webnovel

Diandra

Sang pengemudi mobil kaget dan buru-buru merem mendadak mobilnya. dia turun dari mobil sebelum Theo dan si pejalan kaki, sempat berdiri dengan tegak.

"Apa kalian baik-baik saja?" tanya sang pengemudi mobil panik.

"Tolong pelankan laju kendaraan Anda ketika akan melewati tikungan. Jika saya tidak menariknya tadi, mungkin sekarang Anda, akan terkena pasal karena menabrak seseorang sampai mati" tegur Theo sambil membersihkan baju dan celana olahraganya yang kotor.

"Sekali lagi saya minta maaf. Apa Tuan baik-baik saja?" tanya sang pengemudi mobil sekali lagi memastikan si pejalan kaki baik-baik saja.

"Tidak apa-apa. Ini hanya luka lecet saja. Lain kali berhati-hatilah" jawab Pria itu kalem.

"Kalau begitu ini untuk berobat Anda" kata sang pengemudi meletakkan selembar dolar ke tangan si pejalan kaki.

"Tidak usah terima kasih. Uang Anda tidak menyelamatkan nyawa saya hari ini. Pergilah" jawab sang pejalan kaki mempersilahkan sang pengemudi untuk pergi.

"Kurasa kau butuh dirawat. Aku punya obat di kantorku. Tolong jangan tolak ucapan terima kasih saya" senyum sang pejalan kaki pada Theo, ketika mobil pengemudi telah pergi.

Theo dan kawan-kawan terkejut ternyata si pejalan kaki, adalah pemilik dari Winter Water Park. Mereka dibawa masuk menggunakan sebuah mini bus untuk mempersingkat waktu menuju kantor sang pemilik Winter Water Park. Mereka disambut dengan para karyawan, yang sibuk berlalu lalang di sekitar sang pemilik.

"Silakan masuk" kata sang pemilik membukakan pintu ruang kerjanya selebar mungkin.

"Katelyn"

"Ya,"

"Tolong bawa kemari kotak P3K ke ruanganku." Perintahnya lalu masuk ruangan dan menutup pintunya. Setelah Katelyn memberi pengobatan pada Theo dan sang pemilik Winter Water Park, mereka tidak membuang kesempatan begitu saja untuk mencari tahu.

"Wah, Anda membangun pusat rekreasi yang sangat indah. Apa suka dukanya ketika pembangunan berlangsung Tuan?" Nauctha berinisiatif memancing sang Pemilik dengan pertanyaan yang mengarah, pada proses pembangunan Winter Water Park.

"Sukanya adalah...ketika pembangunan tempat ini hanya berlangsung sekitar lima bulan lebih sedikit. Sementara ditempat lain mungkin bisa lebih dari itu. Dukanya adalah semenjak wahana ini dibangun, para karyawan yang terhubung langsung dengan wahana tersebut, satu persatu mengundurkan diri bahkan ada yang jatuh sakit mendadak"

"Mereka selalu berkata tempat itu ada penunggunya. Aneh, memang. tetapi kesaksian mereka selalu sama. Gangguan itu datangnya dari Wahana Pantai buatan kami. Jujur, hal ini menjadi masalah serius untuk saya karena wahana itu adalah titik komersial sentral kami. Untungnya belum pernah ada pengunjung, mengalami gangguan seperti yang dialami para pekerja" jawab sang pemilik Winter Water Park sambil mempersilahkan seluruh tamunya meminum secangkir teh.

"Bolehkah kami berfoto bersama Anda Tuan?" tawar Zack melihat-lihat banyaknya piagam dan sertifikat yang terlihat rapi menempel di dinding. Banyak juga foto-foto yang terpajang manis di atas dinding.

"Tentu" jawabnya ramah, berdiri di tengah para muda-mudi di samping kanan kirinya.

