webnovel

Adipati Karna

Marah, itulah yang Raka rasakan saat Srikandhi menegaskan bahwa Sembadra telah menjadi milik orang lain, meski itu terjadi pada kehidupannya yang sebelumnya. Raka tahu bahwa sebenarnya ia tak berhak untuk merasa marah pada Sembadra, karena hubungan mereka hanyalah sebatas teman. Akan tetapi, kemarahan itu tetap ada dan terbakar di hati Raka, membuatnya tanpa sadar mengeluarkan tenaga dalam miliknya dalam skala besar. Alhasil, suhu di sekitar tubuh Raka naik dan membuat orang-orang tak nyaman saat berada di sekitarnya.

Hal itu tentu saja disadari oleh Shinta yang notabene adalah pusaka yang memiliki kontrak dengan Raka semenjak pemuda itu lahir. Kemarahan pemuda itu pada akhirnya direfleksikan sebagai sebuah serangan yang Shinta arahkan pada Sembadra dan Srikandhi, yang sayangnya berhasil ditangkis oleh Srikandhi. Meski begitu, Shinta tetap saja mencoba untuk melayangkan serangan pada Srikandhi sebagai bentuk refleksi dari kemarahan tuannya.

Raka melirik kearah Shinta yang masih menyerang dengan membabi-buta kearah Srikandhi, lalu menaikkan tekanan tenaga dalamnya sebagai kode agar Shinta kembali ke dalam tubuhnya. Shinta yang menyadari kode dari Raka hanya terdiam dan kembali memasuki tubuh Raka. Setelah memastikan bahwa pusaka yang ia miliki telah kembali, Raka akhirnya kembali melangkahkan kakinya menuju ruang OSIS.

Sembadra dan Srikandhi yang melihat Raka pergi akhirnya bisa bernafas lebih lega, karena mereka merasa tak yakin bisa melawan Raka jika ia mengeluarkan Vasavi Shakti. Sembadra lalu menatap seragam sekolahnya yang nampak basah kuyup karena keringat, begitu pula dengan seragam sekolah milik para murid yang telah dilewati Raka. "Gila! Padahal dia cuma mengeluarkan hawa panas, tapi aku sampai berkeringat begini," gumam Sembadra kaget. "[Itu belumlah seberapa, Nimas Sembadra. Lihatlah apa yang pusakanya lakukan padaku, kalau saja dia tidak memanggil pusaka itu kembali, aku sudah pasti tidak akan selamat,]" ujar Srikandhi yang masih dalam wujud astralnya.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Srikandhi membuat Sembadra menoleh kearah roh penjaga yang ia miliki tersebut. Keterkejutan langsung melanda Sembadra saat ia melihat sekujur tubuh Srikandhi terluka dan melepuh akibat cakaran berapi milik Shinta. Kekhawatiran muncul di hati Sembadra setelah ia melihat luka-luka Srikandhi, karena mungkin saja ia telah membuat permusuhan dengan Raka yang mungkin akan membahayakan nyawa orang-orang di sekitarnya.

~Kuntawijaya~

"Permisi...." Ucap Raka saat memasuki ruang OSIS dengan kondisi kekesalannya yang belum surut. Suhu di sekitar Raka terasa naik sedikit demi sedikit, meskipun AC telah menyala di ruangan tersebut. Hal itu tentunya disadari oleh beberapa siswa dan guru yang berada di ruang OSIS. Para siswa kasak-kusuk menggunjingkan Raka yang masih belum menunjukkan tanda-tanda bahwa kemarahannya akan surut.

"Rakai Yudha Taksaka, sebelum kamu duduk, bisakah kamu turunkan tenaga dalammu? Saya tidak ingin kamu dihukum oleh kepala sekolah karena menyebabkan kerusakan pada AC di ruang OSIS ini," pinta Pak Isman pada Raka dengan nada bijaksana. Biasanya dalam kondisi kesal, Raka tidak akan mengindahkan permintaan semacam itu, tapi, entah mengapa ia langsung menutup matanya dan menurunkan tekanan tenaga dalam miliknya.

Sejurus kemudian, Raka baru menyadari keanehan dari kata-kata Pak Isman, yakni beliau mengetahui bahwa Raka bisa mengendalikan tenaga dalam. Pemuda itu langsung saja memasang kuda-kuda beladiri miliknya, lalu menatap waspada kearah Pak Isman dan siswa-siswi anggota OSIS yang ada di ruangan itu. Kewaspadaan Raka bertambah saat mendengar suara pintu dibuka dari arah belakang tubuhnya. Sungguh, Raka benar-benar membenci situasi semacam ini.

"Permisi, Pak Isman dan kakak-kakak sekalian, ada apa ya disini?" Tanya sebuah suara bernada ramah yang Raka ketahui adalah milik Sembadra. "Tolong tutup pintunya terlebih dahulu, nak Sembadra, tak enak bila nanti ada orang yang menguping," perintah Pak Isman dengan nada tenang, yang langsung saja dituruti oleh Sembadra. Setelah pintu ruangan itu kembali ditutup, Sembadra langsung saja berjalan memutari Raka dan berhenti di samping seorang siswi kelas 11 yang berada di sebelah kanan.

