webnovel

Jika kau bermimpi dicekik

Belum juga Eve menggunakan kemampuan spesialnya, Lucas sudah mampu memerintahkan pintu untuk membuka dengan sendirinya.

"Hisashi ayo" bisik Lucas membantu Hisashi membopong Theodor.

"Kau bisa membuat pintu bergerak sendiri itu keren" puji Eve mengacungkan ibu jarinya pada Lucas.

"Yeah, maaf mengecewakanmu, hantu Pelayan rumah inilah yang mengizinkan kita masuk" jelas jawaban Lucas membuat Eve semakin enggan untuk berada jauh dari kelompoknya.

"Ah, jadi itu alasan mengapa rumah ini sangat terawat meskipun lama tidak ditinggali"

"Kau salah. Felix sedang menunggu dirinya yang kehilangan ingatan. Karena itu dengan kemampuannya menghentikan waktu, rumah ini jadi tidak dapat terusik oleh orang lain yang berniat jahat di luar sana" Lucas memberi penjelasan sambil menoleh kesana kemari.

"Kau mencari apa?" Amarru memperhatikan tingkah Lucas.

"Kamar Felix"

"Apa Pelayan rumah ini yang memintamu pergi kesana?" Eve ganti menoleh ke seluruh penjuru ruangan.

"Tidak. Aku hanya ingin membaringkannya di tempat tidur" Lucas mengarahkan dagunya untuk menunjuk Theodor.

"ke mana makhluk itu? Dia menghilang saat dibutuhkan" gumam Lucas mengawasi seluruh ruangan.

Hembusan angin cukup kuat mendadak mengibarkan rambut Eve. Gadis ini bergidik merasakan dingin disekujur tubuhnya. Reaksi yang samapun juga dialami semua orang di sana. Masalahnya, bukan hanya angin tetapi asap abu-abu perlahan semakin lama semakin banyak memenuhi seluruh ruangan.

"Dia menjebak kita!" Lucas memekik terkejut mendapati dirinya mulai terkepung asap.

"Keluar!!" Lucas mengomando membantu Hisashi dan Amarru membawa Theo berbalik untuk keluar dari rumah Felix.

Sayangnya, asap itu sekarang sudah terhirup hingga ke dalam paru-paru mereka. Di tambah lagi, penglihatan mereka sudah sepenuhnya terhalangi oleh asap. Semua orang merasakan pusing dan roboh seketika di atas lantai.

Tak lama kemudian... suara tawa bocah laki-laki membuat mata semua orang terbuka kembali. Eve mengerjap mencoba memperjelas pandangannya.

Tuuuuut tuuuuut

Jes jes jes

tuut tuuuuut

Suara mainan kereta api membuat Eve dan yang lainnya waspada penuh! Begitu kesadaran mereka sudah pulih, Eve, Hisashi, Amarru, Lucas, saling berhimpitan satu sama lain. Lucas dan Amarru keduanya bekerja sama menarik tangan Theo menuju ke arah mereka.

mengapa mereka tiba-tiba berada di suatu ruangan besar, dan sekarang mereka dikelilingi rel kereta api mainan? Lucas memperhatikan kereta api mainan melaju kencang mengelilingi mereka. Asap kelabu mulai menghilang.

"Maafkan aku" bocah laki-laki muncul tepat di sudut rel kereta api yang berbeda dengan mereka.

"Aku terpaksa... menyeret kalian ke alam mimpi untuk dapat berkomunikasi dengan kalian semua" Felix memberi alasan.

"Auch!" pekik Lucas setelah mencubit kecil pergelangan tangan.

"Aku merasakan rasa sakit. Bagaimana bisa kau meyakinkan kami kalau ini hanyalah mimpi?" tuntut Lucas masih waspada. dia tidak ingin dibodohi sekali lagi.

"Apa kalian belum pernah mengalami hal ini sebelumnya? Maksudku mimpi yang bisa memberimu rasa sakit. Jika kau bermimpi dicekik kau akan merasakan benar-banar sedang dicekik. Jika kau bermimpi terbakar kau akan merasakan sengatan panas yang tak terkira" Felix menatap heran pada Lucas.

"Hey! Apa kau lupa dengan Felix besar?! Dia tidak sadarkan diri begitu lama. Kau bawa ke mana dia?" tuntutan Eve mengalihkan pembicaraan sebelumnya.

Pandangan Felix beralih pada Theodor. Pria itu tidur dengan damai.

"Dia menolakku. Bahkan ketika aku berusaha untuk melindunginya sekali pun. Sampai akhir dia menolakku" sorot tatapan Felix terlihat sangat sedih.

siapa pun akan sangat sedih jika keberadaannya ditolak. Terlebih lagi kenyataan bahwa dirinya sendirilah yang menolak Felix.

