webnovel

CH.182 Bertarung Bersama

Masih di dunia Heresia dan aku menginap di rumah Shin dan Lala, aku menikmati waktuku dengan sepenuhnya. Namun tiba-tiba aku mendapat pemberitahuan dari Shin dan Lala bahwa mereka harus menuju satu portal yang mendatangkan monster entah dari mana dalam jumlah yang besar dan sulit ditangani. Tentu saja sekejap aku memberi tahu mereka bahwa aku ikut.

Tidak kusangka di kehidupanku sebagai Rie aku akan memburu monster juga. Mungkin sistemnya berbeda, tetapi berburu monster tetaplah berburu monster, dan itu menyenangkan. Ya semoga saja bukan monster yang benar-benar sulit dilawan dan menekan balik seluruh kekuatan kita. Jadi penasaran deh.

"Eh tante ingin ikut bertarung bersama papa dan mama?"

Ughh… baru pertama kali aku dipanggil tante oleh orang lain. Pada dasarnya memang aku lebih muda daripada mereka, tetapi karena aku sudah kenal dengan Shin dan Lala sejak dulu, itu membuatku umurnya disamakan dengan Shin juga Lala.

Yang sedang berbicara denganku adalah anak ketujuh dari Shin dan Lala yang pernah begitu tertekan karena mengetahui dirinya lahir di kematian papanya, sampai akhirnya Shin kembali dari kematian. Entah kenapa aku merasa kasihan dengan dirinya.

"Benar, nanti tante akan kembali dengan papa dan mama Tsuzumi oke? Tsuzumi tunggu di sini dengan keenam kakak Tsuzumi ya? Tidak akan lama kok."

"Hati-hati ya tante. Soal papa dan mama, Tsuzumi tidak akan khawatir. Namun Tsuzumi tidak tahu kekuatan tante. Jadi berjuanglah!"

"Terima kasih."

Begitu aku selesai menyiapkan diri, aku tersenyum kepada Tsuzumi dan turun menemui Shin dan Lala yang sudah menunggu di depan. Peralatanku seperti pedang dan armor masih ada tersimpan baik-baik di kalung semasa hidupku sebagai Kioku. Kalung The Goddess Love memang bisa diandalkan fungsi dan isinya yang pernah kusimpan di dalamnya.

"Wah benar-benar punya pedang dan armor dari kehidupan masa lalumu ya Rie? Aku pikir kau hanya berkata bohong untuk menunjukkan kemampuanmu dan pamer."

"Dasar, papa itu memang mengesalkan. Tidak bisakah percaya sedikit kepada Rie?"

Tiba-tiba saja Lala marah mewakiliku dan mencubit badan Shin dengan kuat. Kujamin cubitan manusia biasa saja sudah sakit, bagaimana kalau itu cubitan dari seorang dewi ya, pasti semakin sakit. Ya kecuali Shin memperkuat tubuhnya sehingga tidak merasa kesakitan.

"Auauauau, iya, iya, iya, maaf-maaf."

… atau tidak. Sudah kuduga Shin memang kalah dengan Lala dan anak-anaknya saja. Ya mau bagaimana lagi, keluarga adalah hal yang penting dan buatnya, juga aku dan Jurai sih. Jadi tidak bisa membayangkan betapa menyakitkannya cubitan Lala kepada Shin itu.

"Jangan diulangi, gak sopan."

"Iya, iya. Lagipula mama harusnya tahu justru papa yang paling menaruh kepercayaan papa kepada Rie sebagai diri lain Sin. Ya sudahlah ayo berangkat."

"Ayo, aku sudah tidak sabar."

"Hahaha, ayo kita menikmati hal yang belum pernah kita lakukan bersama-sama, yaitu bertarung. Apa aku harus memanggil Jurai juga ya? Tidak usah deh, lain waktu saja."

Benar juga, sudah banyak hal yang kulakukan bersama Shin dan Jurai, tetapi hal yang paling sering dilakukan oleh kita masing-masing malah tidak pernah dilakukan bersama-sama. Sebenarnya ada alasan dibaliknya, karena kekuatan masing-masing kita seorang itu dapat membunuh seorang dewa lainnya. Jadi total gabungan kekuatan milikku, Shin, dan Jurai dapat memecah langit mungkin, atau aku terlalu melebih-lebihkan.