"Bagaimana bapak bisa tahu kalau saya bisa mengendalikan tenaga dalam milik saya, Pak Isman? Tolong jawab pertanyaan saya bila anda ingin siswa-siswi bapak selamat," Raka bertanya dengan nada yang mengandung ancaman. Akan tetapi, pertanyaan Raka malah ditanggapi tawa oleh Pak Isman dan siswa-siswi lain selain Sembadra. "Tolong jangan mengancam seperti itu, Nak Rakai. Kamu yang belum sepenuhnya terbangun sebagai reinkarnasi Adipati Karna tidak akan mungkin sanggup mengalahkan kakak-kakak kelasmu ini, bahkan jika kamu menggunakan pusaka sakti itu," ujar Pak Isman usai tertawa.

Melihat bahwa ancamannya tidak ditanggapi dengan serius membuat Raka mengeluarkan api miliknya untuk melapisi tangan dan kakinya. Siswa-siswi yang tadinya tertawa itu lantas terdiam, lalu mereka semua berdiri dari kursi mereka dan langsung bergerak pasang badan di depan Pak Isman. "Tolong kau jangan lancang, Rakai Yudha Taksaka. Kau mungkin bisa menggertak kami dengan kekuatanmu yang belum terbangun sepenuhnya itu, tapi, aku ragu kalau kau bahkan bisa mengalahkan salah satu dari kami!" Seru salah seorang siswa yang nampaknya adalah siswa kelas 12 sekaligus ketua OSIS.

"Pras, kalau mau ribut tunggu aku selesai pindahin kita semua ke alam gaib, dong! Aku nggak mau ruang OSIS jadi berantakan kayak tahun lalu," tegur gadis dengan tag name bertuliskan Lisa Permata Agni. Raka yang mendengar mereka berdebat pun langsung saja maju kearah si ketua OSIS sambil mengayunkan tinju kanannya yang berbalut api. Akan tetapi, sebuah portal mendadak muncul di depannya dan ia pun terhisap kedalam portal yang mengirimnya masuk ke dimensi alam gaib.

~Kuntawijaya~

Raka terjatuh dari dalam portal dari ketinggian sekitar 4 meter di udara. Dengan sigap, pemuda itu lalu memutar tubuhnya dan mendarat dengan kakinya. Sebuah decihan lolos dari mulut Raka, giginya bergemelatuk kesal saat melihat bahwa ia telah masuk kembali ke alam gaib yang ia benci.

Tak lama berselang, muncul sebuah portal lain yang berjarak sekitar 20 meter dari lokasi tempat Raka jatuh. Dari dalam portal itu, keluarlah Sembadra dan Pak Isman yang diikuti Prasetyo si ketua OSIS dan Lisa si wakil ketua OSIS, serta para anggota OSIS lainnya yang berjumlah 14 orang. Kedelapan belas orang itu menatap Raka dengan tatapan yang berbeda-beda, meski kebanyakan menatap tak suka kearah Raka. Salah satunya adalah Prasetyo yang langsung saja maju sambil melemaskan otot-otot tangannya.

"Kau tadi mengancam Pak Isman dengan keselamatan kami sebagai taruhannya kan, bocah sombong? Sekarang bagaimana kalau kau menghadapiku dulu sebelum melawan anggota OSIS yang lain?" Tantang Prasetyo pada Raka seraya memasang kuda-kuda asal-asalan khas petarung jalanan. Mendengar tantangan Prasetyo tentu saja membuat Raka tersulut sumbu amarahnya, dan langsung saja ia kembali mengobarkan api di kedua tangan dan kakinya lebih besar lagi.

Raka langsung saja menerjang Prasetyo dengan tangan kanan ditarik ke belakang, lalu dengan sekuat tenaga mengayunkan tinjunya yang berbalut api pada Prasetyo. Tak mau jadi sasaran empuk, Prasetyo memutuskan untuk menarik tinjunya dan membalas pukulan Raka dengan tinjuan berbalut petir. Kedua tinju mereka saling beradu, meski akhirnya Raka harus kalah dalam adu tenaga itu dan terseret sedikit ke belakang. Raka yang terseret itu melihat sebuah senyuman sombong muncul di wajah Prasetyo yang kini memiliki Bija atau simbol dahi berbentuk garis lurus berwarna kuning tua.