==================================

Di Apartemen, berkumpullah Lucas Kelf, Kabil Hanan, Theodor Rulf, Zack Amstrong, Arletha Beam, Nauctha Jemma, Berta Staley dan Casandra Huibert duduk di atas sofa berhadap-hadapan. Wajah serius Theodor sedang memerhatikan foto yang mereka buat dua jam yang lalu.

Pria itu terlonjak begitu merasakan sesuatu tak tampak, menarik ponsel tersebut hingga melayang menjauh dari genggaman kedua tangannya. Semua orang menyaksikan kejadian itu dengan wajah mulai menegang. Sebuah tangan putih menggapai dan menggenggam ponsel itu.

Matanya menatap tajam pada apa yang telah dia lihat. Tangan itu gemetaran bahkan arwah tak dikenali namanya itu kini, menangis terisak-isak menatap layar ponsel.

"Kau...mengenali orang-orang yang ada dibingkai foto tepat, di belakang foto kami itu?" tanya Theo berhati-hati. Hantu tanpa nama tersebut kini menoleh pada Theo yang mulai mendekat padanya. Hantu yang awalnya tanpa wajah itu, kini mulai menampakkan wajahnya ketika masih hidup.

"I-Ini aku...akhirnya aku ingat ini wajahku..." kata hantu itu sambil menunjuk seorang Gadis tepat di tengah foto, masih menangis. Theo mengernyit, mengambil alih ponsel, memperbesar bingkai foto yang berada di belakang foto mereka berdelapan dan sang pemilik Winter Water Park.

"Jadi kau, Gadis ini?" tanya Theo sekali lagi, dan hantu itu mengangguk yakin.

"Artinya kau tahu siapa namamu?"

"Belum. Aku belum ingat siapa namaku. Tolong. Cari keberadaan Gadis di sebelah kananku itu. Aku mengenalinya tetapi aku lupa namanya. Kumohon temui dia" sang hantu berusaha memegang kedua bahu Theo tetapi tangannya menembus kedua bahu Theo.

"Kau lupa siapa namamu, siapa nama dia, lalu bagaimana kami bisa menemukan orang itu?" balas Casandra memberanikan diri berbicara pada si hantu cantik.

"tetapi aku masih mengingat kebiasaan kami setiap seminggu sekali pergi ke suatu tempat"

"di mana tempat itu?" Zack langsung bertanya tak peduli lagi pada rasa takutnya.

"Di sebuah Cafe tak jauh dari daerah sini. Aku akan menunjukkan jalan pada kalian" jawab sang hantu meminta semua orang mengikuti dirinya.

"Tunggu" Kabil menahan semua orang untuk tidak langsung mengikuti ke mana hantu itu pergi.

"Jangan sekarang. Aku tahu ruhmu telah dimantrai bukan? Kau dimantrai ketika sedang meregang nyawa" tegas Kabil menyorot tajam si hantu.

"Aku tidak ingat. Bisakah kita mencari keberadaan temanku sekarang?" jawab hantu menatap Kabil sejenak, lalu bertanya pada manusia lain.

"Tidak. Ini demi kebaikanmu. roh yang telah dimantrai akan musnah jika terkena sinar matahari" larang Kabil sangat serius.

"Tahu dari mana ruhnya telah dimantrai? Bisa kau jelaskan Kabil?" tanya Nauctha keheranan sambil berkecak pinggang.

"Ada bintik menyerupai tahi lalat berwarna merah kecokelatan di salah satu pergelangan tangan dan pergelangan kakinya" sahut Kabil memberi isyarat, memerintahkan Nauctha memeriksa roh itu sekarang juga. Dengan gugup sekaligus ketakutan, dia mendekat ke arah hantu, memeriksa adakah tanda seperti yang di ucapkan Kabil.

"Tahi lalat itu memang ada di tempat yang sesuai Kabil katakan" kata Nauctha menatap ke arah semua orang.

"Kau itu apa?" tanya Lucas menyodok perut Kabil dengan siku kanannya keheranan.