Apa pun itu, memang benar kekuatan kita bertiga itu sangat besar jika digabungkan, terlalu besar bahkan. Yang ada kalau kita bertiga terlalu semangat, kita hanya akan membabi buta tanpa lawan bisa melakukan apa pun. Tentu saja kalau kita terlalu bersemangat dan mengeluarkan kekuatan penuh di masa keemasan kita.

"Oh ya Shin, dibandingkan diriku yang punya pengalamn bertarung lebih lama, aku justru khawatir dengan dirimu dan Lala walaupun Tsuzumi mengatakan kalian kuat."

"Fufu, kalian terlalu meremehkan kami Rie, apa gunanya aku menjadi dewi dan Shin jadi dewa kalau kami kalah dengan monster yang lemah?"

"Heh, sudah kuduga kalian akan menyombongkan diri."

"Enak saja, Rie dulu yang mulai."

"Sudah-sudah, ngapain juga ribut, kita buktikan saja nanti siapa yang kuat, lebih simpel kan? Menyombongkan kekuatan itu lewat bukti nyata asli."

Hoo, mereka menantang kemampuanku? Baiklah, mari kita kerahkan kemampuan penuh seorang dewa pencipta. Sejak dulu aku selalu menahan diri melakukan sesuatu yang terlalu berlebihan dengan kekuatan penciptaan ini. Namun kalau sudah ditantang begini mana bisa aku diam diri dan mengalah dengan mereka.

Di sini kita saling mempertaruhkan harga diri masing-masing. Normalnya Shin dan Lala harusnya bekerja sama, tetapi saat ini ketiga bertiga saling menyombongkan diri satu sama lain. Shin tidak ingin kalah dari teman masa lalunya dan istrinya sendiri, Lala tidak ingin dipandang lemah oleh suaminya dan aku, sedangkan aku membuktikan bahwa aku yang terbaik. Ini akan jadi menarik.

"Kita sudah sampai. Kita menentukannya dari jumlah monster yang kita lawan dan berapa lama waktu yang kita butuhkan. Akumulasi monster terbanyak dan waktu tersingkat menang, setuju?"

"Dengan peraturan sesimpel ini? Tentu saja!!"

"Kalau begitu kita mulai sekarang!!"

Cara menghitung waktu yang dibutuhkan itu gampang, tinggal saja kita kerahkan drone untuk mengawasi pertarungan kita. Nanti kita hitung saja dari rekaman yang ada. Kalau soal jumlah monster tentu saja dari jumlah mayat yang dibawa. Dengan begini kita bisa mengetahui dari antara kita bertiga siapa yang jadi pemenangnya.

Aku dan kedua lawanku ini tidak membuang waktu, walaupun banyak orang juga yang memburu monster-monster ini, tetapi terlihat dengan jelas kamilah yang paling menarik perhatian. Untuk kali ini, kali ini saja aku membiarkan perhatian terarah kepadaku dengan sengaja. Kalau memperhatikan akan menarik banyak perhatian pasti aku akan menahan diri nanti.

"Hiaa!! Hoo!! LeFiera. Guast. Retriakari. Tarasuka. Rouisa."

Semua sihirku aku kerahkan, semua yang mampu membuatku begitu kuat dan cepat dalam membunuh monster-monster ini. Jujur baru pertama kali dalam seumur kehidupanku aku benar-benar menikmati pertarungan ini. Entah kenapa adrenalinku terpacu dengan luar biasa walau lawanku sangat lemah dibandingkan semua monster mengerikan yang sudah pernah kulawan.

Akhirnya kami bertiga menyelesaikan semua monster yang ada dalam waktu kurang dari 10 menit dengan ditonton banyak orang yang melonggo kebingungan dan kagum. Tentu saja, dua dewa dan satu dewi sudah turun tangan pasti ini akan jadi pertarungan satu sisi yang tanpa ampun. Sungguh, bersama mereka aku sangat bisa untuk tersenyum.

"Fuaa, leganya setelah bertahun-tahun tidak bisa menggunakan sihir dengan lega dan bertarung semenyenangkan ini."

"Benar juga, dengan adanya dirimu, bertarung kali ini jadi lebih menyenangkan. Hei, kalau ada lain waktu ikutlah dengan kami Rie untuk bertarung menghabisi monster yang keluar dari portal secara acak. Kita habiskan waktu kita bersenang-senang."

