webnovel

Nyi Blorong

Flash back awal pertengahan tahun 85, di sebuah desa yang subur dengan jalan yang masih tanah dan berlumpur, rumah-rumah warga masih jarang dan berjarak besar antar satu rumah dengan rumah lainnya. Hidup sederhana dengan rumah yang masih semi bata merah, dengan dinding gedek (bambu yang dianyam) menjadikan rumah yang sederhana untuk dapat menahan dari hujan dan panas.

Dengan luas rumah yang berkisar 70 M menjadikan rumah yang terbilang sedang, namun menjadi penuh karena jumlah anggota keluarga yang tinggal didalamnya. Terdapat sepasang suami istri ,diusia 40 tahun awal yang memiliki 8 anak hidup bersama di rumah yang sederhana dan kecil tersebut. Karena keterbatasan ekonomi mengharuskan keluarga itu sempat merantau di lampung dengan program transmigran yang gencar digalangkan pemerintahan pada saat itu.

Berat hati dan karena alasan keadaan yang ada, anak pertama harus ditinggal di lampung memisahkan anak dan keluarganya, dengan penuh penyesalan dan hidup harus berlanjut pasangan itu kembali ke jawa karena gagal beradaptasi dengan lingkungan disana. Kembali ke kampung halaman di jawa, meminta restu dari mertua untuk membangun rumah sederhana itu, dengan usaha dan kerja keras dari seluruh keluarga akhirnya rumah itu berdiri.

Kembali lagi karena faktor keadaan, satu anak kembali harus berpisah dan tinggal dengan mertua. Dikarenakan ekonomi yang sulit dan tempat tinggal yang tidak memadai, untuk menampung semua orang. Kasmo nama kepala rumah tangga itu dengan Sukinah nama istrinya, hidup dengan pas pasan mengandalkan serabutan untuk hidup, maklum tidak punya warisan dan tidak punya modal hanya tenaga dan pikiran yang dapat diandalkan.

Kasmo menjalani hidupnya dengan penuh kerja keras dari berdagang es, buruh petani, pembakar bata merah dan genting, serta sebagai kuli bangunan, semuanya dia lakukan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bertekad untuk merubah nasib, dan merubah keturunannya belajar ilmu silat dan kanuragan dilakoninnya, sempat gila karena tidak kuat belajar dan terlalu banyak ilmu. Menjadikannya pria yang setengah waras.

Beruntung Sang Maha Pencipta penuh kasih dan masih menyayangi dia dan keluarganya, dia dapat sembuh dan mencerna ilmunya. Berbekal ilmu dan laku yang dijalani, dia mulai dikenal orang desa dan masyarakat sekitar. Sebagai orang pintar, sebutan warga masyarakat desa untuk mereka yang tahu ilmu kanuragan dan ghaib.

Meyembuhkan penyakit orang kesurupan, penyakit aneh, santet, dan mencari orang hilang. Menjadi pekerjaan baru bagi Kasmo, dengan bertambahnya pekerjaan menjadikan keluarganya menjadi lebih baik. Belajar ilmu merupakan suatu keharusan, bagi setiap orang yang masih hidup, dan belajar adalah kunci dunia, baik fana maupun akhirat. Belajar juga mempunyai berbagai tingkatan dan itu juga menunjukan kelas seseorang dalam memahami apa yang ia pelajari.

Tanpa ujian, kualitas belajar tidak akan pernah tahu dan tidak akan pernah teruji, begitu juga dengan Kasmo yang melakukan belajar ilmu kanuragan. Berbagai godaan selalu menghampiri dari tahta, wanita, dan harta satu persatu menghampiri Kasmo, menguji pemahaman dan ketekunan belajar Kasmo. Hingga suatu hari, saat matahari yang semula bersinar terang dan terik. Tiba-tiba berubah menjadi mendung dan menjadi semakin gelap, hingga akhirnya hujan gerimis turun dan lama kelamaan menjadi deras.

Banjir menghampiri ladang dan jalanan tertutup air, begitu juga debit air di sungai kecil samping rumah Kasmo, yang kedalamanya berkisar 5-8 m dengan debit air yang semakin deras membuat warga yang tinggal di pinggir sungai menjadi resah. Kasmo masih belum sadar, bahwa hujan dan banjir kali ini berhubungan dengan dirinya dan berhubungan dengan ujian yang akan dia hadapi sebentar lagi.

Hari ini memang membuat resah Kasmo, dia selalu merasa seperti hari ini akan ada sesuatu yang akan terjadi kepadanya, dan sesuatu yang akan merubah hidupnya dan keluarganya. Saat pikiran resah dan semakin tidak karuan, hujan lebat itupun turun dan Kasmo menjadi tampak lebih gelisah, berdoa kepada Sang Gusti meminta perlindungan dan petunjuk. Hanya itu yang ada dipikirannya dan yang bisa dia lakukan.

Saat melihat hujan yang semakin deras, dan melihat debit air sungai disamping rumahnya menjadi semakin kencang, Kasmo menjadi semakin gelisah. Berpikir mengantisipasi banjir yang mungkin terjadi dia menyuruh istri dan anaknya untuk menaruh perabotan dan pakaian di tempat yang tinggi, takut banjir datang dan menggenangi perabotan beserta pakaian.

Duduk di teras untuk mengawasi jalannya kondisi dan memperhatikan cuaca, tak lupa menatap langit, yang tampak suram dengan awan gelap. Malah menjadi semakin gelap, dari pagi hingga siang, hujan turun dan tidak pernah reda. Menjelang asar, hujan menjadi semakin lebat hingga debit air sungai semakin meninggi.

Terlihat air yang meninggi, dan mendekati tepian sungai yang kini hanya berjarak setengah meter dari pembatas sungai. Kasmo menjadi semakin waspada dan semakin gencar membaca doa, untuk meminta perlindungan dari Sang Maha Pencipta.

Nächstes Kapitel