webnovel

VoL 1 - PROLOG

MONOLOG SARUIZAWA KOUSAN DAN INSIDEN TAK TERDUGA.

| history |

24 April, 2014.

Saruizawa Kousan, itulah namaku. Hari ini, usiaku tepat pada 14 tahun. Aku adalah putra pertama dari keluarga Saruizawa. Saruizawa Kousan itu adalah nama pemberian dari Bunda.

Alasan Bunda memberikan nama itu, karena ingin menanamkan nama Ayahku di setiap nama depan anaknya. Bundaku sendiri bernama, Isabella Mira. Bundaku itu orangnya sangatlah baik dan ramah. Akan tetapi, aku dan Bundaku tidak begitu dekat. Setiap pagi Bunda selalu menyiapkan sarapan untuk kami. Setelah itu, langsung pergi berangkat bekerja di kantor bersama dengan Ayahku. 

Menurutku hari ini, adalah hari yang terbaik sepanjang masa. Sangat jarang sekali di usia 14 th akan ada Birthday celebration seperti ini.

Ayahku bernama Tamanawa Saruizawa. Dia sangatlah cuek dan hampir tidak peduli dengan anak-anaknya sendiri, dia terlalu sibuk dengan pekerjaan sama seperti Bunda. Sehingga tidak ada waktu luang untuk berkumpul bersama keluarga. 

Sejujurnya, aku merasa kesal dan ingin sekali mengatakan kalau Bunda dan Ayah itu terlalu sibuk dengan pekerjaan kantor, dan tidak memperhatikan kedua anaknya yang kesepian dirumah sampai pada malam hari.

Namun aku merasa tidak sopan kalau berkata seperti itu kepada mereka. Mungkin saja mereka memiliki alasan masing-masing untuk bekerja.

Bertambahnya umurku, membuat diriku semakin berpikir lebih dewasa. Aku telah menemukan jawabannya, mengapa kedua orang tuaku selalu bekerja lembur dan pulang larut malam.

Suatu hari nanti, aku akan menceritakan tentang keluargaku sebenarnya yang tidak kusadari selama ini. Kalau mereka.

24 April 2014.

Birthday celebration diadakan di sebuah gedung yang besar. Gedung tersebut sebenarnya adalah gedung untuk orang-orang yang merayakan hari pernikahan. Namun, kedua orang tuaku menyewa tempat itu hanya untuk merayakan hari ulang tahunku. Tempat itu tidaklah jauh dari rumah kami, kira-kira jarak antara rumah kami dengan gedung itu mungkin sekitar 1,5 Kilometer.

Jujur pada saat itu aku sangat senang dan gembira sekali. Aku menganggap hari ini sebagai hari terbaik sepanjang masa.

Acara Birthday celebration tersebut dimulai dari pagi hari sampai selesai. Orang tuaku mengundang beberapa guru dan teman-temanku sewaktu masih duduk di sekolah dasar, dan juga tentunya seluruh keluargaku menghadiri acara itu.

Acara ini bukan hanya untuk merayakan hari ulang tahunku, namun juga untuk merayakan hari kelulusanku di sekolah dasar.

Pada hari itu, Bunda selalu berbicara kepadaku sambil tertawa. Dan aku juga tak jarang melihat Ayah juga ikut tersenyum. Biasanya, Ayahku itu orangnya susah sekali untuk tersenyum. Namun pada hari ini mereka berdua terlihat sangat bahagia.

Aku berpikir apakah hari ini hanya sekedar mimpi belaka? Aku terus memikirkannya. Namun setelah semua yang kulihat dengan mataku sendiri, ini adalah nyata dan bukanlah mimpi.

Awal yang sangat menyenangkan bagiku sebelum melanjutkan Sekolah Menengah Pertama atau secara umumnya adalah, SMP.

