webnovel

Para Pelayan yang Unik (3)

"Paman benar-benar jahat! Hah … chainsaw-ku! Ini semua salah pencuri itu!"

"Sudahlah … sudahlah. Tapi, aku tidak merasakan ada yang menyelinap ke dalam kediaman ini. Bagaimana orang itu bisa datang mencuri?"

Percakapan dua orang pria samar-samar tertangkap telinga Mihai ketika aroma masakan itu semakin kuat tercium. Belum sampai tepat pada sumber itu, perut Mihai sudah meraung keras untuk kesekian kalinya membuat kedua orang yang sedang berbicara itu berhenti.

"Kau dengar itu?"

"Geraman monster?"

"Siapa yang monster?!" Mihai menggeram kesal kepada dua sosok yang berbicara itu ketika ia sampai. Perutnya kembali mengeluarkan bunyi lagi.

'Mengapa semua orang di sini selalu mengataiku monster? Menyebalkan!'

"Da!" Liviu ikut marah dan menajamkan mata besarnya yang tidak mengancam sama sekali.

Kedua sosok yang sedang berbicara melalui jendela yang terbuka itu langsung terdiam. Yang satu -- berdiri di dalam ruangan – memiliki tubuh besar yang berotot, berambut pirang diikat satu membentuk buntut kuda, dan alisnya yang melengkung bercabang di bagian ujungnya. Pria itu mengenakan pakaian koki yang putih bersih. Ketika melihat Mihai, ia sedikit bingung tapi senyum lebarnya yang menampakkan gigi tetap menyilaukan mata. Lawan bicaranya – berdiri di depan jendela yang terbuka itu – memiliki rambut biru muda yang diikat satu dengan longgar. Ia mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung, rompi coklat dan celana panjang hitam yang juga digulung sebelah. Pria yang satu ini sangat familiar hingga wajah Liviu langsung membiru, penuh trauma.

"Ah! Pencuri yang tadi!" Pria berambut biru yang juga menyadari Mihai langsung menunjuknya dan menatap tajam kepadanya penuh kebencian.

Mihai merinding. "A—aku bukan pencuri!"

"Victor … orang ini kan…." Dahi si koki mengernyit samar. Awalnya ia bingung mengapa ada half-beast di dalam kediaman ini tapi ia mulai merasa familiar dengan Mihai dan merasa telah melupakan sesuatu.

"Ini pencuri tadi!" Pria berambut biru yang ternyata bernama Victor itu memberitahunya lagi dengan kesal. Di saat mood-nya jelek, ia tidak suka mengulang-ulang perkataannya sehingga di dalam hatinya, ia menggerutu mengenai kelambatan otak si koki.

Koki itu menggeleng. "Bukan itu maksudku, dia—"

"Pria yang kemarin ingin meminta pertanggungjawaban Tuan karena telah diperkosa, kan?" Seorang pria berambut hitam acak-acakan dengan mata tak berekspresi yang memiliki dua kantong hitam di bawah matanya tiba-tiba melongokan kepalanya di sela yang masih tersisa dari jendela itu. Tanduk hitamnya yang menjulur datar secara horizontal hampir menusuk Victor membuat si pria chainsaw harus mundur beberapa langkah.

"Ah! Betul!" Si Koki memukul telapak tangannya dengan wajah cerah. "Kau si penipu yang kemarin."

"Hah?! Dia bukan cuma pencuri tapi juga penipu?!" Victor syok dan langsung menatap Mihai seperti sedang melihat makhluk rendah.

Ujung mata Mihai berkedut mendengar tuduhan-tuduhan yang seenak jidat itu. "Aku bukan penipu!" Wajahnya sudah memerah karena marah.

Pria berambut acak itu yang juga mengenakan pakaian koki hanya memiringkan kepalanya dengan cuek – sama sekali tidak percaya, sementara si koki pirang tertawa terbahak-bahak membuat Mihai bingung.

"Anak muda, sedang apa kau ke sini?" tanya si koki pirang dengan senyum kinclongnya.

Kruyuukk~

Belum sempat Mihai menjawab, perutnya sudah duluan menjawab.

Si koki pirang kembali tertawa terbahak-bahak. "Kau lapar? Tunggu sebentar! Aku akan memberimu sarapan pagi ini!"

"Eh? Kau akan memberi pencuri ini makan?!" Victor mengernyit dalam. 'Apa otakmu baik-baik saja?' Begitulah yang dikatakan otaknya.

"Albert, apa yang kau pikirkan?" tanya pria berambut acak dengan suara kecil yang hampir termakan oleh suara tawa si koki pirang yang bernama Albert.

"Siapa pun itu, mereka tetap punya hak untuk makan!" Albert mengacungkan jempolnya dengan mantap. Senyumnya semakin silau hingga hampir membutakan mata Mihai.

Namun, Mihai tidak peduli. Ia seperti sedang menemukan mata air di tengah gurun!

