webnovel

41. Who are you?

Yerin selalu memuja indahnya semesta. Menilik betapa sang pencipta begitu agung menyuguhkan tiap keindahan duniawi disetiap inchi sepasang obsidiannya membingkai. Ini baru musim hujan, dan sekarang pun sudah gerimis saja. Langit menggelap menandakan bahwa cakrawala sedang murung. Mungkin.

Masih berusaha mengembalikan kesadarannya. Ternyata tidur selama perjalanan jauh cukup membuat punggungnya pegal. Cicit burung kecil terdengar begitu nyaring didalam kepala. Untuk nama burung itu sendiri, Yerin sungguhan tidak tahu, dan dia juga tidak terlalu peduli. Beberapa bulir hujan mulai membesar, memberi tahu para petani bahwa sekarang bukan lagi gerimis tapi hujannya sudah mulai melebat. Yerin kira hari ini tidak akan ada hujan turun, namun selalu kembali pada kenyataan. Kenyataan bahwa Yerin tidak pernah berhasil menerka apapun. Hanya sekedar menebak cuaca saja, pun dia gagal. Semesta terlalu bertele-tele menyusun garis hidupnya, pikirnya.

Yerin menilik arloji di pergelangan lengan kirinya. Jam tangan dengan rantai pasir dengan simbol CK sebagai merk nya. Bukan jam mahal, hanya saja ini jam branded hadiah dari neneknya. Berwarna silver dengan tulisan dibalik bulatan angkanya adalah 'Calvin Klein'.

Setelahnya, Yerin menggumam lelah, menyemburkan nafas panjang, sembari mengusak kedua kelopaknya. Baru jam 5 sore. Rupanya perjalanan panjang selama 3 jam dari Abel Red, lalu keluar dari perbatasan Seoul, kemudian lanjut ke tempatnya sekarang masih duduk menatap keluar jendela yang tidak terbuka. Yerin sempat tertidur di jalan. Yerin tidak bisa mengalahkan rasa kantuknya karena dia benar-benar kurang tidur semalam. Dia sungguhan tidak menyangka saat dia bangun, pemandangan di sekelilingnya telah berubah. Sebuah pertokoan, dengan beberapa pohon sakura besar yang rantingnya telah basah diguyur sang dewa air.

Kelopak matanya kembali mengerjap beberapa kali, berusaha mengenali tempat yang sepertinya tidak asing baginya. Pun sekarang Yerin sudah menekan tombol dibawah pintu mobil untuk sedikit menurunkan kaca tebalnya.

Seketika Yerin memekik kagum. Benarkah? Sekarang dia sudah disana? Jalanan yang membentang luas namun tetap penuh sesak oleh mobil yang semakin berseliweran. Ditambah rapatnya hujan, yang semakin mengaburkan daya pandang untuk menangkap objek lebih jauh. Namun yang Yerin tangkap dengan rungunya adalah; logat bicara yang sangat dia rindukan. Busan.

Busan? Oh apakah sudah sampai?

"Noona... Ayo turun... Sudah sampai." ucap Jungkook sambil tangannya sibuk melepaskan seatbelt nya. Membenarkam kerah kemejanya yang bahkan tidak berantakan sedikit pun.

'Oh ayolah Jungkook, jangan terus-terusan membuat Yerin sesak nafas hanya karena kau membenarkan kerah kemejamu dan menyugar rambutmu ke belakang!'

"J-Jung..."

"Ehm?"

Sungguhan Yerin tidak tahu harus mengatakan apa lagi pada Jungkook. Jungkook tidak berbohong, dan dia sungguhan membawanya ke Busan, lalu--Oh kedai corn dog itu?

Detik detik berikutnya Yerin hanya sedang berusaha mengenali semuanya. Bukan perkara Busan Tower yang Jungkook janjikan dulu, bukan pula perkara akan indahnya kota Busan saat dirinya berada dibalik jendela kaca di ujung menara di malam hari nanti. Bukan itu semua. Namun, kedai corndog dan jalanan basah yang langsung mengarah pada sebuah mansion besar yang tidaklah asing bagi Yerin.

Mansion Kim yang telah lama terbengkalai. Bagian depannya nampak rumput liar yang menyatu pada gerbangnya. Cat tembok yang sudah terlalu usang disebut rumah. Akan lebih tepat jika itu disebut musium. Tapi untuk musium saja, itu terlalu kuno dan kotor, dan sekali lagi; sangat usang.

