webnovel

Hanya akan membunuh kita secara perlahan tapi pasti...

"Jangan anggap enteng padang bunga di dunia ini. Nyawa kalian bisa melayang kalau tidak berhati-hati. Jadi persiapkan tenaga dan pikiran kalian untuk besok" Agni mengingatkan. Dan memilih untuk segera beristirahat dalam pondoknya.

"Anzu. Apa dia benar-benar yakin tiga orang disampingku ini akan mudah untuk mendapatkan ilmu batin?" Hisashi merasa ada sedikit keraguan tentang sosok Agni.

"Karena dia baru datang ke dunia manusia. Jadi aku tidak heran kalau dia tidak tahu bahwa manusia biasa seperti mereka bertiga tidak akan bisa memiliki ilmu batin" jawab Anzu sambil menerawang pikiran Agni.

"Artinya kita hanya bisa mengandalkan Anzu dan Agni? untuk melawan Sergei?" Eve merasa putus asa.

Lalu bagaimana nasip dia Theo dan Lucas? bukankah hanya makhluk berkekuatan batin tingkat lima yang bisa keluar dari dunia cermin bunga? Apakah mereka selamanya akan terperangkap dalam cermin bunga? pikiran ini terus berkecamuk di kepala Eve.

"Aku punya ide" Amarru mendekat ke arah guru besarnya, sambil melambai kepada Theo, Lucas dan Eve.

Mereka membentuk lingkaran kecil hanya sekadar untuk berdiskusi.

"Kalau kita menunggu sampai seminggu di sini, menurutku ini sangat membuang-buang waktu. Lagi pula, menpelajari ilmu batin tidak bisa hanya dilakukan dalam rentang waktu sependek itu. Kekuatan Anzu dan Agni kemungkinan hanya bertambah dua kali paling banyak" Amarru mengawali pendapatnya.

"Tetapi, kita bisa mengakali ini. Tidak masalah kalian tak punya kekuatan batin. Toh ada Eve di sini" kekeh Amarru mulai memutar otak.

"Maksudmu?" Eve bingung.

"Elemen tanah, elemen api, elemen air, elemen udara. Kau tahu gambarannya bukan?" Amarru melirik Eve.

"Ya, aku suka film Avatar terutama karakter Aang. Jadi memahami elemen itu tidak sulit" Eve mengangguk.

"Mereka semua melatih kemampuan 4 elemen ini. Karena itu kita bisa mengakalinya dengan kemampuan pikiranmu" Amarru mengutarakan pemikirannya dengan mata berbinar.

"Tunggu. Kau memintaku menciptakan kemampuan 4 elemen ini, sebagai senjata untuk kami bertarung?" pertanyaan Eve dibalas anggukan percaya diri.

"Tetapi kemampuanku bukan kah harus disembunyikan? agar tidak menyalahi aturan di sini?"

"Asalkan mereka tidak tahu semuanya berpusat hanya pada satu orang saja, itu tidak akan jadi masalah untuk kita. Lagi pula bakat alam adalah pemberian Dewa. Sejak kapan berkah Dewa menjadi sesuatu yang terlarang?" jawab Amarru sambil menatap guru besarnya.

"Benar. Bukankah untuk menghalangi musuh mengetahui tingkatan elemen kita, seorang master dapat menyembunyikan identitas dan menghalangi aura tenaga batin mereka agar tidak terdeteksi keluar? kita bisa berpura-pura menjadi salah satunya" kekeh Hisashi setuju pada ide cemerlang Amarru.

"Jadi apa yang harus aku lakukan?" Eve mulai tertarik.

Hisashi mulai fokus menghubungi pikiran Eve untuk berkomunikasi. Tak lama kemudian gadis cantik ini mengangguk dan tersenyum riang.

Dia memusatkan pikiran, lalu segera membisikkan sesuatu pada diri sendiri.

"Theodor... jadilah manusia dengan elemen udara yang tak terbatas..."

"Lucas... jadilah manusia dengan elemen tanah yang tak terbatas..."

"Dan aku menginginkan elemen air yang tak terbatas..." bisik Eve lalu guntur mulai menyambar-nyambar.

"Jangan panik. Mereka baru sadar jika baru saja, ada kekuatan dahsyat terlahir di tempat ini" Hisashi mencoba menenangkan semua orang.

"Kau yakin, kekuatan inti Eve akan luput dari mata mereka semua?" Theo mulai cemas tetapi tidak seharusnya. Karena Hisashi tidak akan pernah salah dalam menciptakan strategi.

==================================

Pukul lima pagi.

Padang bunga.

Akhirnya Agni, Hisashi, Amarru, Eve, Theo, Lucas, dan si hewan roh Anzu sampai juga di padang bunga.

