Jeong Il's pov
Aku di dapur sedang menyiapkan sarapan. Sop ayam sisa semalam masih banyak, jadi aku menghangatkannya untuk sarapan. Aku menghela napas panjang saat kembali mengingat sebuah kalimat yang dikatakan Ha Wook semalam.
Aku mendengarnya.
Sebenarnya aku terbangun saat merasakan sentuhan di pipiku. Tapi, aku tidak mungkin membuka mataku. Jadi aku pura-pura tidur saja dan sepertinya berhasil karena Ha Wook tidak menyadarinya.
Mengenai kalimat itu, tentu saja aku senang. Artinya perasaanku padanya tidak bertepuk sebelah tangan dan aku yang akan menang dalam pertempuran dengan Ho Jae juga seseorang yang tidak ku kenal itu.
Ah, senangnya.
"Seonsaengnim! Sopnya mendidih!" Aku berjingkat terkejut dan segera mematikan kompor. "Seonsaengnim baik-baik saja?" Aku menatap Ha Wook yang menatapku dengan tatapan khawatirnya. Aku tersenyum dan memegang kedua bahunya.
"Aku baik-baik saja. Oh ya, dimana Yoon?"
"Ke kantor. Oppa bilang ada rapat pagi."
Hah?
Sekertaris Min tidak mengatakan apapun tentang rapat pagi.
"Ya sudah, sekarang kita sarapan ya." Ha Wook mengangguk dan duduk di meja makan.
"Seonsaengnim, karena hari ini libur ayo pergi ke suatu tempat."
"Kemana?"
"Bagaimana dengan taman?" Aku tersenyum dan mengangguk.
#
-Seonyundo park-
"Ha Wook-ah, kenapa mataku harus ditutup?" tanyaku pada Ha Wook yang menuntunku entah kemana. Jadi, setelah sampai di taman Ha Wook menutup mataku. Hal ini membuatku semakin curiga, pasti ada sesuatu yang akan terjadi. Apa Ha Wook dan Yoon merencanakan kejutan untukku?
"Sudah sampai." Kain yang menjadi penutup mataku dibuka dan aku membuka mataku perlahan.
"Surprise!"
Hal pertama yang ku lihat adalah Ra Im membawakan kue dengan lilin yang menyala membuat senyumku luntur seketika. Aku mendengar suara merdu Ha Wook yang berpadu dengan suara gitar yang dipetik Yoon. Lagu selesai, aku meniup lilin setelah memanjatkan doa. Isi doaku adalah dilepaskan dari Ra Im dan diikatkan dengan Ha Wook. Semoga Tuhan mendengarkan doaku.
"Happy birthday, Jagiya. I love you." Ra Im memelukku sangat erat setelah memberikan cake pada Ha Wook. Aku menatap Ha Wook yang memalingkan wajahnya dan duduk di tikar dengan Yoon.
Tiba-tiba kalimat yang diucapkan Lee Ha Wook semalam terngiang di telingaku.
"Ra Im-ah, disini banyak orang." Aku melepaskan pelukan Ra Im dan segera duduk di tikar.
Aku memilih duduk di sebelah Ha Wook yang sekarang sibuk memotong kue dan Yoon sibuk memasukkannya ke dalam piring. Ra Im duduk di sampingku dan memainkan ponselnya.
"Semuanya, ayo berfoto!" Aku menatap ponsel yang di bawa Ra Im, hal yang tidak ku duga Ra Im mencium pipiku.
"Sudah sekarang kit-"
"Mianhae, Eonni. Aku baru ingat tugas Bahasa Koreaku belum selesai. Aku pergi dulu, semoga hari kalian menyenangkan." Ha Wook membungkuk dan berjalan ke arah parkiran dengan cepat.
"Ha? Kenapa? Ku pikir kita makan kue bersama."
"Mungkin lain kali, Noona. Aku menyusul Ha Wook." Yoon segera berlari menyusul adiknya. Aku menatap punggung mereka yang semakin menjauh.
"Yaah, padahal aku sudah mempersiapkan semuanya untuk 4 orang. Tidak apa ya Jagiya hanya berdua saja." Aku menunduk dan menatap sendu cake di hadapanku.
Aku tahu Ha Wook berbohong. Dia sudah menyelesaikan tugas Bahasa Koreanya kemarin sebelum tertidur di meja belajar bersamaku.
