webnovel

Penulis Kim

Author Point of View

Kantor Kepolisian Seoul

Setelah surat penangkapan dibuat dan melewati beberapa proses akhirnya surat tersebut mampu mengantarkan Kim Myungsoo duduk di ruang tahanan sampai tiba saatnya interogasi. Tidak ada raut ketakutan di wajahnya, beberapa polisi dan wartawan mengumpat gila untuk sosoknya. Tidak ada hak istimewa bagi penulis terkenal tersebut, walaupun dia mengaku sudah bertobat sekali pun.

Jiyeon dan timnya berwenang untuk melakukan interogasi pada Myungsoo tapi karena Dong Yoon yang merupakan ketua tim masih menjalankan misi rahasia bersama Jiyeon dan Minho jadilah penundaan.

"Bisakah aku mendapatkan segelas air? Aku tadi sedang makan dan belum sempat minum saat dibawa ke sini," pinta Myungsoo pada salah satu petugas tapi tidak ada yang menanggapinya.

"Ah, sepertinya di sini sedang terjadi kekeringan. Bahkan segelas air saja tidak ada,"

"Yak! Kau masih berani memerintah petugas?" bentak salah satu petugas di sana.

"Aku tidak memerintah aku hanya minta tolong, baiklah aku lupa mengatakan tolong. Jika aku bisa melakukannya sendiri aku juga tidak akan meminta kalian mengambilkannya. Tolonglah,"

Petugas tadi akhirnya mengambilkan Myungsoo segelas air minum karena malas mendengar celotehan Myungsoo. Myungsoo menerimanya dengan senang, dia benar-benar belum meneguk setetes air pun selain liurnya setelah menelan makanannya.

"Apa masih lama? Aku sudah menunggu lebih dari dua jam di sini,"

"Lama katamu? Ini belum seberapa, kau masih harus menunggu lima jam lagi," kata petugas yang tadi memberinya minum.

"Aku seperti menunggu anak sekolah yang pulang ke rumah, kekeke."

. . .

Di Hamlin High School

Jiyeon sedang meremat jemarinya cemas, sesekali dia juga melirik pada Dong Yoon. Baru saja dia mendapatkan kabar jika mereka sudah menangkap penulis Kim. Dia benar-benar tidak sabar ingin mengintrogasi penjahat itu.

"Park Jiyeon-ssi, bisakah fokus ke depan?" tegur guru Nam.

Jiyeon langsung melihat ke depan karena tatapan guru Nam sangat mengerikan dirasanya. Sejeong yang melihat Jiyeon gelisah hanya menggelengkan kepalanya. Dia kadang memang merasa heran dengan Jiyeon yang sering terlihat aneh, belum lagi Dong Yoon dan juga Minho. Insting Sejeong sedikit lebih tajam dibandingkan anak seusianya.

. . .

Seperti biasa kantin sangat ramai di jam istirahat. Jiyeon dan Dong Yoon masih mengekori Sejeong untuk mencari tempat makan. Sejeong melihat tapi tidak ada bangku yang tersisa. Dia berjalan ke pojok tempat duduknya biasa makan.

"Ah, cuaca di luar sangat bagus. Soo Jin-ah, bukankah kalian lebih suka makan di luar ruangan?" kata Sejeong pada salah satu murid yang menduduki tempat biasanya duduk itu. Senyumnya tidak pernah luntur, membuat siapa pun yang melihatnya tidak kuasa untuk menahan untuk balasannya.

"A... ah, benar juga. Ayo kita makan di luar saja, lagi pula kita hanya membeli roti, kan? Hahaha,"

Murid-murid itu langsung beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan kantin. Jiyeon dan Dong Yoon saling tatap begitu juga Minho yang duduk tidak jauh dari mereka. Pikiran mereka sama-sama tersambung sekarang.

"Ada apa? Kalian bisa duduk," kata Sejeong menyilahkan kedua makhluk cupu itu untuk duduk.

"Apa tidak masalah mengusir mereka?" tanya Jiyeon.

"Siapa? Tidak ada yang mengusir, mereka pergi dengan suka rela. Ei, sudah jangan dipikirkan lagi. Mereka memang lebih suka makan di luar dengan cuaca indah begini," jawab Sejeong santai dan pergi untuk memesan makanan.

Jiyeon dan Dong Yoon melihat ke luar jendela lalu mereka kembali saling tatap.

"Indah dari mananya?" tanya Dong Yoon.

"Mungkin mereka kelompok pencinta hujan," jawab Jiyeon dengan bodoh.

Cuaca di luar sedang mendung dan tidak lupa jatuh butiran air yang mulai membasahi bumi. Siapa pun yang menyukai hujan juga tidak akan sudi untuk makan sambil basah-basahan. Jiyeon memang sedikit ajaib, terkadang.

"Kau sudah menyusuruh Taehyung dan Baekhyun menyusun daftar pertanyaan?" tanya Dong Yoon pada Jiyeon.

"Tenang saja, sudah kuperintahkan. Itu tugas yang mudah jadi tanpa kuawasi mereka pasti juga akan menyelesaikannya. Ah, kenapa kita harus mengerjakan dua masalah ini sih. Kenapa tidak diberikan ke tim lain saja,"

"Bukannya kau yang sangat semangat untuk membuka kasus itu?" tanya Dong Yoon.