"Aku Kabil, siapa lagi?" geram Kabil mengusap perutnya yang nyeri setelah mendapatkan sikutan dari Lucas.

"mengapa kau bisa mengetahui hal semacam itu? Kami butuh penjelasanmu"

"Pamanku bisa mengetahui hal semacam ini dengan sangat mudah. maaf. Aku..., diam-diam menghubunginya secara diam-diam" jawab Kabil meringis kecil sambil menggaruk kepalanya.

"Apa kau mengatakan segalanya pada Pamanmu?" tanya Theo penuh selidik.

"Bisa dibilang...ya,"

"Jadi dia bisa membantu kita mencari jazad Gadis hantu ini?" tanya Theo harap-harap cemas tetapi harapannya langsung raib ketika dia melihat secara langsung kepala Kabil menggeleng perlahan.

"Dia hanya sanggup memastikan bahwa tubuh Gadis ini, tidak terpendam di dalam tanah" jawab Kabil menimbulkan berbagai macam pertanyaan sekaligus dugaan.

"Jadi Pamanmu sudah tahu bahwa kita, berniat membagi kelompok?" kekeh Lucas antara percaya dan tidak begitu menyadari memang mereka memiliki rencana membagi dua kelompok. Pertama mencari Gadis yang di ingat oleh si hantu, dan kelompok kedua diam-diam mencari jazad si hantu tengah malam, di dalam Winter Water Park.

"Bahkan dia mengatakan kau, dalam bahaya jika meneruskan ini Theo. Kau...yakin akan melanjutkan hal ini meski nyawamu bisa dalam bahaya?" kini Kabil terdengar lebih serius dari biasanya.

"Tidak ada pilihan lain. Dalam dunia yang lain itu, aku sempat melihat lokasi rumah, yang selalu muncul di dalam mimpiku. Aku harus tahu siapa Ibu dan anak dalam mimpiku ini." Jawab Theo mencoba menguatkan diri sekaligus tekatnya.

"Jangan bilang kau membuat perjanjian dengan makhluk itu Theo. Bisakah kau berpikiran jernih?!" amuk Nauctha mencengkeram kuat, kedua kerah jaket Theo.

"Bisakah kau berpikiran jernih jika menjadi aku sayang? Kau tidak pernah bisa tidur karena mimpi itu, terus muncul seolah sebuah rahasia besar menunggu untuk terkuak. Bahkan kau, tidak bisa tidur barang dua hari ini saja, kau sudah seperti orang yang hampir gila" geram Theo menjauhkan dua tangan Nauctha dari kerah jaketnya.

"Bagaimana kalau apa, yang Pamannya katakan benar terjadi? Kau tidak memikirkan bagaimana perasaan kedua orang tuamu, dan aku?" protes Nauctha membuat suasana makin terasa panas.

"Tolong mengerti posisiku Nauctha. Aku tidak dalam posisi, bisa memilih. Maju, nyawaku dalam bahaya bahkan kalau pun ingin mundur, lama-lama aku bisa gila" kata Theo mencengkeram kedua bahu Nauctha memohon pengertian.

"Janji terlebih dahulu. Kau, akan selalu berhati-hati dalam tiap langkah yang akan kau ambil." Kali ini Nauctha mau mengalah setelah mendengar langsung betapa menderitanya Theo setiap dia mulai tertidur.

"Apa artinya kita bisa pergi sekarang?" si hantu menyela.

"Silakan, jika kau ingin lenyap sebelum tahu di mana tubuhmu berada" jawab Kabil melirik hantu itu.

"tetapi Cafe hanya buka sampai jam dua belas siang" kata si hantu menunduk sedih.

"Baiklah....begini saja, katakan di mana Cafenya biar kami pergi ke sana" kata Berta mulai iba. Sang hantu berkata, biasanya Gadis dalam bingkai foto akan datang hari ini jam sepuluh pagi.