"Katakan dengan jelas Felix. Kau apakan Theo, sampai dia tidak sadarkan diri selama ini?" Hisashi ikut bicara dengan nada lembut.

"Sudah kubilang. Dia menolakku, jadi dia memutuskan mengunci jiwanya sendiri di suatu tempat agar tidak bisa kutemukan. Dengan begitu kami tidak akan menjadi jiwa yang sempurna" emosi si kecil Felix malah memuncak drastis. Lalu dia terdiam sejenak. Mencoba mengontrol emosi dalam hatinya.

"Mengunci jiwanya sendiri? Di suatu tempat?" Lucas menyeringai tidak percaya. Felix hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Lucas.

"Yang kami lihat sekarang justru kau lah yang sedang mengunci jiwa kami ke dalam mimpi. Jelas ucapanmu tidak bisa dipercaya" geram Lucas.

"Aku tidak bisa menampakkan diriku di depan kalian tanpa melakukannya. Bagaimanapun juga aku adalah Theodor pada masa kanak-kanak! mengapa kalian hanya percaya dengan Theodor pada masa sekarang, dan tidak peduli padaku?!" teriak Felix marah.

Kemarahan Felix sanggup membuat seluruh rumah bergoyang seolah gempa besar sedang melanda wilayah itu.

"Felix Sanders! Kau ingin membunuh dirimu sendiri?! Mengubur tubuhmu hidup-hidup di reruntuhan rumah peninggalan Mom dan Dadmu?!" bentak Hisashi yang membuat Felix sedih.

Bocah laki-laki ini tidak lagi menggunakan kekuatannya. Dia memilih menghampiri Theodor dan duduk disampingnya. Lucas yang menyadari kedatangan bocah laki-laki itu ingin segera melindungi Theodor tetapi Hisashi memberi isyarat jangan bergerak.

"Sebenarnya aku pergi ke mana setelah kebakaran itu terjadi? mengapa orang tuaku tidak pernah kembali ke rumah?" gumam Felix, berjongkok sambil memperhatikan wajah damai Theodor.

"Kau tidak mengetahui apa yang terjadi padamu dan keluargamu?" Lucas merasa miris mendengar kabar buruk ini.

Theodor kehilangan masa kecilnya sementara si masa kecil kehilangan masa depannya. Ini sangat rumit bukan?

"Aku hanya ingat seorang Wanita membekapku hingga tidak sadarkan diri sewaktu aku berhasil keluar dari rumah yang terbakar"

"Wanita? Bukannya seorang Pria?" Lucas menaikkan kedua alisnya kebingungan. Bukankah pihak yang ingin melenyapkan Felix Sanders adalah Sergei? Bahkan dia memerintahkan banyak anak buahnya untuk melenyapkannya?

"Aku ingat sangat jelas orang itu Wanita. Dia ingin membakarku hidup-hidup"

"Felix" potong Hisashi pelan.

"Kalau kau lupa apa yang terjadi setelah kebakaran, bagaimana kau tahu di mana Theodor tinggal?" kejanggalan ini membuat Hisashi ingin tahu apakah anak ini berbohong atau tidak.

"Aku memang tidak tahu di mana dia tinggal" Felix menggeleng sambil menunjuk Theodor.

"Kau pernah membuat Theo seolah seperti sedang kerasukan di dalam rumahnya sendiri. Berhenti berpura-pura" geram Lucas menyudutkan.

"Oh, itu. Aku tidak perlu mencari tahu dia tinggal di mana. Kalau aku ingin, tinggal masuk dalam mimpinya saja. Dan waktu itu terjadi, ada kekuatan jahat yang menarikku keluar dari mimpi Theo. Begitu aku membuka mata, tiba-tiba aku sudah menjadi diriku yang dewasa"

"Kau mematahkan tulang anak buah orang tua angkat Theo dengan sengaja" potong Eve.

"Itu bukan mauku. Sungguh bibi," Felix mulai ingin menangis merasa menjadi tertuduh.

"Tunggu. Tadi Paman bilang sesuatu kan? Artinya Paman tahu di mana Mom dan Dadku bukan? Tentang apa yang terjadi pada mereka sehingga tidak pernah pulang?" ada sorotan mata penuh harapan di sana. Sekaligus kesedihan mendalam.

Dalam pikiran Felix, dia tidak akan mungkin bisa memeluk keduanya karena Theo menolak keberadaannya. Padahal mereka adalah jiwa yang sama. tetapi entah mengapa, jiwa Felix sekarang terbagi menjadi dua.

Felix menggelengkan kepala perlahan, menyadari bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bersedih. Ada orang yang tahu di mana kedua orang tuanya berada. Bukankah dia harus bersyukur? Jika tidak bisa memeluk mereka setidaknya... bisa melihat mereka dalam keadaan sehat dan bahagia, itu lebih dari cukup.