webnovel

Apa Alasannya?

Baim tidak marah atas interogasi yang dilakukan Dian. Dia menarik perjanjian di tangan Dian, dan kemudian melemparkannya ke Teguh di sebelahnya.

"Pengacara kan sudah ada di sini. Kau dapat memintanya untuk menjelaskan secara spesifik."

Dian sedikit mengangkat dagunya dan langsung mengungkapkan ketidakpercayaannya pada mereka berdua, "Dia kan pengacaramu, dan apa yang dia katakan bisa saja karena dia mematuhi perintahmu. Kaukira aku akan percaya semudah itu pada kalian?"

Mengenai Baim, Dian jauh lebih waspada, terutama perjanjian semacam ini. Dian tidak bisa mengajukan protes terus-menerus jika sudah berhadapan dengan Baim.

Cuma bercanda. Dia memegang akta nikah yang tidak bisa diceraikan, jika ada perjanjian setara yang tidak ditandatangani, dia tidak akan punya tempat untuk menangis.

Ketika Teguh mendengar ini, dia tiba-tiba tertawa. Tangannya dilipat di sekitar dadanya, dan dia memandang Dian dengan sedikit berbeda. Sepertinya dia sudah meremehkan wanita itu sebelumnya.

"Oh! Sepertinya kamu wanita yang pintar. Tapi pernahkah kau berpikir jika Baim ingin membuatmu pergi, menurutmu apa kau mungkin untuk melarikan diri?"

Bahkan Teguh pun yakin dengan sikap Baim. Sejak kecil, dia dipermainkan oleh Baim. Alasan memilih profesi pengacara sebenarnya terkait dengan Baim.

Menjadi pengacara bisa membuatnya lebih berhati-hati. Dia selalu waspada agar tidak jatuh ke dalam perangkap Baim.

Sejak kecil, selama Baim ada di sana membimbingnya, Teguh tidak pernah sekalipun bisa kabur dari temannya itu.

Baim termasuk tipe pemikir ahli yang mampu mengontrol situasi secara keseluruhan. Setelah orang lain mengambil langkah, Baim telah menemukan ratusan cara untuk memimpin orang itu menuju kegagalan. Dia bisa dan ahli melakukan hal itu.

Sekarang Dian bisa mengatakan ini, jadi sepertinya Dian juga orang yang pintar. Lagipula, setelah banyak orang diperalat oleh Baim, mereka bahkan mungkin tidak tahu bahwa mereka telah jatuh ke dalam perangkap.

Misalnya saja dia sendiri.

Jika mengingat peristiwa masa lalu yang tak tertahankan itu, Teguh benar-benar merasa bahwa dia adalah anak keterbelakangan mental kalau sudah berada di hadapan Baim.

Hei!

Siapa yang pernah bilang Baim memiliki IQ sangat tinggi, yang membuat siapapun bisa merasa malu?!

Dian memandang Teguh dengan curiga untuk beberapa saat, dan merasa apa yang dikatakan Teguh itu masuk akal. Dia merasa pasti ada masalah dalam perjanjian ini. Oleh karena itu, dia tidak boleh sembarangan dalam mengambil keputusan, maupun menandatangi perjanjian itu tanpa mengetahui apa saja yang tercantum di dalamnya.

"Tidak bisakah kita menandatangani perjanjian dengan aksara biasa?" Dian menatap Baim, dengan sorot penuh harap di matanya.

Bukankah para pahlawan dalam novel selalu memakan mentah-mentah permintaan seperti itu? Jadi dia hanya perlu berpura-pura menjadi menyedihkan. Mungkin Baim setuju ketika dia terpancing.

Bagaimana?

Semua cerita dalam dongeng itu menipu, dan Baim sama sekali tidak berniat untuk berkompromi.

"Bukan tidak mungkin untuk menandatangani dengan huruf biasa. Tapi prasyaratnya adalah kita memiliki akta nikah lokal. Atau Anda ingin menikah lagi dan mendapatkan akta lagi? Tapi dari sudut pandang internasional, ini seharusnya kejahatan bigami."

Baim serius. Penjelasan itu membuat Dian terdiam.

Setelah berbicara lama, hanya ada satu poin.

Artinya, mustahil jika dia meminta perjanjian nikah versi biasa!

Teguh tidak senang menonton pertunjukan itu. Sebagai teman lama Baim. Teguh merasa alasan mengapa mereka berdua bisa menikah pasti bukan yang dimaksud Dian. Pasti ada alasan lain, dan alasan itu bukan alasan yang bisa terbilang baik.

Namun, dia agak penasaran. Lagipula Baim yang tidak pernah dekat dengan perempuan, memilih Dian yang memiliki reputasi buruk di lingkaran keluarga terpandang. Belum lagi dia juga diusir dari keluarganya.

Mungkinkah Baim tiba-tiba ingin melakukan sesuatu yang baik?

Tidak!