"Ayo! Makanlah sebelum dingin!" Seperti belum cukup baik, Albert meletakkan piring dengan makanan segunung. Benar-benar sangat banyak!

'Dia malaikat!' Mihai langsung mengucapkan terima kasih dan menyantap semuanya sampai habis dengan secepat kilat. Ia tidak lagi menghiraukan ketiganya yang masih saling berbincang.

Pria berambut acak hanya menggeleng kecil. "Aku masih tidak bisa memahami pemikiranmu untuk yang satu ini."

"Semuanya sesuai dengan apa yang sudah kukatakan, Lonel. Seharusnya itu gampang untuk dipahami!" Albert merasa tidak menggunakan kata-kata yang sulit untuk dipahami.

Lonel kembali menggeleng. "Kata sederhana darimu cukup membuatku bingung. Hah … terserah kau saja. Jika Tuan Luca menghukummu karena sudah memberi makan kepada penipu ini, aku tidak akan membantumu."

Albert tertawa keras dengan tangan di kedua pinggangnya. "Hahahaha … tidak masalah! Aku akan menerimanya dari pada membiarkan seorang anak muda kelaparan."

"Lonel, otak pacarmu benar-benar harus dibawa ke dokter." Victor hampir berpikir Albert adalah masokis karena hukuman dari tuan mereka adalah yang tersadis. Bahkan, Ecatarina – kepala maid di kediaman ini – tidak bisa menandingi Luca.

Lonel mendengus kecil. "Dia adalah dokter terbaik di Rumbell," ujarnya seraya menunjuk Albert.

"Ah … benar juga." Victor menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia benar-benar melupakan kenyataan itu karena sikap Albert yang tidak pernah mencerminkan kecerdasannya.

Selama pembicaraan itu, Mihai membersihkan piringnya tanpa menyisakan setetes noda pun. "Terima kasih untuk makanannya!"

"Sudah kenyang? Masih ada banyak loh," tawar Albert yang langsung ditolak Mihai dengan menggosok perutnya yang sudah membulat.

Melihat papanya sudah selesai makan, Liviu langsung memukul bahu Mihai berkali-kali untuk meminta makanan.

"Aku tahu, aku tahu," gumam Mihai yang langsung berpamitan dengan ketiga orang di situ lalu berlari pergi mencari semak lebat untuk menutupinya saat menyusui putra kecilnya itu.

*****

"Yosh!"

Mihai berdiri dengan mantap sambil berkacak pinggang. Wajahnya mendongak ke arah jendela yang terbuka lebar. Itu adalah jendela ruang kerja Luca!

"Hehehe…." Mihai mengeluarkan tawa jahat. Liviu langsung mengikuti.

"Liviu, kau sudah kenyang?"

"Da!" Liviu yang bertengger di punggung Mihai berseru sambil mengacungkan tangannya dengan penuh semangat.

Mihai tersenyum lebar. "Aku juga sudah kenyang!"

Ini waktunya perang!

Pria itu berlari menaiki batang pohon yang berada di seberang jendela itu. Ketika mencapai ketinggian yang cukup, ia menendang batang tersebut dan tubuhnya langsung meluncur tajam menuju jendela.

Mata Mihai berkilat senang ketika melihat sosok Luca yang sedang duduk membelakangi jendela.

'Persiapkan dirimu, Luca Mocanu! Aku akan memukulmu 1000 kali!'

"HAHAHAHAHAHA—egh!"

BUK!

Sebuah benda yang tak terlihat tiba-tiba berada di kusen jendela itu. Mihai langsung menabrak benda transparan itu dengan wajah duluan dan menempel erat pada benda transparan itu dengan ekspresi yang aneh lalu meluncur jatuh ke tanah dengan bunyi yang keras.

Vasile yang berada di dalam ruangan sudah hampir menyemburkan tawanya karena melihat wajah aneh itu, sementara Luca terus melanjutkan pekerjaannya tanpa menghiraukan suara gedebug aneh yang terjadi di belakangnya.

'Apa yang terjadi?' Semua kejadian itu terlalu cepat sehingga Mihai belum bisa menghilangkan rasa syoknya dan memahami keadaannya sekarang.

"Da! Da! Da!" Liviu yang terduduk di atas punggung Mihai terus memukul pipi orang tuanya yang dalam posisi telungkup di atas rerumputan.

"Ha!"

"Da!" Melihat adanya reaksi dari Mihai, Liviu berseru senang.

'Itu … penghalang?'

"KEPARAT! LUCA MOCANU, AKU AKAN MEMUKULMU 2000 KALI!!!"

Sementara itu, Luca yang berada di dalam ruangan....

"Tuan … pukulannya bertambah…." Entah mengapa, Vasile menjadi sedikit cemas.

Luca, "..."

Terima kasih sudah berkunjung dan membaca :)

Hope you like it dan mohon dukungannya selalu

AoiShana8creators' thoughts
Nächstes Kapitel