webnovel

Mengungkapkan

"Aku tidak membela ataupun alasan lain semacam itu," ujar Daniel, ia melepas pena nya dan menyenderkan punggungnya di bangku. "Aku hanya melihat mereka dari sudut pandangku saja. Aku akan berbuat baik pada orang yang akan memberi nilai positif untuk lingkungan dan begitu juga sebaliknya."

"Gwau dwerlhaluw bwertele-twele Damwiel*." Owlen berbicara dengan mulut yang penuh roti isi.

"Punyaku sialan!" seru Harry seraya menciumkan sepatunya ke wajah Owlen. Owlen mengelak secepat kilat.

"Hhhh." Daniel menghela nafas, "Jika orang tersebut tidak merugikan, entah itu Orph ataupun monster aku akan berbaik hati. Tapi bila ia merugikan lingkungan maka aku akan berbuat hal yang sama kepadanya."

"Kau terlalu kaku Daniel," cibir Shiren. "Mana ada Orph yang berguna? mereka semua seperti tikus-tikus pembuangan sampah."

"Justru kau yang kaku Shiren," balas Daniel. "Meskipun mereka Orph, namun dari sekian banyak Orph pasti ada yang baik hati dan mempunyai potensi yang bagus. Pemikiranmu sama saja dengan pendapat si karat beralas permadani emas*"

*Peribahasa di Kerajaan Ellenia. Biasanya ditujukan untuk para bangsawan yang telah berumur dengan pemikiran yang kolot.

"Enak saja kau Daniel!" seru Shiren tak terima. "Lihat saja nanti! ketika tes berlangsung apakah para Orph itu bisa melewatinya atau tidak. Aku yakin ketika mereka masuk pada tes pertama pun pasti sudah gugur!"

"Sudah, tidak perlu ada emosi begini." Petter menyudahi, sebenarnya ia malas juga membahas para Orph. Namun dirinya tidak ingin kehilangan wibawa. "Ujian strato tidak akan menunggu kalian selesai berdebat."

Mungkin kalian tidak tau apa itu ujian strato, ujian strato sejenis dengan ujian semester. Namun ujian strato punya tiga rangkap ujian, yaitu ujian tertulis, ujian lisan, dan ujian praktik. Dan apabila salah satu nilai mata pelajaran dari salah satu ujian tidak tuntas, maka materi yang tidak tuntas tersebut harus diulang di strato atau semester depan. Strato adalah bagaimana orang-orang di sana menyebut semester.

"Kau menyebalkan Petter, seharusnya kau tidak mengingatkanku," keluh Harry.

"Untuk apa kau mengeluh? kau itu sudah terlalu pintar," sahut Petter.

"Tapi dia terlalu malas belajar," cibir Ken. "Dia hanya memikirkan bagaimana cara menarik lawan jenis. Terlalu tidak sabaran untuk berkembang biak."

"Bisakah kau tidak berkata pedas?!.kau itu seperti cabai dan garam yang digabung dalam satu paket!" seru Harry. Ia menghela nafas sedih. "Lagipula, perempuan atau tidak aku tidak masalah. Perempuan jaman sekarang terlalu mengerikan dan cerewet. Aku ingin punya kekasih yang bersurai oranye dan cantik. Dan pintar juga, agar tidak menyusahkanku."

Di lain tempat...

"Hatsyi!" Lysander bersin dan merinding tiba-tiba.

"Ada apa Lysander? kau flu?" tanya Liana khawatir.

"T-tidak...aku hanya, err...merasa merinding tiba-tiba. Aneh sekali," jawab Lysander seraya memegangi tengkuknya.

Kembali ke ruangan eksekutif siswa Tummulotary Academy....

"Tapi sebelum kau menjadikannya kekasih dia pasti akan menendang bokong dan masa depanmu. Lagipula kau ini aneh-aneh saja. Banyak sekali perempuan cantik tapi malah mencari laki-laki," ujar Shiren.

*****

"Nyaww."

"Kyaaa, Isaura kau cantik sekali." Liana menatap gemas Isaura.

Kini Liana sedang mendandani Isaura dengan pakaian mini rajutan Nenek Louvinna yang baru. Sebuah rok kecil berwarna merah muda dengan baju bergaris-garis putih dengan polesan warna merah padam membuat Isaura menjadi sangat menggemaskan.

"Untuk apa kucing memakai pakaian? lihat dia, semakin menyebalkan. Aku ingin membuangnya ke tengah hutan," ujar Lyosha penuh dengan rasa cemburu.

"Heh!" Liana langsung memeluk Isaura, "Aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu."

"Iya, iya, aku tidak akan melakukannya jika kau melarangnya Liana," ucap Lyosha dengan wajah yang sedih. Ia merasa kalah dengan seekor kucing pemalas.

"Oh iya," sahut Lysander tiba-tiba. "Kenapa kau pergi ke dapur malam-malam Liana?"

Liana mengerutkan keningnya "Kapan?"