Tentu tidak!

Teguh sangat mengenal Baim. Baim tidak pernah menjadi orang yang baik hati. Jika seseorang masih memiliki tubuh yang utuh setelah berhadapan dengannya, bisa dibilang Baim sudah bersikap sangat baik.

Jadi ... apa alasannya?

"Jika kau khawatir dengan apa yang diucapkan Teguh, kau bisa mencari penerjemah bahasa Latin sendiri."

Baim dengan ramah menasihati Dian, dan mata Dian berbinar.

Benar juga! Kata-kata Baim memberikan beberapa ide, dan dia bisa menemui seorang ahli bahasa Latin untuk menerjemahkan untuknya.

Kemudian cari pengacara profesional untuk melihat apakah ada celah dalam perjanjian pernikahan, atau di poin-poin yang tidak disadarinya.

"Oke. Perjanjian ini mungkin ditandatangani beberapa hari kemudian."

Butuh waktu untuk menemukan penerjemah, menerjemahkan perjanjian, dan menemukan pengacara.

Bagaimanapun, mereka sudah menikah, dan proses itu tidak kurang dari satu atau dua hari.

Teguh melirik Baim. Dia selalu merasa bahwa Baim tidak bisa melakukannya.

Dia bisa melihat bahwa Dian jelas-jelas tertipu dalam pernikahan oleh Baim-seekor rubah berusia sepuluh ribu tahun. Karena ini adalah pernikahan palsu, bagaimana mungkin perjanjian pernikahan ini baik-baik saja.

Apalagi, kesepakatan ini didiktekan oleh Baim dan dia menyusunnya. Pasal-pasal yang tidak setara di dalamnya berlimpah, dan hampir membunuh Dian.

Temperamen Baim si Raja Neraka pasti tidak akan membuat Dian tahu apa yang tertulis dalam perjanjian ini.

"Oke. Terserah kau saja." Baim menanggapi dengan sangat gembira, dan tidak mendesak Dian untuk menandatangani perjanjian.

Hal ini membuat Dian sedikit lebih lega. Jika ada masalah dengan perjanjian itu, Baim seharusnya sangat ingin memintanya untuk menandatanganinya.

Oleh karena itu, masalah perjanjian bisa diselesaikan dengan cara ini.

Teguh berdiri dan memandang Dian, lalu berganti menatap Baim. Nada bicaranya terdengar bosan, "Tunggu dulu, lalu apa yang sebaiknya kulakukan? Aku benar-benar berpikir sudah waktunya pengacara sepertiku dihargai lebih!"

Dia juga memikirkan hal ini. Teguh menyerang Baim tanpa ragu. Dia sudah siap melihat uang akan segera diserahkan, tapi Dian menunda lagi.

Dian mengangkat bahu dan berkata dengan sangat dingin, "Semua itu tidak ada hubungannya denganku, dan aku tidak mencarimu lagi."

Menurut Dian, orang-orang yang ditemukan Baim biasanya tidak bisa diandalkan. Misalnya petugas Biro Urusan Sipil, atau Direktur Sugeng yang memindahkan pencatatan rumah tangganya.

Melihat Teguh sekarang, Dian secara alami mengklasifikan Teguh berada di kubu yang sama seperti Direktur Sugeng.

"Di mana kamarku?" Dian menoleh untuk melihat Baim, tidak lagi memperhatikan Teguh yang tertegun.

"Lantai dua, sebelah ruang kerjamu."

Baim menjawab dengan sangat sederhana. Dian mengangguk dan langsung naik ke atas untuk istirahat.

Bagaimanapun juga, dia nanti harus pergi ke dua jamuan makan malam, dan kesehatannya agak lemah sekarang. Meskipun disuntik selama di rumah sakit, dia juga minum obat. Namun setelah seharian kesana-kemari, Dian masih sedikit lelah.

Ketika Dian naik ke atas, Teguh bereaksi dan dia hampir tidak berdiri.

"Tunggu dulu, bukannya rumahmu hanya memiliki satu kamar tidur di lantai dua?"

Teguh terkejut. Baim memiliki kebiasaan suka bersih dan tidak pernah mengizinkan orang masuk ke kamarnya.

Bahkan Teguh pun tidak demikian. Oleh karena itu, Teguh tidak pernah memasuki kamar Baim dan mengetahui seberapa bersih ruangan itu.

Lalu barusan, apa yang tadi dia dengar?

Baim benar-benar membiarkan Dian memasuki kamarnya!

Fakta itu lebih mengejutkan dari krisis ekonomi global. Teguh benar-benar tidak bisa memahami Baim.

"Tuan Baim, apa yang kau rencanakan?"

Dian tidak ada di sini sekarang. Oleh karena itu, Teguh bertanya langsung.

Baim mengalihkan pandangannya untuk melihat ke lantai dua, dan menatap Teguh dengan dalam.

Nächstes Kapitel