Grrrr

Grrrrrr

Sejak pertama kali datang sikap Anzu semakin agresif terhadap lingkungan sekitar. Hisashi merasakan Anzu menyadari ada bahaya di setiap sudut titik buta, di padang bunga.

Anak-anak bersyukur lah aku dan Amarru semalam mengusulkan pembagian kekuatan elemen bumi. Jika tidak, kemampuan bertarung kita yang rendah hanya akan membunuh kita secara perlahan tetapi pasti... desis Hisashi menyampaikan pesan melalui pikiran kepada ketiga manusia yang dianggap paling lemah di dunia cermin bunga ini.

"Agni..., bunga seperti apa yang kita butuhkan? lalu bahaya apa saja yang mungkin menghadang kita?" Theo bertanya dengan sikap waspada.

"Bunga Aljaeger. Putik bunganya sedingin es dimusim salju. Warna putiknya biru laut. Mahkota bunganya merah darah berbau anyir. Yang kita butuhkan adalah biji serbuk bunga Aljaeger. Petik dengan hati-hati karena mahkota bunganya mudah rontok ketika di petik. Dan kasiat biji serbuknya akan menghilang kalau itu terjadi" Agni menjelaskan sedetail mungkin.

"Terus, lawan kita?"

"Masing-masing sudah menggunakan kacamata khusus. Jadi tidak perlu penjelasan selanjutnya" senyuman Agni kini terasa menjengkelkan.

"1..."

"2..."

"3..." gumam Agni.

Isssssssssh....

Khoooooooo.....

Suara itu benar-banar membuat nyali siapa pun menciut seketika. Dan, kurang dari sepersekian detik makhluk tersebut memperlihatkan wujudnya.

Kacamata yang diberikan Agni bereaksi cepat mengidentifikasi makhluk seram apa yang ada dihadapan mereka.

Hewan roh Aljaeger

Tertulis jelas di layar transparan tepat di depan mata mereka.

"Aljaeger..." Theo mulai mengeja.

Suara mengerikan itu terdengar kembali. Dan, mata Theo mengarah pada mulut hewan roh tersebut. Lidah si hewan roh mengingatkannya tentang tugas mereka.

Bunga Aljaeger!! Ya!! bunga Aljaeger terlihat melekat kuat di lidah si hewan roh.

"Lidahnya!! bagaimana cara kita mengambil bunga itu di dalam mulutnya?!" seru Theo membuat perhatian semua orang tertuju pada si hewan roh.

"Lumpuhkan dia tanpa melukai bagian kepalanya!" perintah Agni sambil menyemburkan api ke kedua kaki Aljaeger.

Agni tidak mudah menyerah ketika dia gagal melukai kedua kaki hewan roh itu, kedua tangannya mulai mengepal lalu energi api terpusat kuat dalam genggamannya dan diubah menjadi dua pedang api.

dia melompat terbang ke arah dua mata Aljaeger berusaha menusukkan pedang apinya tepat ke arah itu. tetapi tiba-tiba lidah si hewan roh menjulur keluar, memukul tepat ke bagian dada Agni.

Siluman tersebut langsung terpental salto diudara dan mendarat di atas batang pohon tak jauh di sana.

"Hey, adakah senjata untuk kita yang bisa kau berikan pada kami?" bisik Theo pada Eve.

"Maaf. Aku tidak bisa melakukan itu di depan Agni" bisik Eve.

Gadis ini ingin Theo memahami bahwa mereka harus waspada kepada orang asing Meskipun kini telah menjadi sekutu. Karena mereka tidak akan tahu pada masa depan apakah Agni tetap dipihak mereka atau memilih jalannya sendiri.

"Lari!!" Lucas berteriak ketika Aljaeger mengarahkan tiga ekornya untuk menimpa sekumpulan manusia di depannya.

Jeduuuum!!

Suara tanah yang terbelah, sekaligus pemandangan tanah yang bertebaran di udara, cukup membuat napas para manusia terasa sesak.

Anak-anak, apa kalian melupakan sesuatu? suara Hisashi memenuhi pikiran Eve, Theo dan lucas.

Senjata kalian ada di dalam tubuh kalian sendiri. Waktunya kalian berlatih melawan Sergei dengan melawan Aljaeger!! gunakan tiga elemen bumi dalam diri kalian!! bekerja samalah dengan Agni agar semakin sempurna!! teriak Hisashi di pikiran mereka.

Jujur saja teriakan itu dimaksudkan untuk penyemangat tetapi justru membuat kepala orang-orang yang mendengar jadi berdenyut sakit.

Air...

Api...

Tanah...

udara...

Terbayang sudah kemampuan apa saja yang dimiliki mereka.

"Hati-hati lidahnya ada dua!" Agni memperingatkan dari atas pohon.

Nächstes Kapitel