#
Ha Wook's pov
09:00 KST
"Sudahlah, jangan sedih." Aku menatap sendu kumpulan origami bintang dalam toples. Sejujurnya aku tidak menyangka Oppa membawa toples ini. Aku berencana menyatakan perasaanku pada Ha Seonsaeng saat toples ini penuh, sekarang baru seperempatnya.
"Aku jadi ragu, haruskah aku berhenti saja? Rasanya sangat sakit, Oppa." Aku memeluk Oppa dan menangis.
"Tidak, kau tidak boleh menyerah Jagiya. Kau belum pergi berperang dan kau sudah menyerah?"
"Aku tidak melihat adanya harapan. Aku ini sangat lucu, kenapa aku cemburu dan sakit hati? Aku tidak berhak untuk ini."
"Sssttt, jangan bicara seperti itu. Kau tahu kan Hyung tidak suka Noona?"
"Tapi perlakuannya-"
"Itu hanya pura-pura. Hyung tidak ingin Noona sakit hati karena sikap dinginnya. Tapi Hyung bersikap hangat padamu dan itu tulus. Kau bisa membacanya sendiri kan?" Aku mengangguk dan kembali memeluk Oppa yang mengelus rambutku dan mengecupnya berulang kali.
"Sepertinya kita harus melakukan sesuatu untu membuktikannya."
"Membuktikan apa?"
"Pemilik hati Hyung." Aku menatap Oppa yang tersenyum. Apa yang direncanakannya?
#
-Jeong Il's House-
17:00 KST
"Aku sangat senang mereka mau kemari." Aku menatap Ha Seonsaeng yang memotong semangka. Kami berdua sedang menyiapkan buah-buahan untuk menjamu teman-teman sekelasku. Hari ini kami semua akan belajar bersama Ha Seonsaeng untuk ujian akhir semester yang akan diselenggarakan besok lusa.
Ting tong.
"Ha Wook-a, bukakan pintunya!" Aku mengangguk dan berlari menuju ruang tamu.
Ceklek.
"Ha Wook-a!" Ho Jae yang ada di depan pintu langsung memelukku dan aku membalas pelukannya. Ku lihat teman-teman yang lain masuk ke dalam dan langsung mendudukkan diri di sofa. Beberapa sibuk berkeliling mencari sesuatu yang menarik. Ho Jae melepaskan pelukannya dan berjalan menuju teman laki-laki yang menggerumbul. Aku sibuk menghitung satu-persatu yang masuk, mereka melambaikan tangan padaku.
Pelajaran pertama kami memilih pelajaran sejarah. Ha Seonsaeng menjelaskan rangkuman dan memberi kami semua beberapa soal untuk dikerjakan. Kami mengerjakan soal-soal dengan serius.
Ha Songsaeng menuju dapur lalu kembali membawa mangkuk berisi buah-buahan. "Wah." Mata malas teman-temanku berubah berbinar.
"Makanlah dulu, biar belajarnya menyenangkan." Semuanya langsung saja menuju meja dan mengambil yang mereka inginkan. Dalam sekejap rumah yang damai dan tenang berubah menjadi pasar.
Aku senang melihat Ha Seonsaeng yang tertawa lebar karena lelucon yang dibuat Smith. Aku memotret Ha Seonsaeng dan mengirimkannya pada Eonni. Sebenarnya aku tidak mau, tapi Eonni sudah mengirimkan pesan padaku untuk selalu memberinya kabar. Tak lupa Jun Goo dengan kamera kesayangannya mengabadikan momen hari ini.
"Mau kau apakan video dan foto-foto itu?" tanyaku saat dia tersenyum senang menatap hasil rekamannya.
"Aku akan membuat sebuah video kenang-kenangan untuk kita semua. Eh, jadi kan kita berlibur bersama Ha Seonsaeng?" Aku menggelengkan kepalaku.
"Aku belum diskusi dengannya." Aku dan Jun Goo menatap Ha Seonsaeng yang sedang bernyanyi dengan Aloona.
"Kalian masih bertengkar?" Aku menggeleng. Jun Goo menghela napas panjang dan merangkulku. "Dengar, menyukai seseorang yang sudah memiliki kekasih atau tunangan sekalipun tidak salah."
"Lalu aku harus apa? Jika rasa ini masih ada, hatiku sakit tiap kali melihat mereka berdua bersama." Aku menyandarkan kepalaku di bahu Jun Goo, semoga saja Soo Ji tidak membunuhku setelah melihat ini.
"Kalau begitu tunjukkan saja dirimu, dia harus tahu kau menyukainya. Jadi, ungkapkan perasaanmu padanya."
"Pada siapa?"