webnovel

Sepuluh.

Mengikuti jejak-jejak yang dilewati korban, Iwata dan Huda memulai penyelidikan mereka dari lokasi tempat sinyal ponsel korban pertama menghilang. Di simpang empat pertama setelah meninggalkan kafe tempat mengerjakan tugas kelompok dengan teman-temannya. Di jarak kira-kira 200 meter dari lampu merah persimpangan. Jarak pulang menuju ke arah rumahnya.

Menurut laporan dan keterangan teman-teman yang bersama terakhir kali, Tri segera meninggalkan kafe setelah menyelesaikan tugas kelompok. Tidak satu pun dari mereka yang berkomunikasi lagi dengan Tri setelah itu. Arah yang ditempuh Tri setelah meninggalkan kafe juga merupakan arah menuju rumahnya. Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan.

Sementara Huda duduk di belakang stir kemudi, Iwata mengamati sepanjang jalan sembari beralih pada jam yang melingkar di tangan kirinya. Ia memeriksa waktu yang dihabiskan sepanjang jalan yang dilewati dan membandingkan dengan yang tertera dalam catatan.

Tempat sinyal ponsel akhirnya menghilang adalah di sebuah tepat yang cukup ramai karena banyak pedagang kaki lima menjajakan makanan dan minuman mereka. Tempat yang sangat teduh.

"Sejauh ini waktu yang kita habiskan sesuai. Tapi tidak mungkin terjadi penculikan di tempat yang ramai tanpa ada seorang pun yang tahu," celetuk Iwata. Ia memeriksa lagi laporan yang dibuat petugas sebelumnya.

Nihil. Memang tidak ditemukan saksi atau keterangan apa pun yang mencurigakan.

Diam.

Berpikir.

"Sial! Saya melewatkan bagian pentingnya," tukas Huda tiba-tiba membuat Iwata terkejut. "Pelaku tidak beraksi saat dalam perjalanan pulang, tapi sejak awal pelaku sudah berada di dalam mobil korban, bersembunyi. Menunggu waktu yang tepat."

Masuk akal!

Kendaraan putar balik. Tujuannya adalah kafe tempat korban terakhir kali terlihat.

Iwata dan Huda segera memeriksa area parkir kafe dan melihat CCTV yang terpasang di bagian sudut. Bagus, itu akan lebih mempermudah pekerjaan mereka.

Sementara Huda menemui pemilik kafe untuk meminta salinan rekaman CCTV, Iwata memerhatikan sekitar area parkir. Tidak ada petugas yang berjaga di area parkir. Tidak satu pun.

"Sen!" Huda datang dengan tab yang telah memuat rekaman CCTV parkiran dan sekitarnya. "Mobil korban terparkir di tempat yang tidak masuk area CCTV. Kelihatannya seperti situasi yang sudah diatur. Coba lihat!" Huda memutar bagian yang menurutnya mencurigakan.

Sore itu pengunjung kafe tidak terlalu ramai sehingga banyak ruang kosong di area parkir. Tri Agus yang baru datang sudah bersiap mengarahkan mobilnya ke tempat kosong yang tidak terlalu jauh dari pintu keluar, tapi kemudian ia memundurkan mobilnya lagi dan pindah ke bagian lain.

"Mobilnya berhenti tiba-tiba seperti ada yang memperingatkan. Lihat! Dia menurunkan kaca mobilnya, bibirnya bergerak seperti berbicara dengan orang lain," jelas Huda.

"Tapi saya sudah pastikan tidak ada karyawan yang bertugas di area parkir. Hari itu atau hari-hari yang lainnya." Iwata mengerutkan keningnya.

Area parkir terletak di sisi kiri bagunan utama kafe. Ada dua pintu. Satu gerbang depan tempat kendaraan masuk dan keluar, dan satu lagi pintu kecil yang hanya muat untuk di lewati satu orang. Pintu yang sengaja didesain minimalis agar terlihat unik, yang terletak di sisi kanan, yang menghubungkan antara kafe dan area parkir.

"Stop, stop!" kata Iwata yang masih memerhatikan video CCTV yang Huda putar. "Mundur 40 detik."

"40… 40…"

"Ya, di sini. Kamu lihat mobil sedan silver ini? Perbesar!"

"Blackbox!"

Iwata mengangguk. "Hubungi Komandan! Minta bantuan sat. Lantas untuk mencari pemilik mobil ini. Kita akan pergi sendiri dan meminta salinan rekaman blackboxnya."

"Roger!" Huda segera mengambil ponselnya, menjelaskan keadaan secara singkat, kemudian mengirimkan nomor plat mobil yang ingin diketahui siapa pemiliknya.

Ainul Hidayat. Jl. Jend. Sudirman, Perum. Viral Blok D-37.

Ponsel Huda memperlihatkan pesan masuk dari Ketua tim tidak lama kemudian.

Perumahan Viral merupakan perumahan kelas atas yang sangat mewah. Lahannya yang luas dilengkapi dengan taman bermain, tempat beribadah, super market, dan berbagai fasilitas tempat umum lainnya. Jarak dari kafe ke perumahan Viral memakan waktu setengah jam. Iwata mengambil alih kemudi dan tanpa buang waktu segera tancap gas meninggalkan kafe.

Pemilik mobil tipe sedan berwarna silver adalah istri salah seorang anggota dewan. Tidak sulit untuk meminta kerjasamanya.

Dalam waktu singkat salinan rekaman blackbox sudah berpindah ke tab milik Huda. Bersama dengan Iwata, keduanya menyaksikan bagaimana seseorang mengarahkan mobil korban ke tempat yang tidak terjangkau CCTV. Hal itu semakin memperkuat dugaan Huda bahwa pelaku sudah berada di dalam mobil korban sebelum meninggalkan kafe.

