webnovel

kebencian

Aku mengerjapkan mataku, saat aku dengar suara keributan dari luar. Seperti suara mama Arizona. Tapi mereka sedang meributkan apa? Aku mendekatkan telingaku ke daun pintu.

Benar saja itu suara mama Arizona dan Arizona.

"Pliss ma, tolong ngertiin aku."

"Bagaimana mungkin. Kamu ini anak mama satu satunya."

"Tapi aku sangat mencintai dia ma."

"Kamu boleh mencintai wanita mana pun asal tidak dia."

"Ma, aku sangat mencintai dia, beribu wanita tidak akan bisa menggantikan dia."

"Mama itu maunya wanita yang baik, yang sederajat dan seiman dengan kita. Ini, belum apa apa udah nyuruh kamu pindah keyakinan."

"Enggak ma, ini kemauan aku sendiri. Dan tolong mama jangan pernah halangi kemauanku."

"Cukup Zona cukup!! Mama akan carikan jodoh untuk kamu. Mama akan menjodohkan kamu dengan anak teman mama."

"Nggak ma! Kalau mama tetap maksa aku. Aku bakalan pergi dari sini."

"Kamu jangan ngomong se enaknya ya. Silahkan pergi kamu tidak akan mendapat kan sepeserpun harta warisan dari mama."

"Baik.. Baik.. Kalau itu tujuan mama. Asal mama tau, tanpa warisan orang tua aku juga bisa."

Arizona pergi meninggalkan mamanya dalam kemarahan.

Ternyata benar, semenjak pertama kali kami bertemu mama Zona tidak banyak bicara. Bahkan lebih banyak diam dan tidak memandangku sama sekali.

Hari ini aku malah menciptakan permusuhan antara ibu dan anak nya. Aku nggak mau ini semua terjadi. Ini tidak benar, tidak se harusnya Zona bertengkar dengan ibunya sendiri.

Aku hanya bisa terdiam lesu memikirkan semua ini. Zona masih belum menjumpaiku. Aku sendiri tidak berani keluar dari kamar di tengah kemarahan ibu Arizona.

Tetapi perutku Terasa sangat lapar, dari pagi aku belum makan sama sekali.

Mungkin akan aku coba untuk turun ke bawah mencari makanan.

Sesampainya di bawah, aku melihat ibu Arizona duduk di sofa membaca sebuah majalah.

Aku mencoba menyapanya. Tapi dia tetap mengabaikanku.

Aku berjalan kearah dapur untuk mencari makanan.

"Ada yang bisa bibi bantu non?" Tanya salah satu pelayan.

"Apa ada makanan bi? "

"Nona mau apa biar saya bikinkan? "

"Apa aja bi."

Bibi mulai mengerjakan permintaanku.

"Mau bikin apa kamu." Kata salah satu pelayan yang tidak aku ketahui namanya.

"Mau masak makanan buat non Amy."

"Kamu yakin, nanti nyonya marah lo. Kamu tau kan dia itu yang sudah membuat pertengkaran antara nyonya dan tuan muda."

Aku sangat jelas mendengar ucapan pelayan itu, tanpa ada rasa sungkan dia mengucapkanya di hadapanku.

"Tapi dia adalah tamu dari tuan muda. Aku nggak mau mengecewakan tuan muda."

"Dasar kamu ini memang bodoh."

Pelayan itu pergi dan melalui aku dengan tatapan sinis.

"Bi, aku ke kamar dulu ya. Nanti bibi antar makananya ke kamar. "

"Baik non."

Aku merasa tidak enak hati. Bahkan pelayan saja begitu sinis melihatku. Lebih baik aku tetap berada di kamar dari pada menimbulkan masalah.

"Kamu dari mana? " Zona menegurku saat kami berpapasan di tangga.

"Dari dapur minta makanan."

"Aku minta maaf ya, aku lupa kamu belum makan dari tadi."

"Nggak apa apa."

"Kamu sudah makan? "

"Belum, tadi aku nyuruh bibi buat ngantar makanan ke kamar. "

"Ayo kita makan di meja makan."

"Nggak usah, aku makan di kamar aja."

"Amy, tolong jangan menolakku."

Aku tidak bisa menolak keinginanya. Aku nggak mau mengecewakan dia apa lagi selama ini dia sangat baik terhadapku.