Iya. Yerin seperti ditarik kembali ke masa lalu. Dirumah besar itu dirinya pernah tertawa riang bersama sang ibu dan seluruh keluarga besarnya. Ibu, ayah, kakek, nenek, paman dan bibinya. Juga paman Choi yang selalu menyempatkan bermain saat mengetahui keluarga besar itu sedang berkumpul di Busan.

Kelopak Yerin seketika penuh, pandangannya kabur dan tiba-tiba sungai-sungai kecil mulai tercipta di pipi kanannya dan sudut mata kirinya. Kata ayahnya dulu, jika menangis dan air mata yang turun pertama kali adalah dari mata kanan, maka itu berarti air mata bahagia. Dan jika yang pertama kali turun adalah dari mata kiri, itu berarti kesedihan. Lalu, bagaimana jika nyatanya air mata Yerin turun dari dua kelopak secara bersamaan? Apakah jadi sebuah kebahagiaan dan kesedihan secara bersamaan?

Tangan Yerin mulai gemetar, wajahnya tetap mendongak, sementara obsidiannya gencar menatap nyalang ke arah rumah besar itu. Jemari kanannya mulai meremat bajunya sendiri, coat kotak-kotak yang dipakainya pun kini mulai basah dibagian dadanya, karena deras air matanya yang tidak bisa dia tahan lebih lama lagi.

Semua hal yang terjadi hari ini cukup menyesakkan baginya. Yerin seperti di hantamkan pada masa lalu dan getir pahitnya duka kala itu menjadi peraduan yang sempurna. Yerin membenci masa kelamnya, pun sekarang dia seperti merasakan sesak yang sama di rongga dadanya seperti waktu itu. Seperti peristiwa yang terulang, walau kenyataannya Yerin hanya sedang mengingatnya.

Sedangkan disisi sampingnya, Jungkook masih setia hanya memperhatikan, Yerin memanggilnya dan sekarang malah dirinya yang diabaikan. Jungkook tersenyum kala melihat Yerin bisa menumpahkan semua air matanya yang dipendam selama ini. Ada rasa lega saat Yerin masih memiliki keberanian untuk menangis didepannya. Menumpahkan segalanya melalui air matanya. Mengingat dengan paksa apa-apa pun yang pernah terjadi dalam hidupnya. Jungkook sengaja. Ini mungkin akan sedikit membuat dirinya terkesan antagonis sekali karena membuka luka lama seseorang dengan sengaja, namun Jungkook punya keyakinan bahwa semua yang dilakukannya ini mungkin saja bisa membuka pikiran Yerin dan mengembalikan keceriaannya seperti dahulu kala.

Melihat Yerin mulai menunduk, Jungkook langsung sigap mendekat. Memeluknya dengan kelembutan dua lengannya yang mendekap begitu erat. Menyalurkan ketenangan pada setiap embusan nafasnya yang menderu dari penghidu nya. Pun dua detik setelahnya, giliran Jungkook yang juga merasa sesak karena Yerin yang memeluknya kelewat erat. Isakan pilu mulai terdengar meraung-raung melolos dari bilah bibir Yerin dan langsung gencar menusuk gendang telinga Jungkook. Seperti belati yang mengoyak habis hingga ke rongga terdalam.

"Appa..."

"Iya. Iyaa... Keluarkan semuanya. Tidak apa-apa menangis. Aku hanya ingin semua beban itu terlepas dari dalam dadamu noona. Aku tahu ini menyesakkan. Tapi percayalah padaku bahwa semua akan baik-baik saja."

Jungkook berisik sekali, namun hanya batinnya yang mengoceh. Sedangkan mulutnya masih mengatup sembari sesekali mendesis kala jemarinya menyisir halus pada surai legam Yerin yang berantakan karena beberapa kali sempat mengusak kedalam jaketnya. Mengais aroma Jungkook yang nyatanya mampu menenangkannya hingga ketenangan terdalam yang nyatanya sedang Yerin butuhkan dengan sangat.

"Sudah ya... Semuanya akan baik-baik saja. Noona...  Aku akan selalu bersama noona..."

