webnovel

Dua Pilihan

Pimpinan Rizal melirik Oscar, "Kami tidak memaksa membangunkannya, dan membiarkannya pergi sendiri. Akan lebih baik bagi pria ini untuk tidak mengganggu Rumah Sakit C milik kami."

Jika bukan karena Oscar tidak terlihat seperti Joko-yang sangat berantakan, Pimpinan Rizal tidak akan peduli dengan wajah Oscar.

"Bawa orang ini pergi!" Pimpinan Rizal memberi perintah, dan dua penjaga keamanan membawa Rara yang berpura-pura tidak sadarkan diri dan berjalan keluar. Oscar ingin mencegahnya, tetapi dihentikan oleh penjaga keamanan lainnya.

"Tunggu."

Suara bernada malas itu memberi firasat yang tidak menyenangkan.

Semua orang berhenti dan memandang Baim secara bergantian, dan Pimpinan Rizal menunggu instruksi.

"Kapan rumah sakit kita bersikap begitu sopan kepada orang-orang yang ada di daftar hitam, bahkan sampai menghabiskan energi dua karyawan demi mengurusi orang yang tidak berguna."

Suara dingin Baim membuat siapapun tidak bisa berkomentar apapun.

"Lalu… apa maksudmu?" Pimpinan Rizal tidak dapat memahami pikiran Baim, jadi dia harus bertanya di bawah tekanan yang mengarah padanya.

"Kuberi dua pilihan. Entah dia bangun dan keluar sendiri sekarang, atau ... hehe, seharusnya ada tempat tidur kosong di kamar mayat rumah sakit kita. Aku tidak keberatan memberi tempat untuknya."

Boom!

Ketika semua orang mendengar kata-kata Baim, seolah-olah mereka disambar petir. Beberapa orang bahkan tanpa sadar sampai menelan ludah. Mereka diam-diam merasa senang karena tidak menyinggung pria ini sekarang.

Nada bicara yang tak terbantahkan itu membuat semua orang tidak meragukan tingkat keseriusan dari kata-katanya. Mereka tidak boleh mengabaikannya.

Dengan kata lain, jika Rara tidak bangun dan berjalan sendiri saat ini, kedua penjaga keamanan hanya dapat mengirimnya ke kamar mayat untuk malam itu. Tidak ada pilihan lain bagi mereka, maupun bagi Rara dan keluarganya.

Dian memandang Baim dengan heran, dan menarik nafas. Pria ini sangat buruk, dan cara dia menangani berbagai hal itu dilakukan secara sederhana dan kasar, dan sama sekali tidak memikirkan reputasinya.

Perlakuan itu memang sesuai untuk Joko, dan terlebih lagi untuk Rara.

Emi telah memberitahu Oscar kalau Rara tidak sadarkan diri dan sangat lemah. Dan Baim bersikeras memaksa Rara di depan Oscar, agar Rara bangun dan menampar wajahnya sendiri!

Astaga!

Kejam! Benar-benar kejam!

Semua orang menahan nafas, dan setelah melihat Baim, tanpa sadar tubuh mereka menggigil. Mereka menoleh ke arah Rara yang sedang diangkat oleh penjaga keamanan dan memejamkan matanya rapat.

Mereka tidak menyadarinya sebelumnya, tetapi sekarang setelah mereka melihat lebih dekat, bulu mata Rara berkedip, mulutnya tertutup rapat, nafasnya tidak teratur, dan bahkan jari-jarinya terus bergerak.

Orang yang cerdas bisa segera menyadarinya. Pemimpin Rizal benar. Rara ini hanya berpura-pura pusing. Dia hanya berakting demi mendapatkan perhatian dari calon suaminya.

Untuk sesaat, bahkan jarum yang jatuh ke tanah dapat terdengar jelas di koridor. Hening. Suasana di sana sunyi senyap.

Satu detik, dua detik, dan tiga detik berlalu, Rara masih tidak bergerak. Tapi dua penjaga keamanan yang menggendongnya bisa merasakan Rara gemetaran. Tidak ada yang tahu apa itu dikarenakan marah atau takut.

Oscar akhirnya tidak tahan lagi. Dia tidak berbicara langsung dengan Baim, tetapi melihat ke arah Dian, "Dian, dia mengancam adikmu. Apa kau benar-benar menginginkan ini?"

Apa ini benar-benar akan terjadi?

Hati Dian seakan tertusuk jarum. Ternyata di mata Oscar, dia adalah Kakak yang jahat!

Haha! Itulah pria yang dia cintai dan tunggu selama bertahun-tahun!

"Kau juga tahu kalau dia berpura-pura pusing, kan?" Dian menatap Oscar dengan tak acuh, tanpa sedikit pun emosi terdengar di nada bicaranya.

Oscar tidak berbicara, ekspresinya mengatakan segalanya. Dia tahu, atau lebih tepatnya, dia telah melihatnya.