Malam pun tiba, acara Birthday celebration berakhir menyenangkan. Satu persatu orang-orang mulai bergegas untuk pulang. Sehingga tempat itu telah kosong terkecuali sisa keluarga aku yang ada disana.

Pada saat itu aku melakukan kesalahan besar karena menolak ajakan itu dari mereka. Aku sangat menyesalinya, dan merasa sangat sedih.

Ketika ingin pulang, Ayah dan Bunda bertanya tentang diriku.

"Bagaimana menurutmu? Tentang perayaan ulang tahun dan hari kelulusanmu hari ini?" Bunda berkata dengan lembut.

"Sangat menyenangkan, Bun!" Aku menjawab Bunda dengan gembira.

"Bagaimana kalau kita pulang sekarang? Ini sudah larut malam." Kata Ayahku sembari menunjukan jam tangannya.

Pada saat itu, aku berpikir untuk membeli seblak yang berada tak jauh dari situ. Lalu aku meminta nya sekaligus menyuruh mereka bertiga untuk pulang duluan kerumah.

"Oh iya Ayah! Aku ingin membeli seblak disana. Ayah, Bunda dan Drian juga pulanglah duluan. Nanti aku akan berjalan kaki menuju kerumah."

Bunda terlihat tidak begitu menyukainya.

"Kousan, kalau kamu keluar sendirian malam-malam begin—"

Lalu, dengan cepat aku berkata.

"Bun, Kousan sudah bukan anak kecil lagi. Jadi, biarkan kali ini Aku membelinya sendiri." 

"T—Tapi." Bunda berusaha menahanku, akan tetapi Ayah langsung berbicara.

"Kousan benar, dia itu anak yang mandiri, apa kau lupa? Kita sering kali meninggalkan mereka berduaan dirumah, sedangkan kita terlalu sibuk dengan pekerjaan dikantor. Kurasa kita tidak bisa untuk mempermasalahkannya." 

Seketika Ayah berbicara dengan panjang lebar seperti itu. Aku tidak menyangka kalau Ayah akan mendukungku.

"Kalau begitu, baiklah." Bunda menghembuskan nafasnya, sembari berbicara.

"Bunda, Ayah dan juga Drian akan pulang terlebih dahulu. Tapi ingat, jagalah diri baik-baik pada saat diluar rumah malam hari. Karena diluar sana banyak sekali kejadian yang tidak diinginkan oleh siapapun."

"Benar itu Kousan, meskipun kau bukan anak kecil lagi namun keselamatan harus tetap di jaga." Kata ayahku menyambung.

"Iya, ya. Kalau begitu aku pergi sekarang. Permisi..." aku pun berlari menuju pintu luar gedung. Dan segera ke warung seblak yang berada dipinggir jalan.

Seblak adalah makanan kesukaanku. Seblak memiliki ciri pedas yang khas, dan rasa yang gurih saat meminum kuahnya. Seblak memiliki level pedas yang bisa kita sesuaikan dengan kebutuhan. Diantaranya ada level 1-2-3-4-5-6-7-8-9-10 dan seterusnya sampai pada level yang tertinggi yaitu, Seblak Super.

Pada saat ini, aku hanya sanggup memakan seblak level 6 itupun rasanya agak sangat membakar lidahku. Sebelum memakannya, biasanya aku menyiapkan teh es terlebih dahulu dan beberapa tisu diatas meja.

Aku selalu menikmati makanan itu sehabis pulang sekolah dulu. Aku selalu memakannya sendirian seperti ini.

Karena, seblak adalah... makanan kesukaaanku.

| set story |

Sehabis memakan seblak di warung tadi, dan telah membayar makanan tersebut dengan uang ku sendiri. Aku pun pergi berjalan untuk pulang.

Saat diperjalanan, jalan ini sangatlah sepi akan tetapi masih ada mobil yang berlalu lalang. Kota ini adalah kota Metropolitan yang tidak pernah tidur.

Tak asing bagi mereka selalu aktif di siang hari maupun di malam hari seperti ini.