Giliran Jungkook yang merasakan panas sesak di tenggorokannya. Rasanya seperti ada besi panas yang menancap tepat di pangkal telaknya. Sungguh seperih ini menahan isakan. Membiarkannya terpendam tanpa pelepasan. Air mata Jungkook hanya menggenang tanpa boleh terjatuh. Setidaknya Jungkook tidak boleh sampai menangis dan Yerin nya melihatnya. Memalukan saat seorang yang dianggap perisai malah menjadi lemah bersamaan.

Hening sejenak. Yerin telah berhasil menghentikan isak pilunya, beringsut menarik diri dari tubuh Jungkook dan kembali duduk bersandar dengan gelisah dipunggung kursi empuk itu. Matanya terpejam berusaha memenangkan ingatannya. Sengaja sekali satu lengannya menutupi sebagian dahinya dan kedua kelopaknya. Sedangkan lengan satunya tetap terhempas lemas diatas pahanya dengan pergerakan jarinya yang terlihat gelisah.

Tidak ada kejelasan yang bersarang didalam isi kepala Yerin. Segalanya semu, kecuali masa lalunya yang seperti terpatri jelas di ingatannya. Susah payah dia berusaha melupakan semuanya, namun entah kenapa setiap kali dia berusaha melupakan, dia malah semakin teringat dan pilihan terakhirnya adalah mengisak sendiri di atas kasurnya sembari memeluk lututnya sendiri. Dan sekarang Jungkook malah membuka gerbang itu. Gerbang yang dengan susah payah dia gembok, kini hancur tak berbekas. Jungkook membuka luka lamanya, bahkan luka yang tak pernah kering meski sang waktu telah berlalu begitu jauh.

Nyatanya Abel Red selalu abu-abu baginya. Seperti hidupnya sudah jadi layaknya pion dan ratu secara bersamaan. Berperang di garda terdepan layaknya pion kecil, namun tetap harus terlindungi layaknya seorang ratu.

Sulit. Jujur, semuanya terasa terlalu sulit bagi Kim Yerin. Dan sekarang, kekuatannya bukan lagi pada dirinya, melainkan pada seseorang yang mempercayai bahwa semuanya akan baik-baik saja. Yaitu pria yang sekarang sudah kembali duduk diam dibalik setir kemudinya sembari masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Jungkook lah satu-satunya orang setelah neneknya yang mempercayai Yerin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mereka percaya Yerin bisa melewatinya. Peperangan dengan dirinya sendiri lalu menuntut mengais perlindungan dari orang lain yang dikatakan sebagai perisai baginya.

Dari sana pun sudah sangat aneh. Dirinya di lindungi namun juga di korbankan.

Disisi lain, Jungkook yang masih tidak habis pikir, peliknya asal usul dirinya yang menuntut segera terpecahkan. Ayahnya sungguh tidak ingin buka mulut sama sekali meskipun Jungkook tak kurang usaha membujuk sang ayah untuk menceritakan lebih detail tentang semuanya. Tentang akta yang hilang, serta desas desus tetangga yang menyatakan bahwa dirinya adalah anak yang sengaja di asingkan. Nyatanya, sekuat apapun ayahnya berusaha menutup telinga Jungkook dari bisikan dan dengungan dari tetangga-tetangganya. Jungkook masih bisa mendengar karena sungguhan Jungkook telinganya masih sangat normal. Namun selalu saja, dan selalu selalu setiap saat Jungkookbertanya, jawabannya akan tetap sama, bahwa Choi Jungkook adalah anaknya. Sudah titik dan tidak ada lanjutan lagi selain senyuman.

"Jung... Apa semuanya akan baik-baik saja?"

Sejemang Yerin mencari kepastian dari mulut lainnya. Walaupun dirinya sudah tahu jawaban pastinya bahwa; tidak ada yang akan baik-baik saja. Namun dia juga butuh jawaban itu dari Jungkook, atau setidaknya kalau bukan perkara tentang semua masa lalunya, dia ingin tahu tentang kejelasan dari tujuan Jungkook yang sebenarnya mrmbawa dirinya ke Busan. Jrlas semuanya terasa aneh dan ganjil.

Dari mana Jungkook tahu seluk beluk semua masa lalunya? Apakah nenek menceritakan hingga sedetail itu?

Belum sempat Jungkook menyahut karena dia baru saja sempat menoleh kearah sumber suara. Namun kembali lagi Yerin mengajukan pertanyaan yang sontak saja langsung membuat Jungkook tersedak salivanya sendiri. Sial!

"Siapa kau sebenarnya, Choi Jungkook?"

[]

Nächstes Kapitel