webnovel

8. Stay!

Sungguhan sekarang aku hanya ingin mengumpati Jungkook dengan sebutan apapun itu. Bahkan kalau perlu aku bisa saja mengabsen satu persatu penghuni kebun binatang Seoul tanpa tersisa satupun. Tapi mana bisa, aku saja masih kelimpungan sendiri menangani ketakutanku sekarang. Aku bahkan tidak berani membuka mata sesaat setelah Jungkook membuka pintu dan diikuti seorang dokter pria dan dua orang perawat dibelakangnya.

Sekilas aku bisa mengenali wajah dokter itu. Tampan iya, seperti aktor yang sering kulihat didalam laptopku. Baiklah, boleh ku ketahui namanya? Boleh ya...

'Hei Kim Yerin! Bagaimana bisa kau ingin berkenalan dengannya sedangkan kau saja takut melihatnya?!'

Oh ya benar. Bagaimana bisa aku berkenalan dengan dokter itu sedangkan bertemu orang lain saja itu adalah hal terberat dalam hidupku. Dan ya mungkinkah dokter itu sekarang mengira bahwa Jungkook itu kekasihku? Aish! Ini akan menambah taraf mustahil aku bisa berkenalan dengan dokter itu.

"Nona. Bukalah matamu. Kau boleh pulang sekarang."

Mendengar suaranya yang--arggh! manly, aku segera mengerti bahwa sepertinya dokter itu berbicara padaku, namun tentu saja aku tak langsung menoleh padanya. Jangankan menoleh, membuka mata pun tidak sama sekali. Memang sedari tadi dalam benakku selalu menggebu ingin memiliki relasi seperti orang-orang hidup pada umumnya, tapi sepertinya ini akan sangat sulit untukku,mengingat hanya untuk menerima kehadiran satu orang seperti Jungkook saja, aku harus melewatkan 6 tahun dengan 15 deretan pria yang kutolak mentah-mentah.

Dan sekarang, aku tidak tahu yang terjadi diantara semuanya, karena walaupun kita semua didalam ruangan yang sama, aku sama sekali tidak membuka mataku. Peduli setan berkali-kali Jungkook membisikkan kalimat untukku membuka mata saat dokter itu memintanya. Tapi, sama sekali aku tidak menghiraukannya. Didalam isi kepalaku saat ini hanyalah, 'Ayolah aku hanya ingin pulang dan meringkuk diatas ranjang sambil membaca buku harry potter san secangkir teh herbal. Aku tidak ingin semua ini! Dunia universitas? Aish! Belum genap sehari saja aku sudah pingsan, bayangkan saja 5 hari dalam satu minggu, mungkin aku akan mati berdiri.

"Baiklah tidak apa-apa, em siapa aku harus memanggilmu?"

"Jungkook. Panggil saja Jungkook."

"Iya. Tidak apa-apa untuk pasien ini, Jungkook. Dia hanya terkena serangan kepanikan saja, tapi dia baik-baik saja. Dan oh iya, sepertinya dia memiliki trauma tentang sesuatu? Apa benar begitu?"

"Ah...Emm...Iya, sepertinya begitu." suara Jungkook terdengar ragu.

Batinku, ah jelas saja, dia baru bersamaku belum genap 24 jam. Dan pastinya nenek belum sempat menceritakan banyak hal tentangku padanya. Hanya yang dia tahu, dia hanya menerima perintah dari nenek untuk menjadi temanku. Begitulah.

"Dia bukan kekasihmu?"

Sedikit aku terkesiap hampir saja aku membuka mataku, melebarkan kelopakku untuk pertanyaan gila yang sudah menjadi pradugaku kepada dokter itu. Sempat tercipta keheningan diantara Jungkook dan sang dokter, sepertinya Jungkook sedikit berpikir akan menjawabnya. Tapi ini cukup membuatku sangat penasaran. Sebenarnya Jungkook itu seperti apa si? Pria yang jujur atau pria brengsek? Eh jangan sebut dia brengsek, bahkan dia masih terlalu imut untuk memegang sebotol soju.

"Dia Noona ku."

Iya. Ternyata aku tidaklah boleh berekspektasi terlalu tinggi terhadap sesuatu. Dan Jungkook telah menunjukkannya secara terang-terangan padaku. Memang benar, dia mengatakan hal yang benar, aku bukan kekasihnya dan aku adalah gadis yang dipanggil 'noona' olehnya. Jadi, ya dia memang tidak salah, tapi ya... cukup membuatku hampir saja mengumpat lagi.

"Baiklah, jaga noona mu, Jungkook-ssi. Sepertinya ini akan menjadi sering terjadi jika dia mendapat banyak tekanan. Jangan membuatnya banyak pikiran, akan lebih baik jika kau selalu bersamanya, setidaknya dia akan merasa terlindungi memiliki adik sepertimu."