"Ya...sering. Bahkan hampir tiap malam. Bagaimana bisa kau tidak ingat?" tanya Lysander heran.

"Mana ada," jawab Liana sambil menatap datar. "Untuk apa aku ke dapur malam-malam? lagipula aku berusaha untuk tidak terbangun, karena kalau sudah bangun aku tidak bisa tidur kembali."

"Aneh...." Lysander memegangi dagunya. "Bukan Liana, tapi tidak mungkin juga kalau Lyosha. Karena Lyosha lebih tinggi dari siluet yang aku lihat waktu itu."

"Mungkin saja Nenek Louvinna," sahut Lyosha.

"Tidak, tubuhnya ramping seperti Liana. Aku yakin bukan Nenek Louvinna," sanggah Lysander.

"Berarti ada penyusup yang setiap malam masuk ke Coil Cottage!" seru Liana.

"Tapi apa kau yakin? maksudku bisa saja kau berhalusinasi saat bangun tidur," ujar Lyosha meyakinkan Lysander.

"Tidak, aku yakin," jawab Lysander. "Tidak mungkin aku berhalusinasi yang sama setiap berkali-kali."

"Ayo kita mengintainya," ucap Nenek Louvinna ikut dalam pembicaraan.

"Hee? Nenek mau ikut juga? jangan Nek, biar kami saja," ujar Liana.

"Tidak," tolak beliau. "Intinya Nenek

ikut! Nenek tidak bisa tidur nyenyak saat ada penyusup berkeliaran di rumah kita."

Semuanya sepakat untuk melakukan pengintaian malam ini. Bagaimana bisa seorang gadis menyusup ke Coil Cottage? siapa gadis itu? apa yang dia lakukan ke dapur setiap malam?

Ketika yang lainnya sedang fokus berdiskusi, Lyosha menatap intens Isaura yang asik memainkan bola rajutan buatan Liana. Ada sesuatu yang mengganjal di fikirannya. Suatu kecurigaan yang belum bisa ia ungkapkan karena tidak akan ada yang mempercayainya sekarang kalau tidak ada bukti.

"Kenapa Lyosha?" tanya Liana membuyarkan lamunan Lyosha

"Ehh? er...tidak apa-apa," jawab Lyosha sekenanya. "Aku mau ke taman depan dulu."

"Untuk apa?" tanya Lysander.

"Mencari kelinci magis berkepala kupu-kupu," jawab Lyosha mengada-ada.

"Dia jadi aneh, apalagi setelah dia kalah dengan lawannya di insiden penculikan waktu itu." Liana menatap punggung Lyosha yang menghilang dibalik pintu.

"Nampaknya begitu," ujar Lysander. "Tapi sepertinya ada hal lain yang dia fikirkan."

Waktu berlalu tanpa terasa, dan hari sudah menunjukkan pukul tengah malam. Liana, Lysander, dan Nenek Louvinna memulai acara pengintaian mereka.

Bahkan saking niatnya mereka sampai menyiapkan kudapan untuk menemani pengintaian mereka tersebut agar tidak mengantuk.

Lyosha awalnya menolak diajak, namun karena wajah memelas Liana akhirnya Lyosha pun ikut mengintai.

'Ini tidak akan berhasil,' batin Lyosha dengan wajah datar.

Dan tepat seperti dugaan Lyosha, sudah empat jam menunggu namun tidak ada yang terjadi. Bahkan biang masalah acara begadang-Lysander-sudah tertidur dari dua jam yang lalu. Satu jam kemudian, Liana pun mulai oleng dan tertidur di bahu Lyosha. Sebuah keberuntungan buatnya, jadi ia tidak akan marah pada Lysander setelah ini.

Mereka tidak menyerah, sampai hari ketiga akhirnya mereka mulai bosan melakukan pengintaian.

"Apa benar kau melihatnya? jangan-jangan kau hanya berhalusinasi," tanya Liana dengan wajah cemberut. Tumben dia jadi sentimentil seperti ini.

"Aku bersumpah kalau aku melihatnya. Tapi masa dia tahu duluan kalau kita mau memergokinya? ini jadi mencurigakan." Lysander mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, tandanya ia sedang konsentrasi berfikir.

"Untuk malam ini kita tunda dulu mengintainya," tukas Nenek Louvinna. "Nenek sudah mengantuk sekali. Lagipula apa kalian tidak lelah? kalau mau kalian bisa melanjutkannya besok saja."

"Hmm...iya, aku mau tidur lebih awal juga untuk malam ini. Karena besok kata Tuan Hurrold kedai akan lebih sibuk daripada biasanya," ujar Liana.

"Kalau kalian memutuskan begitu, aku ikut saja. Bisa saja malam besok baru gadis itu muncul," ucap Lysander.

Sebuah senyuman miring terukir di wajah Lyosha. Inilah yang ia tunggu, ia akan mengungkapkan siapa sebenarnya gadis itu.

Nächstes Kapitel