"Kalau masalah kasus itu sih aku memang semangat tapi untuk menyelidiki pembullyan di sekolah ini yang menjadi masalah. Kenapa juga kau harus memberi ide untuk menyamar, kau tidak tahu jika dandanan ini benar-benar bukan gayaku. Aku sangat risih,"

"Mulutku sedang sulit dikontrol pada saat itu karena aku sedang lapar. Aku juga sejujurnya sangat malas harus berdandan seperti ini. Kapan ini semua bisa berakhir, sampai sekarang pun kita belum menemukan titik terang," terang Dong Yoon.

"Tapi, aku merasa aneh dengan Sejeong! Kau tidak lihat anak-anak tadi terlihat takut padanya," lanjut Dong Yoon.

"Tapi, Sejeong anak yang baik kok. Tidak mungkin dia pelakunya," bela Jiyeon.

"Kau baru mengenalnya beberapa hari, nona Park!"

"Lalu kau memang sudah mengenalnya berapa lama?" tantang Jiyeon.

"Aish, bukan begitu. Ah, begini saja. Bagaimana jika kau mendekati Sejeong dan juga menyelidikinya?"

"Aku kan memang dekat dengannya," jawab Jiyeon dengan muka polosnya.

"Anak ini otaknya jadi seperti bocah SMA saja, kenapa isi kepalamu itu lamban sekali sekarang. Kemana Snake Ji yang garang dan cerdik itu?" frustasi Dong Yoon karena Jiyeon semakin hari semakin polos setelah kembali ke sekolah.

"Apa aku salah?" kembali tanya Jiyeon yang masih belum mengerti maksud Dong Yoon.

"Begini, aku tahu kau dan Sejeong sudah cukup dekat sekarang tapi yang aku mau kau jadi lebih dekat lagi dan selidiki tentang dia. Aku punya firasat tentang bocah itu," jelas Dong Yoon sambil menerawang jauh ke luar jendela.

"Menyelidiki apa?" tanya Sejeong yang sudah duduk di samping Dong Yoon. Duo cupu itu terkejut karena baru menyadari kehadiran Sejeong. Mereka terlalu fokus saat membahas masalah mereka.

"Kau sudah berapa lama berada di sini?" tanya Dong Yoon.

"Baru saja, memangnya ada apa? Kalian mau menyelidiki apa?" rasa ingin tahu Sejeong sangat tinggi.

"Ah, bukan apa-apa. Kami hanya penasaran kenapa anak-anak tadi sangat suka makan di luar di tengah cuaca mendung dan gerimis," jawaban Jiyeon hampir membuat Dong Yoon terjungkal dari bangkunya. Tapi setidaknya itu lebih baik karena dia tidak punya jawaban untuk menghindari pertanyaan Sejeong.

"Ah, itu. Di dunia ini memang banyak orang aneh jadi jangan terlalu dipikirkan. Banyak yang terlihat kasar tapi nyatanya baik, ada juga yang terlihat seperti malaikat tapi justru membuat hidup jadi mencekat. Ya seperti itulah," jelas Sejeong sok dewasa.

"Ah, kalian apa masih ingin terus bergaya seperti ini?" tanya Sejeong.

"Maksudmu?" jawab Jiyeon dengan pertanyaan.

"Dandanan seperti ini! Aku tahu sebenarnya kalian pasti tidak bergaya seperti ini, kan?" tanya Sejeong dan membuat duo cupu kelimpungan mencari alasan. Keringat mereka mulai membasahi rambut dan merambat ke wajah.

"Kalian sedang menyembunyikan identitas, kan?" tanya Sejeong lagi.

"Bukan kok!" jawab Jiyeon cepat.

"Jangan-jangan," mata Sejeong mulai menyipit menambah kedua orang di sekitarnya semakin tersudut cemas.

"Kalian ini sebenarnya berpacaran, kan!" tuduh Sejeong.

"Itu tidak mungkin!" jawab mereka bertiga serentak. Ya, bertiga, Jiyeon, Dong Yoon dan Minho yang diam-diam menguping sedari tadi. Semua mata menatap eksistensi mereka berempat.

"Ada apa dengan si Choi itu?" tanya Sejeong.

"Abaikan saja dia," balas Jiyeon.

"Pemikaran macam apa itu yang mengatakan jika kami berpacaran?" kata Dong Yoon merasa geli membayangkan berkencan dengan Jiyeon. Jiyeon yang mengerti hanya melempar tatapan sinis pada Dong Yoon.

"Ya siapa yang tahu. aku tahu jika kalian berdua itu memiliki visual yang luar biasa walaupun tertutupi kacamata dan dandanan cupu begini. Bisa jadi kalian itu sebenarnya berkencan, tapi karena sama-sama posesif jadi kalian memutuskan untuk menyembunyikan wajah rupawan kalian agar tidak ada yang mendekati, kan?" analisis bocah.

"Kau sepertinya sangat minat dalam dunia detektif, tapi analisamu sungguh berantakan. Dan apa kau lupa jika kami ini adalah saudara sepupu?" tanya Jiyeon sambil menatap Dong Yoon sinis.

"Yak, bocah kau jangan berpikir macam-macam. Kau tahu wanita ini tidak rupawan sama sekali. Aku sudah bertahun-tahun hidup berdampingan dengannya dan tidak punya selera sama sekali walaupun sudah memandangnya berjam-jam bahkan bertahun-tahun," kata Minho yang tiba-tiba menyambung dan duduk di sebelah Jiyeon. Ucapan Minho tadi mengundang tawa seisi kantin. Sementara Jiyeon yang menjadi bahan candaan hanya mengerucutkan bibirnya karena kesal. Dia tidak sakit hati sama sekali, hanya sebatas kesal.

'Lihat saja jika aku sudah membuka topeng buruk rupa ini,'

Nächstes Kapitel