Pada akhirnya aku hanya bisa ikut mendengarkan apa yang dokter itu katakan. Ikut mengangguk sedikit walau aku tahu mungkin dua orang itu akan menertawakan kelakuanku sekarang. Biarlah, aku hanya sedang berusaha sebisaku untuk membuat diriku baik-baik saja sekarang. Tapi ya sudahlah, aku memanglah gadis aneh, jadi tidak usah dibahas.

"Nona... Siapa ini...Ah Kim Yerin, aku tahu kau mendengarku, jadi sekarang kau sudah boleh pulang. Hati-hati dijalan dan oh iya, adikmu ini sangat manis."

Aku bisa mendengar dokter itu menyebutkan namaku, berarti dia sedang berusaha berbicara denganku. Tapi ya aku tidak bisa melakukan apapun selain mengabaikannya. Lucu sekali, disatu sisi aku menginginkan lebih dekat dengannya, tapi dilain sisi aku tidak bisa melakukan apapun. Sudah jangan dibahas, tapi fokuslah pada saat dokter itu mengatakan 'adikmu ini sangat manis'.

Hem. Aku juga mengakuinya, bahkan tanpa dokter itu mengatakan padaku pun aku sudah mengakui bahwa Jungkook itu manis sekali, tapi kadang-kadang juga menyebalkan seperti tadi pagi. Saat dia benar-benar diam saja tanpa bicara apapun hanya karena aku mengatakan 'jadilah teman yang profesional'. Penurut yang terlalu penurut. Ah, aku jadi ingin sekali memanggilnya adik manis kalo seperti ini caranya.

~~~

10 menit berlalu dengan aku tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Didalam mobil yang tidak pengap sama sekali, tapi cukup membuatku susah payah hanya untuk bernafas. Tentu saja bukan dari kontra indikasi infus yang baru saja tercabut dari arteriku, tapi ini lebih kepada perkara presensi Jungkook yang sepertinya tidak aman bagiku dan jantungku, terlebih isi kepalaku.

Entahlah sekarang Jungkook akan membawaku kemana. Ke gedung universitas atau pulang ke rumah seperti yang semenjak pagi tadi kadi impianku. Keinginanku sebenarnya sederhana; aku hanya ingin menjalani kehidupanku seperti sebelumnya. Tapi dimata orang lain ini bukan permintaan sederhana, melainkan sebuah permintaan yang jika dituruti akan jadi sebuah masalah besar, kata nenek begitu.

Sesekali aku melirik kearah Jungkook, mencuri-curi kesempatan untuk membingkai sisi samping wajahnya yang whoa. Hidungnya yang bangir itu, dipadukan dengan puppy eyes yang sangat imut, serta rahang tegas yang sempurna dengan 130 derajat. Bagaimana perpaduan itu semua mampu memberikan kesan badas serta imut secara bersamaan pada paras Jungkook. Belum lagi urat hijau yang timbul dipunggung tangannya yang seputih susu. Daebak! Apakah Tuhan sedang dalam mood yang baik saat menciptakan manusia disampingku ini? Sungguh dia terlalu sempurna jika kusebut manusia.

'Kau memuji orang lain, Kim Yerin?'

Ah iya. Apa aku baru saja memujinya? Berlebihan! Tentu saja tidak! Aku hanya sedang mengaguminya--ah maksudku mengagumi semesta yang menciptakannya. Baiklah sekarang aku akui, aku mengaguminya. Sungguh, ini kali pertama untukku memuji orang lain, dan terlebih itu seorang pria.

'Pria katamu?! Dia bahkan lebih muda darimu, nona Kim yang sangat cantik!'

Ah iya juga, bagaimana mungkin aku bisa lupa fakta itu, dia lebih muda dariku. Dia bocah dan juga dia memanggilku 'noona'. Ah, kenapa aku jadi senang mendengar panggilan itu ya. Sudahlah. Kurasa aku hampir gila sehari bersama dengan bocah manis ini.

"Jung... Bisa kau ceritakan apa yang terjadi padaku?" celetukku membuat Jungkook menoleh kearahku. Sekilas namun aku jadi bisa melihat dengan penuh wajahnya, bukan hanya sisi samping seperti tadi. Hanya sekilas saja Jungkook menoleh, kemudian dia kembali fokus ke jalan yang sedang kami lalui. Cukup mengesankan sesaat karena dia kemudian tersenyum simpul.

"Dari awal?" Jungkook meminta penjelasan. Dengan pemandangan tangan besarnya yang meremat bundaran setir saja membuatku berpikiran yang tidak-tidak.