Daerah sini memang berada jauh dari ibu kota, sehingga tempatnya terlihat agak sepi. Dan juga sekarang jam berapa aku juga tidak tahu. Yang pasti ini sudah lewat tengah malam.

Dulu sekali, sebuah cerita beredar bahwa jalan ini sangatlah suram. Banyak sekali terjadi pembunuhan, tabrakan maut, hingga banyak lagi tindakan kejahatan dan peristiwa lainnya.

Sejujurnya, aku agak gemetaran saat melewati jalan itu. Akan tetapi... pada waktu itu juga. Untung saja jalanan itu diterangi sebuah lampu-lampu jalan. Sehingga rasa takutku agak berkurang.

Di sebuah jembatan, aku melihat banyak sekali puing-puing berserakan. Aku tidak tahu itu puing apa sebenarnya, dan aku tidak tahu, apa yang sudah terjadi disini. Trotoar jembatan itu hancur, tiangnya juga terlihat agak berantakan dan membengkok.

Apa mungkin baru saja terjadi sebuah kecelakaan? Akan tetapi, dimana semua orang? Biasanya kalau terjadi sebuah kecelakaan, akan ada mobil ambulans dan beberapa orang disekitar yang membantu. Namun saat aku berada disini, orang-orang sudah pergi?

Aku memikirkan banyak kemungkinan, bahwa kecelakaan ini disebabkan oleh antar pengendara. Atau mungkin saja, ini bukanlah kecelakaan melainkan hanya kecerobahan seorang pengendara yang menabrak sebuah tiang jembatan itu.

Aku juga tidak tahu jelas pasti sih, yang terpenting aku harus cepat kembali kerumah.

Sudah setengah jam berlalu ketika aku berpamitan dengan kedua orang tuaku untuk makan seblak di warung. Pasti Bunda dan Ayah sangat mengkhawatirkan ku dirumah sekarang.

Oh iya, ngomong-ngomong mengenai warung seblak itu. Sebenarnya warung itu selalu buka 1x24 jam, yang artinya tidak pernah tidur. Aku tidak tahu pasti bagaimana cara mereka tidak tidur selama bekerja seperti itu. 

Aku pun melanjutkan perjalanan menuju rumah.

Di sepanjang jalan, aku terus menggigil karena cuacanya yang dingin. Padahal baju yang kukenakan ini adalah terbuat dari bahan kain Woll. Namun, tetap saja ini sangat terasa menusuk kedalam.

Seketika di perempatan jalan, langkahku terhenti ketika mendengar seseorang mengatakan sesuatu sekilas di bagian samping telingaku.

Walaupun sekilas saja, namun aku dapat mendengar suara itu dengan jelas.

Kata itu terdengar seperti... 'jaga dirimu...' 

suara itu mirip sekali dengan suara yang dimiliki Bunda.

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang tak beraturan. Aku menghela nafas sejenak. Lalu perlahan mulai melanjutkan langkah kaki kedepan sambil berbisik tentang suara tadi itu barusan.

"S...suara itu..., Bunda?"

Ketika sampai didepan rumahku.

Rumahku terlihat sangat gelap, dan tidak ada satupun lampu yang menyala didalam rumah. Aku berpikir, apa mereka sudah tidur? Atau mereka belum datang?

Aku sama sekali tidak mempunyai kunci rumah. Sehingga aku bingung bagaimana caranya untuk masuk kerumah. 

Pada saat itu juga, paman Takuya datang menjemputku memakai sebuah motor. Pamanku terlihat sangat tergesak-gesak, seakan kami harus cepat bergegas pergi dari situ.

"Cepat naik!" Ucapnya tergesa.

Aku pun menuruti perkataannya. Lalu, segera pergi dari sana...

x   x   x

BERLANJUT DI VOLUME 2 !!!

MOHON SABAR...

Nächstes Kapitel