"Bija di dahi? Jangan-jangan, mereka semua....." Gumam Raka terkejut saat melihat Bija di dahi Prasetyo. Bentuknya berbeda dari milik Raka yang berbentuk seperti matahari, yang menandakan bahwa Bija di dahi Prasetyo hanyalah Bija biasa dan bukannya Bija istimewa. "Kemana kesombonganmu tadi hah, Rakai? Apa kau kaget karena aku juga bisa mengendalikan tenaga dalam sepertimu?!" Prasetyo berseru seraya menerjang Raka dengan petir yang membalut kedua tangannya. Melihat Prasetyo maju kearahnya membuat Raka memutuskan menghindar kesamping, lalu menyarangkan sebuah tendangan lutut kearah perut si ketua OSIS.

Prasetyo gagal menghindari serangan Raka karena momentum yang dihasilkan oleh tubuhnya saat menerjang Raka. Alhasil, si ketua OSIS yang kini sudah menginjak bangku kelas 12 itu terlempar mundur karena Raka menambahkan api di telapak kakinya untuk menambah daya dorong tendangan lututnya. Belum sempat Raka kembali memasang kuda-kuda andalannya, sebuah lecutan cambuk yang terbuat dari air tampak melayang kearahnya. Raka menghindar dengan cara melompat ke belakang, dan menemukan bahwa Lisa-lah pelaku penyerangan yang memegang sebuah cambuk besar di tangannya.

Merasa dirinya telah berada di jarak aman dari lawan-lawannya, Raka lalu menatap lawannya satu persatu dan menemukan bahwa seluruh siswa-siswi anggota OSIS ternyata juga memiliki Bija di dahi mereka. Kebanyakan dari Bija itu hanyalah Bija biasa yang berbentuk garis lurus dengan warna yang beragam, seperti merah, cokelat tua, hijau, biru, dan kuning tua. Sementara Bija pada beberapa orang tampak memiliki bentuk yang berbeda, seperti milik Lisa yang berbentuk seperti tetesan air dengan warna biru.

Merasa bahwa ia akan kalah jika ia hanya bermain-main, Raka lalu memutuskan untuk mengeluarkan setengah dari tenaga dalam miliknya, ditandai dengan Bija miliknya yang berbentuk seperti matahari telah terbentuk separuhnya di dahi pemuda itu. Hawa panas kembali melanda sekeliling Raka, diikuti kobaran api yang dengan ganas mulai melahap pepohonan di alam gaib itu.

Lain dengan murid-muridnya yang memasang ekspresi terkejut pada wajah mereka, Pak Isman malah mengeluarkan ekspresi maklum. Pria berusia lebih dari setengah baya itu merasa kagum pada Raka yang masih berusia seumur jagung namun bisa mengendalikan tenaga dalam miliknya dengan baik. Terlihat jelas oleh pria itu bahwa Raka tengah menahan diri untuk tidak mengeluarkan kekuatan penuh miliknya, ditandai dari Bija di dahinya yang hanya muncul separuh. Bija berbentuk matahari berwarna merah darah, sebuah ciri-ciri yang sangat Pak Isman kenali sebagai ciri khas seorang kesatria tangguh yang menyandang gelar sebagai pemegang dari busur matahari, Adipati Karna.

Pak Isman memutuskan untuk melihat pertarungan antara murid-muridnya melawan reinkarnasi sang Adipati dengan sabar. Pria itu menasihati Sembadra dan Srikandhi yang muncul di samping tubuh Sembadra agar tidak mengganggu jalannya pertarungan itu, yang tentu saja dipatuhi oleh mereka berdua yang mengetahui siapa sebenarnya Pak Isman. Ketiga orang itu lalu menonton pertarungan berat sebelah itu, sampai akhirnya pertandingan itu dimenangkan oleh para anggota OSIS yang berhasil menggagalkan Raka untuk memanggil pusaka miliknya, Vasavi Shakti.

Tampak tubuh Raka dikunci oleh 4 orang siswa yang menggunakan 4 buah tali cemeti yang liat. Bija di dahi Raka telah menghilang karena tali-tali cemeti itu menyerap tenaga dalam yang ia keluarkan. Meski ia telah kalah dan berada dalam kondisi terikat, kondisi tubuhnya masih jauh lebih baik dari sebagian besar anggota OSIS yang menerima serangan-serangan pemuda itu. Tampak luka teringan yang terjadi pada para anggota OSIS hanyalah luka lebam dan memar-memar yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah luka yang berhasil mereka torehkan pada tubuh Raka.

"Tidak kusangka, dia bisa melukai mereka sampai sejauh itu. Kekuatan dari Adipati Karna memang sangatlah digdaya meski belum terbangun sepenuhnya," komentar Srikandhi saat melihat kondisi para anggota OSIS. Sembadra mengangguk menyetujui seraya meneguk ludah kasar, lalu menoleh kearah Pak Isman yang masih mengembangkan senyuman. "Tidak kusangka, putra pertama yang dibuang oleh Kunti malah menjadi seorang kesatria yang sakti mandraguna, bahkan tak kalah sakti dari para Pandhawa," ujar Pak Isman dengan tenang tanpa sedikitpun kekhawatiran tersirat di wajahnya.

Bersambung

Nächstes Kapitel