Kalau kalian menemukan surat ini sebelum 27 Maret, tolong telepon aku. Tolong selamatkan aku. Lalisa Jung, +82 2 xxx xxxx
***
Hari belum larut, tapi gadis berambut hitam panjang itu sudah meringkuk di dalam selimutnya. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia menangis, mungkin itu lima tahun lalu saat untuk pertama kalinya seorang pria mematahkan hatinya. Tapi hari ini semuanya terasa sangat melelahkan. Tubuhnya tidak bertenaga, tapi ia yakin kalau ia tidak sakit. Suhu tubuhnya normal, isi perutnya normal, ia tidak demam ataupun datang bulan, tapi dadanya terasa sangat sesak. Apa ini asma? Tapi dia tidak punya riwayat penyakit itu.
Semua rasa sakit itu dimulai saat hujan tiba-tiba turun dan seorang pegawai café menyarankan minuman hangat untuknya. Semuanya dimulai dari kata-kata "sekarang hujan, bagaimana kalau anda mengganti es kopi anda dengan sesuatu yang hangat? Mungkin latte?"
Hanya karena sebuah pertanyaan penuh perhatian itu, pertahanan diri seorang Lalisa Jung runtuh.
Lalisa Jung adalah si bungsu dari keluarga Jung yang cukup berada. Dua kakaknya adalah bintang besar– Jessica Jung dan Krystal Jung. Hidupnya dikelilingi kemewahan, kebahagiaan dan kasih sayang. Tapi si gadis yang kurang bersyukur ini, memilih untuk tinggal jauh dari keluarganya. Ia melarikan diri dari rumah dengan tinggal di asrama kampusnya. Tentu tanpa pertentangan, tanpa perdebatan dan tanpa masalah. Semua orang mendukung mimpinya– Lalisa Jung bersekolah di Fakultas Psikologi salah satu Universitas terbaik. Ia jadi orang pertama yang diterima di Universitas dalam angkatannya.
Alih-alih terkenal sebagai adik dari Jessica dan Krystal Jung, Lalisa Jung sudah terkenal atas kemampuannya sendiri– si gadis sempurna yang cantik dan hampir jenius. Ia punya tujuh koma lima juta pengikut di akun Instagramnya, hampir setara dengan kedua kakaknya. Sayangnya, ia hanya terkenal, ia tidak di cintai publik seperti kedua kakaknya. Ia tidak menganggu orang lain, tapi kepribadiannya terkenal buruk. Ia melakukan apapun yang ia inginkan, ia berusaha untuk mendapatkan semua keinginannya, bagaimana pun caranya. Terlalu ambisius untuk ukuran seorang gadis muda yang sudah memiliki segalanya.
Dalam rasa sesaknya hari ini, Lisa menulis sebuah pesan di kertasnya.
Aku ingin mati– tulisnya dalam kertas yang kemudian ia masukan dalam saku beberapa pakaiannya. Dengan suasana hati yang masih buruk, malam ini, di hari yang masih sama, Lalisa Jung membuang pakaian di depan sebuah toko pakaian bekas bernama Milov's Shop, di sebuah pasar loak dekat kampusnya.
"Seseorang, tolong selamatkan aku," gumam Lisa pada malam dingin itu.
***