Bahkan meskipun bisa melihatnya, dia masih bersedia mempertahankan martabat kecil itu untuk Rara.

Jadi ... bagaimana dengan martabatnya? Siapa yang melindungi martabatnya ketika dia dihina?

"Dian ... Jangan seperti ini. Sebelumnya, kau tidak seperti ini." Mata Oscar penuh dengan sorot kesusahan. Dian tidak bisa lagi membedakan mengapa Oscar terlihat seperti itu. Apa karena dia, atau Rara.

Namun, Dian tidak ingin lagi membedakan dengan jelas.

Dian menarik nafas dalam-dalam, dan ketika dia mendongak untuk melihat Oscar lagi, tatapan matanya menjadi dingin.

"Kudengar seorang wanita yang bunuh diri dengan melompat dari gedung baru saja meninggal kemarin. Otak, darah, dan dagingnya hancur. Seharusnya tubuhnya masih di kamar mayat saat ini. Kudengar wanita yang bunuh diri paling takut akan kesepian. Seseorang akan menemaninya. Dia seharusnya sangat bahagia."

Baim berdiri di samping Dian. Pada saat itu, sudut bibirnya sedikit naik.

Wanita kecil ini akhirnya tahu cara untuk melawan.

Benar saja, setelah mendengar kata-kata Dian, tubuh Rara bergetar lagi. Bulu matanya bergetar hebat, dan nafasnya menjadi jauh lebih keras.

Baim bahkan memberikan pukulan terakhir, "Letakkan saja wanita ini di samping mayat wanita yang melompat dari gedung, dan jangan lupa untuk mengunci pintunya ketika kalian keluar."

"Kudengar ada pencuri organ baru-baru ini."

"Ah! Aku tidak ingin berdebat lagi! Biarkan mayat perempuan itu tetap di sana! Aku tidak menginginkannya! "

Akhirnya, Rara tidak tahan lagi. Dia sudah menggigit lidahnya dan berencana untuk masuk ke kamar mayat, lalu menyelinap keluar. Tapi ternyata, Baim bermaksud memblokir jalur pintu keluarnya.

Ketika memikirkan otak pecah, serta mayat berdarah tergeletak di sampingnya, Rara tidak bisa menahannya lagi.

Dian memandang Rara dengan dingin, dan mencibir, "Mengapa? Sudah selesai berpura-pura?"

"Kau!" Rara hanya ingin melakukan menyerang balik, tetapi tiba-tiba menyadari bahwa Oscar ada di ssana. Dia segera berpura-pura menjadi lemah di sebelah Oscar. "Kak Oscar, aku merasa sangat tidak nyaman. Perutku sakit."

Karena mengira Rara baru saja keguguran-dia bahkan tidak tahu bahwa perutnya sakit sekarang, Oscar memapah Rara, dan Rara berbaring lemah di pelukan Oscar.

Bersembunyi di pelukan Oscar, Rara melihat ke arah Dian, matanya penuh dengan provokasi.

Huh!

Memangnya kenapa jika dia berpura-pura? Oscar sedang memeluknya saat ini, bukan Dian!

"Kuberi waktu 30 detik untuk menghilang dari depan mataku. Jika tidak, kalian semua akan menemani mayat perempuan itu untuk sementara waktu." Baim mengangkat tangannya dan melirik jam tangan. Sama sekali tidak menunjukkan emosi yang berlebihan di nada bicaranya.

Oscar melihat lebih dalam pada Baim. Dia tidak mengetahui siapa identitas Baim, tapi menilai dari kemampuan dan aura Baim hari ini, dia belum bisa menjadi lawan Baim.

Kapan Dian mengenal pria seperti itu? Mengapa tidak ada informasi yang dia dapatkan selama bertahun-tahun?

Meskipun ada banyak rasa enggan dan pertanyaan yang terpendam, tetapi saat ini dia tidak ingin diusir secara tidak terhormat seperti Joko, jadi dia mengajak Rara dan melangkah keluar.

Rara menoleh untuk melihat Dian di belakangnya, menyeringai dan tersenyum sangat bangga.

Dian menegakkan tubuhnya dan berkata pada dirinya sendiri untuk tidak menundukkan. Bahkan jika dia adalah orang yang dikalahkan dalam urusan cinta, dia pasti tidak akan membiarkan Rara melihatnya putus asa.

Semua orang diusir, kecuali Pimpinan Rizal yang tetap tinggal. Semua orang pergi membubarkan diri dengan keinginan masing-masing.

"Tuan, aku siap menerima sanksinya."

Dian berkedip. Dia sudah melihat sendiri kalau Baim memiliki hubungan dengan Rumah Sakit C ini.

"Kau, berhentilah."

Singkatnya, Baim memecat Pak Rizal.

Kemudian Baim berbalik dan menghadap Dian.

Nächstes Kapitel