Oh. Berhentilah Kim Yerin. Kau harus bisa mengalahkan dunia dulu baru kau bisa mencoba menyelami Jungkook! Dan ya, apakah sekarang penting sekali aku memintanya menceritakan kejadian pagi tadi dari awal? Hem. Tapi sepertinya ini penting, karena tanpa sadar aku menilik arlojiku, jam 3 sore. Selama itukah aku pingsan? 1.2.3.4.5. Ah 5 jam aku berbaring diranjang rumah sakit yang panas itu? Sungguh?

"Iya. Dari awal." sambil meremat bajuku sendiri dan mengembuskan nafas kasar. Aku memintanya menjelaskan dari awal.

"Baiklah noona. Dimulai dari... Kau bangun tidur? Yaya baiklah. Sepertinya kau mandi dan berpakaian. Lalu menuruni tangga dan mencium nenek kemudian duduk didepanku begitu angkuh. Dan iya, kau mencuri-curi pandang padaku? Aish! Jinjja? Noona, ah aku jadi malu sekarang. Oya baiklah, lalu kau menerima ponsel dariku, anehnya kau tidak tau benda itu. Yak! Bagaimana ya, kau ini calon pewaris Kim Corporation, tapi mengingat tadi pagi, aku jadi sempat mengira bahwa kau adalah manusia purba. Dan satu lagi, untuk yang kau terus-terusan menggeng--"

"Dari yang aku pingsan saja, Jungkook." potongku dengan segera.

Lama kelamaan Jungkook bisa-bisa kurang ajar ya. Bagaimana dia bisa mendeskripsikan betapa tadi pagi aku mencuri-curi pandangan dari ekor mataku hanya untuk melihat dia makan dengan lahap. Kukira dia tidak tahu, tapi ternyata dia dengan sangat jelas menjabarkannya sekarang. Oh God, bagaimana bisa sekarang pria ini menjadi temanku?

Pipiku memerah, wah, bahkan bukan hanya pipiku kurasa. Aku yakin bahwa mukaku ini telah memerah sepanjang Jungkook menceritakannya dari awal seperti yang kuminta. Namun sepertinya Jungkook bukanlah tipe murid pandai yang bisa seketika mengerti saat guru memberikan intruksi. Pun sekarang aku adalah Noona nya, harusnya dia mendengarkanku.

"Kau yang minta dari awal noona..." elak Jungkook seperti tak mau menerima teguran. Baiklah. Ternyata bayi besar ini selalu saja membuatku serasa hampir menampol pipinya dan meninju pelipisnya. Atau sekalian saja ku lemparkan kedalam rawa-rawa.

"Jung!" aku meliriknya sembari menekankan suaraku, tatapan tajam serta menuntut kepastian turut mengiringi rapalanku yang menyuarakan separuh namanya.

Aku hanya ingin mengetahui apa yang terjadi setelah pandanganku berubah menjadi pekat dan aku seperti terbang ke dunia mimpi yang begitu gelap. Sempat aku berpikir bahwa aku sudah berada dilorong menuju surga. Tapi mendadak aku mengubah pikiranku saat aku mampu melihat dua sosok pria dan wanita berjalan menjauhi pijakanku. Namun disaat aku berniat mengejarnya aku terhuyung jatuh kedepan, langkahku berat sekali, bahkan seperti menempel pada lantai yang kupijak. Entah mengapa melihat keduanya menjauh malah semakin membuatku bersyukur sudah ada dilorong ini.

"Aku serius Jungkook. Ceritakan dari saat aku pingsan saja." ucapku pada akhirnya.

Sembari aku menunggu Jungkook yang tak kunjung membuka suara, aku sempat menilik dari jendela jalanan yang sedang aku lalui, dan ya aku mengenalinya. Sebuah pertokoan bunga yang berjajar dengan toko kimbab dan milk shake. Jalan pulang. Jelas, aku jelas mengenalnya bahwa ini jalan menuju mansion nenek. Sedetik kemudian aku kembali menoleh kearah Jungkook, tapi sengaja aku tidak menanyakan apapun.

"Noona harus istirahat, aku akan mengantar noona pulang." ucapnya bahkan saat aku tak memanyakannya. Ia hanya terlihat sekilas menoleh kearahku dan langsung mengerti bahwa wajahku menyiratkan tanda tanya.

"Minggirkan mobilnya, Jungkook." ucapku tiba-tiba.

"Ada apa, noona?"

"Aku bilang, minggirkan!"

"Tapi, noona ada apa?"

"Kau menganggap aku noona mu kan? Berhenti sekarang Jung!"

"T-tap-tapi...Noona... kita belum sampai..."

"Ini yang terakhir. Minggirkan mobilnya Jungkook."

[]

Nächstes Kapitel