Akhirnya Arletha, Nauctha, Berta dan Casandra tiba di X-ty Cafe mereka mengawasi orang-orang yang berlalu lalang.

"Arah jam dua belas. Bukankah itu Gadis yang dimaksud si hantu?" bisik Nauctha pada ke tiga temannya.

"Ternyata dia sudah datang sebelum kita. tetapi bagaimana caranya dia percaya dengan apa yang akan kita sampaikan?" jawab Berta memerhatikan si Gadis sedang sibuk mengobrol dengan kawan-kawannya.

"Temanku tiba-tiba menghilang dan tidak pernah muncul lagi, selama bertahun-tahun. Orang tuanya masih saja terus menangisinya." Kata Arletha membuka pembicaraan dengan suara yang sengaja di keraskan.

"Benarkah? Kau tahu terakhir dia berada divmana? Sebelum menghilang?"

"Daerah sekitar Winter Water Park. Dia meneleponku sebelumnya. Dan ternyata, temanku ini mengenal pemilik dari Winter Water Park. Dia berfoto dengan enam orang lainnya"

"Dari mana kau tahu dia mengenal, pemilik Winter Water Park?"

"Karena ada foto yang di pajang di dinding ruang kerjanya. Itu foto mereka, dengan enam orang temannya yang lain"

"Foto?"

"Ya, foto mereka mengenakan seragam sekolah...St.Smite" kalimat Arletha kali ini sukses, membuat perhatian Gadis itu tertuju pada mereka. dia berdiri, dan berjalan ke arah ke empatnya.

"Apa kalian sedang membicarakan Diandra Bouch?" pertanyaan Gadis itu spontan membuat ke empatnya saling melirik satu sama lain.

"Banyak Gadis bernama Diandra. Bagaimana jika kita pastikan saja orangnya?" kata Nauctha sambil mengambil ponselnya. Untung Lucas, mengirimkan foto itu ke semua. Nauctha memperlihatkan foto yang sudah di perbesar.

"Ini orang yang kami maksud" tunjuk Nauctha sambil menunjuk Gadis di tengah foto.

"Ya, itu Diandra Bouch. Selama ini aku berusaha mencari anggota keluarganya. Kalian tahu di mana Diandra tinggal?"

"Apa kau tahu informasi tentang Diandra? Sekecil apa pun itu pasti akan sangat membantu" potong Berta.

"Aku...membawanya ke rumah. Sampai sekarang dia masih ada di rumahku" jawab Gadis itu ragu-ragu menjawab.

"Diandra belum mati?" gumam Nauctha menatap ke tiga sahabatnya kebingungan.

"Kau berbohong. Tidak mungkin dia masih hidup" kata Arletha syok.

"Aku bisa membuktikan, jika kalian mau. Kenalkan, namaku Michella Weirn" kata Chella sekaligus memperkenalkan diri.

"Arletha. Ini Nauctha, itu Berta dan di sebelah sana, Casandra. Kapan kami bisa menemui Diandra?" tanya Arletha tak ingin membuang waktu.

"Sekarang aku punya waktu luang bagaimana dengan kalian? jika sekarang?" tawar Michella Weirn menawarkan.

"Baiklah, kami harus segera mengabari pihak keluarga Diandra secepatnya" jawab Casandra secepatnya.

"Beri aku sedikit waktu untuk berpamitan dengan teman-temanku dahulu. Sekaligus mengambil tasku" kata Michella tersenyum ramah kemudian berbalik arah, untuk kembali ke mejanya.

"Kau yakin dia jujur? tetapi..., bagaimana mungkin roh manusia, yang masih hidup, bergentayangan seperti hantu?" bisik Berta pada ke tiga temannya.

"Kita pastikan dahulu. Kalau ini jebakan, setidaknya aku sudah mengatakan pada Lucas kalau kita, menemukan tubuh Diandra. Pasti mereka akan melacak keberadaan kita secepatnya" jawab Casandra sambil memerhatikan Michella.

Nächstes Kapitel