"Hoo, tentu saja aku ikut. Punya kekuatan kalau tidak dipakai buat apa coba? Oh ya, sudah mengumpulkan mayatnya? Kita harus menghitung jumlah monster yang kita bantai dan nanti menghitung berapa lama yang kita butuhkan untuk membunuh setiap monster."

"Tentu saja sudah, di dalam dimensiku aku sudah menyimpannya, seharusnya mama sudah menyimpannya di dimensinya juga. Kalau begitu ayo kita pulang dan cek, dengan begitu aku bisa menyombongkan diri ke anak-anakku juga."

Huh, harga diri setiap diri kami memang begitu tinggi, tetapi harga diri kami tidak menghancurkan ikatan di antara kami. Justru dengan seperti ini ikatan suami istri mereka semakin kuat dan ikatan pertemanan antara aku dan mereka juga menguat. Entah kenapa aku berpikir kehidupan seperti ini tidak buruk juga, aku bisa bersenang-senang walau sedang bertarung melawan monster yang seharusnya ditakuti.

Sekarang aku jadi punya alasan kan untuk tinggal di dunia Heresia ini, sialan memang mereka, membujukku dengan begitu keras. Kalau sudah begini saat aku kembali ke dunia Logiate dan bekerja lagi aku jadi merindukan saat ini pasti. Ya sudahlah, nanti saat pulang biar aku bahas dengan papa dan mama akan hal ini.

Memang aku pada akhirnya harus mencari kebahagiaanku sendiri dibandingkan hanya terus-terusan berkorban. Aku sudah lelah hidup hanya untuk berkorban, tetapi aku juga lelah hidup egois, itu kenapa saat ini aku harus menyeimbangkan segalanya supaya tidak ada tekanan dari mana pun ketika aku menjalani hidupku.

"Ngomong-ngomong, apa tidak apa-apa kita hanya memburunya lalu mengambil mayatnya begitu saja? Bukankah ini juga pekerjaan sebenarnya? Bagaimana kita bisa mendapatkan uangnya?"

"Woa, woa, woa, santai. Sampai kapan pun rasanya aku akan tetap dikejutkan oleh bagaimana cara kerja pikiranmu Rie, dalam sekejap saja begitu banyak pertanyaan muncul dibenakmu. Kalau dirimu menghajar orang dengan pertanyaan sebanyak itu penjelasannya pasti singkat dan tidak lengkap."

"Ahh kebiasaan burukku, maaf. Kalian tahu sendiri, apalagi Shin tahu bahwa aku adalah orang yang penasaran segala hal. Itulah kenapa aku mencoba mengetahui hal itu dari pertanyaan-pertanyaanku, walau ujung-ujungnya beginilah."

Kebiasaan burukku kalau ingin mengetahui sesuatu adalah rentetan pertanyaan yang membuat orang jadi bingung ingin menjawab apa. Memang sih pertanyaan-pertanyaanku kalau ditanyakan sekaligus jadi terasa haru dijawab buru-buru, makanya penjelasan lengkap tidak pernah kudengar. Mungkin aku harus menahan diri lain kali.

"Tidak apa-apa, biar kujawab satu-satu. Soal kita mengambil mayatnya begitu saja, tentu itu tidak apa-apa karena kita yang membunuhnya dan tentu itu milik kita. Benar, ini adalah pekerjaan, dan cara menguangkannya adalah dengan menjual mayat ini. Itulah kenapa kita membawa mayat-mayat monster yang kita bunuh."

"Ahh begitu rupanya, baiklah-baiklah. Namun di mana kita bisa menjualnya? Seharusnya ada tempat khusus untuk hal semacam ini bukan?"

"Tentu saja, monster-monster ini punya kegunaan yang kurang lebih sama seperti hewan, banyak bagian tubuhnya yang bisa dimanfaatkan. Itulah kenapa kita bisa menjualnya untuk mendapatkan uang. Soal tempatnya nanti saja."

Ternyata kehidupan seperti ini menarik juga, benar-benar seperti petualang yang bertarung monster yang ditemuinya. Hanya saja kali ini bukan bertemu monster secara tidak sengaja, tetapi malah sengaja didatangi. Begini pun tidak masalah, asalkan kehidupanku tidak hampa hanya dengan terus-terusan bekerja. Baiklah, kutetapkan suatu saat aku akan tinggal di dunia ini.

Nächstes Kapitel