Meski tertangkap blackbox mobil lain, wajah pelaku sama sekali tidak terlihat. Ia menggunakan topi dan menaikkan tudung jaketnya. Tangan kirinya membawa tongkat Baton yang biasa digunakan untuk mengatur lalu lintas di jalan dan mengayunkannya ke udara. Tinggi pelaku kira-kira di atas 180 senti dengan bentuk tubuh yang tidak terlalu kurus.

"Kalau begitu saya akan kembali ke kantor dan mengindentifikasi orang ini dari rekaman CCTV lain yang ada di kafe," Huda menyarankan.

"Bagus! Kalau begitu saya akan melanjutkan ke tempat selanjutnya."

"Tapi omong-omong, Senior sudah mengerti cara membaca sketsanya?" Huda bertanya dengan nada rendah, tidak ingin menyingung perasaan Iwata.

"Bisa! Siapa yang bilang saya tidak bisa?" Iwata mengelak.

Sebenarnya sejak tadi Iwata sudah curi-curi pandang. Diam-diam memerhatikan saat Huda memastikan jalan yang dilewatinya sudah sesuai dengan sket yang ditunjukkan sinyal terakhir dari ponsel Tri Agus saat masih aktif. Iwata belajar dengan sendirinya.

"Jangan malu begitu. Sen, kita 'kan teman."

"Teman?!" Iwata tetap tidak terima.

"Kita sudah ada di Tim Khusus dua kali, itu artinya sekarang kita teman," jawab Huda asal. "Begini cara bacanya, titik merah yang di sini artinya titik awal. Waktunya juga tercatatat di..."

"Sudah tau!" Iwata meninggikan suaranya. "Sana cepat pergi! Kamu kembali ke kantornya naik angkot saja."

"Apa?!"

Iwata tidak menunggu jawaban persetujuan dari Huda. Ia menendang Huda keluar dari mobil dan berlalu dengan kecepatan penuh. Sementara Iwata telah menghilang, Huda hanya bisa pasrah sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Seharusnya tadi ia tidak memancing.

Sebentar lagi langit gelap, Iwata harus bergegas kemudian kembali.

Karena korban berjalan kaki, Iwata mengikuti jejaknya dengan berjalan kaki juga. Memastikan waktu yang tertera dalam sket sesuai. Ia juga memerhatikan sekelilingnya. Siapa tahu ada CCTV dari bangunan lain, atau siapa tahu ia bisa menemukan sesuatu yang bisa memberi petunjuk.

Iwata sampai di jalan kecil tempat sinyal ponsel terakhir Aditya Zainuddin terbaca. Waktu yang ia habiskan 5 detik lebih cepat. Tempat yang memang cukup sepi. Hanya sesekali terlihat lalu lalang kendaraan, yang pasti tidak akan ada yang segera menyadari jika terjadi penculikan. Apa lagi jika pelaku melakukannya dengan cara halus.

Iwata memerhatikan sekelilingnya. Berjalan ke sana-kemari.

Pelaku bisa saja mengikuti Aditya dari awal, sejak meninggalkan bengkel. Atau, karena jalan pulang adalah jalan satu-satunya yang rutin Aditya lewati setiap harinya, pelaku bisa saja menunggu di suatu tempat.

Ada sebuah warung di pinggir jalan. Jika kemungkinan kedua yang digunakan pelaku, tempat yang digunakan untuk menunggu biasanya tempat-tempat seperti warung yang strategis, yang setiap orang bisa datang dan pergi sesukanya.

Jam pulang kerja Aditya tidak selalu sama setiap harinya, tergantung banyak-sedikitnya pekerjaan. Jadi tempat yang digunakan untuk menunggu seharusnya tempat yang menghadap langsung ke jalan.

Warung sudah tidak lagi ramai. Orang terakhir baru saja beranjak pergi. Si pemilik telah siap menutup warungnya saat Iwata datang.

"Maaf, bisa minta waktunya sebentar?" kata Iwata sembari memperlihatkan tanda pengenalnya.

Melihat tanda pengenal polisi yang Iwata bawa, awalnya membuat pemilik warung terkejut. Tiba-tiba didatangi polisi, siapa yang tidak panik. Tapi setelah ia ingat lagi dan tidak sedang melakukan kejahatan apa pun, pemilik warung merasa tidak perlu takut. Lagi pula warungnya juga bukan jenis usaha ilegal.

Segera setelah dipersilahkan, Iwata menyampaikan maksud kedatangannya.

Pertanyaan yang diajukan Iwata kepadanya adalah pertanyaan sederhana yang tidak terlalu rumit. Hanya mengenai ada tidaknya orang mencurigakan yang ia lihat, atau yang telihat sedang menunggu seseorang di warungnya.

Meski sederhana dan tidak terlalu rumit, pemilik warung tidak bisa memberikan jawaban pasti. Warungnya berdiri di pinggir jalan yang artinya siapa pun bisa datang dan mampir. Pemilik toko juga tidak bisa mengingat semua wajah pelanggan yang datang karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Ia tidak bisa sering-sering melihat ke arah jalan karena bekerja di warung seorang diri berarti harus bergerak cepat dalam membuat pesanan.

Nihil.

Sementara matahari mulai terbenam di bawah garis cakrawala ufuk sebelah Barat, pendar jingga dari sang senja mewarnai langit dengan indah. Perpaduan sebuah keanggunan dan keindahan. Pesona yang tidak akan ada habisnya untuk dikagumi.

***

Nächstes Kapitel