandangan di sekitar rumah kabin itu. Kupikir, mungkn bagus digunakan untuk wallpaper ponsel.
"Ok, kukira apa."
"Ayo, ikuti aku kemari." Aku pun mulai melangkahkan kaki kedepan mendahului Megumi.
"H—Hei, tunggu." Secara tidak sadar, jarak aku dengannya cukup jauh. Dari awal Megumi melamun memandangi area perhutanan ini. Matanya dan telinganya hanya terfokus pada keindahan alam. Sehingga suara tak masuk kedalam pikirannya yang penuh hal-hal ketenangan.
Selama aku berjalan, dengan berhati-hati melewati batangan pepohonan. Sedangkan Megumi, selama berjalan pandangannya mengarah kelain, bukan memperhatikan jalannya. Sehingga insiden agak mengejutkan terjadi padanya.
"A—Aw!" Teriaknya keras, suara itu berasal dari belakang.
Sebelum menginjakan kaki ke tanah, langkahku terhenti menjadi kaku. Dan langsung berbalik badan menuju kearah Megumi yang sepertinya barusan terjadi sesuatu.
"Megumi?! Ada apa?"
Setelah berbalik badan, aku melihatnya terjatuh dan tersungkur di tanah sekitar pepohonan yang besar. Melihatnya seperti kesusahan unruk berdiri, aku segera menghampiri kesana.
"He—Hei, apa kau baik-baik saja?"
Tangannya mengulur kearahku, lalu kuraih tangannya itu sekuat tenaga yang tersisa.
"....."
"Sekali lagi kutanya, apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja kok, hanya saja aku tergelincir saat menuruni dataran tinggi ini."
Tidak, dia sedang tidak baik-baik. Sekilas aku melihat goresan di telapak tangannya dan sedikit darah keluar melalui telapak tangan itu. Namun, dengan cepat dia menyembunyikan kedua tanganya.
"Megumi, ulurkan tanganmu itu." Ucapku datar dan menajam.
"Sudah kubilang, kalau aku baik-baik saja." Masih menyembunyikan kedua tangannya itu.
Setelah mendengar ucapannya tadi barusan, aku langsung memajukan selangkah kakiku kedepan kearahnya. Dan langsung menangkap tangan kanannya, lalu.
Wajahnya terlihat sedikit memerah dan berekspresi malu.
"Mungkin ini... adalah salahku, membiarkan kamu sampai terluka seperti ini. Aku merasa kalau sosokku ini, sangatlah buruk."
Megumi mengangkat wajahnya menatap wajahku.
Sekarang aku bisa memandang wajahnya dengan jelas, mulai dari mata, pipi, hidung, telinga serta rambut hitam kilaunya.
"Bagiku, kamu itu adalah seorang penyelamat. Di saat aku meratapi kesedihan, dan terluka, kamu selalu berada di dekatku. Aku merasa... sangat beruntung bisa mengenal dirimu, meskipun status kita..." kepalanya lalu menunduk sedikit kebawah, taklama dia kembali mengangkat wajahnya sambil tersenyum pahit.
"yah! Pokoknya kamu sama sekali tidak bersalah, malahan kamu sudah menolongku tadi."
Meskipun dia berkata seperti itu, hal yang sudah terjadi tidak akan pernah bisa di reset kembali. Karena kehidupan akan terus berputar searah jarum jam. Aku berpikir selama ini, jika saja kehidupan sama seperti jam dinding, maka aku akan mereset jarum jam itu kearah sebelumnya. Namun sayangnya, kehidupan tidak seperti jam dinding, jika baterainya habis maka jam dinding akan berhenti. Sedangkan kehidupan akan terus berjalan berputar tanpa henti.
"Sebaiknya kita kembali saja dari tempat ini, mungkin saja nanti akan terjadi hal yang lebih buruk."
"Bagaimana dengan gambarnya?"
"Lupakan gambar, yang terpenting kita kembali terlebih dahulu."
"Baiklah kalau begitu... " Megumi menahan suaranya, dan seperti baru mengingat sesuatu.
Matanya langsung terbuka lebar.
"Ramen! Kousan ini sudah jam berapa!?" Dia langsung berteriak membuat suara yang tinggi, sehingga telingaku berdengung setelahnya.
Akupun langsung meraih ponsel di dalam celana hitamku. Dan melihat kearah layar ponsel.
"Pukul 12, lewat 10 Menit."
"R—R—Ramen~~~" Megumi langsung menjadi murung sembari berjongkok. Seperti orang yang sangat putus asa akan tindakannya.
Di akhir pekan, toko ramen tersebut hanya akan buka dan tutup selama 2 jam. Toko ramen tesebut mulai buka dari pukul 09.30 pagi s/d 11.30 siang. Berarti toko ramen tersebut sudah tutup sejak lewat 1 jam yang lalu. Yah, sayang sekali.
Hanya toko ramen itulah satu-satunya tempat destinasi kami untuk makan.
"Yah, mari kita cari di tempat lain."
"Ti~Tidak mau..."
Megumi masih berjongkok murung.
"Kalau begitu, mari pulang yok."
Setelah mengucapkan itu, aku sangat yakin Megumi akan mendadak bersemangat.
Megumi mendengarkan ucapanku barusan itu. Mata hitamnya langsung terbuka lebar dan tiba-tiba berdiri di hadapanku. Dia menunjukkan ekspresi tersenyum manis kearahku.
"Bercanda, kok..." Itu terlihat seperti senyuman yang di paksakan.
Seperti itulah, Sakurasawa Megumi. Wanita yang polos, cantik, imut dan aku baru menyadarinya bahwa dia sosok yang sangat kuat. Aku pasti akan melindunginya sekali lagi seperti pada waktu itu.
Waktu pertama aku bertemu dengannya.
Sudah kuduga, dia benar-benar orang yang kuat.
| MASIH BERLANJUT BRO! |