Aku mengikutinya berjalan menuju ke meja makan.

"Bi, sajikan makanan juga untukku ya." Kata Zona.

"Baik tuan."

Bibi akhirnya menyajikan makanan kami di meja makan.

Aku langsung memakan nya karena perutku sudah sangat kelaparan.

"Enak banget ya, udah menghasut anakku sekarang malah enak enakan makan di sini."

Aku menghentikan makanku mendengar ucapan ibu Arizona.

"Maksud mama apa sih ngomong kayak gitu."

Ibu Arizona hanya diam saja. Arizona langsung menarik tanganku.

"Ayo Amy, kita pergi dari sini."

Aku hanya menurutinya.

"Mau kemana kamu!! " Teriak ibu Arizona.

Arizona tetap berjalan menuju ke kamar tanpa menghiraukan ibunya.

Aku melepaskan tangan ku dari genggaman Arizona saat sampai di depan pintu kamar. "Zona, lebih baik kamu selesaikan dulu urusan kamu sama ibumu."

"Amy, cepat bereskan pakaian kamu. Kita pulang sekarang."

"Iya." Aku langsung masuk ke kamar dan membereskan semua barang bawaanku.

Arizona langsung masuk ke kamarku.

"Sudah selesai? "

Aku hanya menganggukan kepalaku.

Kami berdua langsung menuruni anak tangga.

Tanpa berpamitan dulu kepada kakek.

"Kamu benar bernar mau pergi Zona? " Tanya ibu Arizona.

"Iya, ini kemauan mama kan?"

"Kamu jangan jadi anak durhaka melawan mama seperti ini."

Arizona hanya diam saja.

"Puas kamu? Sudah buat anakku jadi seperti ini."

"Maaf tante saya tidak bermak---"

"Jangan panggil saya dengan sebutan tante! Panggil saya nyonya besar."

"Cukup ma! " Bentak Arizona.

Dengan penuh emosi Arizona menarik tanganku dengan kuat menuju ke dalam mobil. Baru kali ini aku melihat sikap nya seperti itu, jiwa yang begitu lembut, adem dan baik berubah dingin dan penuh amarah.

Di dalam mobil kami hanya banyak diam. Arizona masih belum membuka percakapan. Aku pura pura tidak tau aja dengan apa yang terjadi.

Aku menutup mataku yang tidak mengantuk, sangat menyebalkan dalam situasi seperti ini. Bahkan untuk bicara sama Zona aja aku nggak brani saat ini.

"Amy, " Panggil Arizona.

Aku masih pura pura tidur.

"Amy, maaf kan aku atas apa yang terjadi hari ini. Aku nggak bermaksud menyakiti hati kamu."

Arizona membelai rambut ku.

Aku masih kesal, bukan karena sikap ibunya kepadaku tapi karena sikap dingin ya kepadaku.

Aku merasakan mobil yang kutumpangi berhenti. Aku membuka mataku. Mobil berhenti tepat di depan restaurant mewah. Arizona membuka pintu mobil untukku dan aku langsung keluar dari mobil.

"Kamu masih lapar kan? "

"Iya."

"Aku juga, kita makan sambil istirahat dulu ya."

Aku berjalan di sampingnya mengikuti jalannya.

Zona membukakan kursi untukku setelah itu memesankan makanan untukku.

"Sebenarnya ada apa sama ibu kamu? " Aku bertanya di sela sela makan.

"Itulah yang membuatku malas untuk pulang ke rumah. Kita selalu berdebat karena beda pemikiran."

"Tapi nggak seharusnya kamu marah sama dia. Apa pun yang terjadi dia itu ibu kamu, urusan apa pun dia yang nomor satu."

"Ya aku kan bukan anak kecil lagi, jadi nggak semuanya harus ibu ku yang ngatur."

"Percayalah, semua orang tua pasti memberikan yang terbaik untuk anak nya."

"Sudah lah kita makan, jangan bahas itu lagi. Pengap tau nggak."

"Iya maaf. "

kami kembali menghabiskan makanan kami, setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang kami. wajah Arizona tidak sekesal tadi saat habis dari rumah ibunya. sekarang dia sudah bisa mulai tersenyum. aku bersyukur dia sangat mencintai ku, membelaku sampai dia begitu marah terhadap ibunya. tapi aku juga merasa sangat bersalah karena aku keduanya jadi bertengkar.