webnovel

Bingung

"Lumayan, kau mengerjakan tugas dengan cukup baik. ada sembilan pertanyaan yang kau jawab benar, hanya ada satu yang salah. Kau melakukannya dengan baik." Lysander memberi tanggapan pada tugas yang Liana kerjakan.

"Fyuh, ku kira aku akan salah banyak. Rupanya ekspetasi yang menyeramkan malah mendatangkan kenyataan yang lebih baik." Liana tersenyum gembira seraya membuka halaman buku selanjutnya.

"Memang kadang-kadang seseorang yang dilanda kekhawatiran berpotensi melakukan sesuatu lebih hati-hati dan teliti. Tapi bedakan orang yang khawatir dengan kalut." Timpal Lysander.

"Iya, aku tahu," sahut Liana. "Ngomong-ngomong, tumben Lyosha tidak ikut ke sini," sambungnya.

"Judi tinju ku ingatkan kalau kau lupa," Lysander mengurut pelipisnya pening.

"Astaga...kemana raibnya 3000 platin yang ia dapatkan minggu lalu?" Liana menatap Lysander heran.

"Entahlah, dia banyak menghabiskan waktu di luar sana sendiri. Malah ia suka minum-minum. Namun, walaupun dia masih punya uang dia tetap akan ikut pertarungan itu lagi," jawab Lysander.

"Kenapa?"

"Karena dia akan melakukan apa yang menurutnya menyenangkan, contohnya ialah bertarung." Lysander mengambil buku materi Esensi Magis Dalam Keadaan Bumi.

Liana terdiam, sedang terlarut dalam fikirannya.

"Jangan mengalihkan perhatian," Lyander menyentil dahi mulus Liana. "Aku akan menjelaskan teori pergerakan lempengan bumi dan melunjaknya energi magis pada lava bumi ketika pertukaran uap panas dalam lempengan tanah laut terjadi."

"Aw...baiklah, padahal aku mau mengambil nafas dulu." Liana menggembungkan pipinya.

"Tes seleksi Tummulotary Academy tidak menunggumu bernafas. Ayo fokus," ujar Lysander.

Sebenarnya Lysander sekarang tengah merasa gemas pada Liana. Ia lalu menjelaskan makna dari pengertian pergerakan lempengan bumi serta unsur-unsur magis yang mendukungnya. Dia harus gerak cepat mengejar materi. Agar sewaktu mendekati hari-H, ia dan Liana tak perlu kalang kabut dan hanya perlu mengulang materi-materi tertentu saja.

Meski kadang Liana acap kali melindur kala menghadapi materi sulit. Namun Lysander berusaha tetap kalem dan fokus mengajarkan materi untuk Liana. Bukan hanya tentang uang, namun juga tentang kepeduliannya terhadap Liana. Liana orang yang baik, ramah, gigih, dan agak...polos. Ehem, kalau dibilang tidak ada rasa suka maka Lysander adalah pembohong besar.

Tak terasa sudah hampir sebulan Lysander menjadi guru Liana. Progress yang di dapat pun cukup pesat. Meski Lysander harus memberikan solusi pembahasan lain untuk pelajaran yang sulit dimengerti Liana.

"Kenapa kau melamun?" tanya Lysander.

"Aku dengar kalau tes Tummulotary Academy tidak hanya materi, namun tes praktek kekuatan fisik," jawab Liana spontan namun agak mengambang.

"Benar," Lysander menghela nafas dan meregangkan otot tangannya. "Aku juga sedang berlatih untuk menghadapi tes tersebut. Namun kurasa kita seharusnya mencari seseorang yang dapat mengarahkan kita. Seperti aku mengajarimu sekarang ini."

Liana memainkan kertas di tangannya, "Tapi dimana? apa di pusat kota ada?"

"Astaga, kenapa kau bertanya padaku? bukankah kau orang sini?" Lysander menyernyit.

"Justru aku orang sini dan sudah lama tinggak disini aku sudah mencari. Namun tidak ketemu. Bukan tidak pernah ketemu, namun seringkali tidak cocok," ujar Liana sambil meneguk blashplum miliknya.

Blashplum adalah salah satu jenis minuman yang di dalamnya terdapat sari buah plum, ditambah beberapa bahan yang memberi rasa dingin yang awet dalam mulut serta rasa letupan-letupan kecil di lidah.

"Tidak cocok? tidak cocok bagaimana?"

"Mereka hanya sebatas memfokuskan pada pengembangan kondisi fisik saja. Kalau energi dan tenaga magis malah tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Malahan tidak berkembang sama sekali. Entah mungkin masalahnya bisa berasal dari energi magisku sendiri."

Lysander terdiam, sebenarnya ia juga ingin mengajari Liana tentang hal itu. Tapi dia sendiri saja tidak terlalu ahli. Seseorang yang tingkat kekuatannya masih seadanya seperti dirinya belum bisa mengarahkan Liana untuk urusan pertarungan fisik dan magis.

"Kenapa kau diam? apa ada mas---"

"Siang semua," sapa Lyosha yang baru saja datang.

"Sudah selesai? ku kira kau akan lama," ujar Lysander.

"Yup, aku sudah selesai." Lyosha duduk dan menyeruput minuman Lysander dengan santai. "Apa? jangan pelit! aku haus."

Lysander hanya bisa menghela nafas, percuma berdebat dengan kakaknya. Hanya membuang waktu baginya. Akhirnya Liana melanjutkan aktivitas belajarnya, kebetulan hari ini materinya ringan dan tak terlalu sulit bagi Liana.

"Liana."

"Hm?"

"Merajuk?

"Kok balik bertanya? mana ada aku merajuk. Aku sedang fokus memahami jalur penyebaran energi magis dalam arus lava sepanjang kawasan Mare Nostrum. arghh, kenapa terlalu banyak jalur yang ruwet begini?"

"Hhh, bukankah sudah ku arahkah? jalur utama terdapat pada jalur berwarna biru karena energi utama berada di sana. Kalau jalur oranya hanya menghubungkan daerah Bukit Monte Hacho, Celuta dan Melilla, dan Gunung Akhros."

Lysander menjelaskan dengan rinci pada Liana. Tak terasa 2 jam berlalu. Setelah selesai, mereka (Lysander dan Liana) membereskan buku-buku dan peralatan belajar. Lysander menoleh ke sana ke mari namun Lyosha sudah tidak lagi di sampingnya. Rupanya dia terlalu fokus sampai tidak sadar kalau Lyosha sudah pergi. Namun pergi ke mana?

Lysander mencari Lyosha, sedangkan Liana pergi ke dapur membantu Nenek Louvinna untuk memasak makan malam. Sudah menjadi kebiasaan kalau duo oranye bersaudara ikut makan malam di rumah Liana. Kadang Lyosha juga membeli beberapa lauk seperti daging fumuscow (sapi asap). Fumuscow itu adalah sejenis sapi yang sangat cocok dibuat barbeque atau daging asap. Dagingnya tebal dan empuk apabila dimasak dengan cara tersebut.

Kembali ke Lysander sekarang, ia kini tengah mencari Lyosha. Dia yakin kalau Lyosha tidak pergi ke penginapan duluan. Maka ia memutuskan untuk mencari Lyosha ke sekitaran Coil Cottage.

Coil Cottage kelihatan sederhana dan tidak besar, namun kalau sudah masuk ke dalamnya kita akan terkejut dibuatnya. Coil Cottage berliku-liku dan lorongnya berliuk-liuk. Lysander sangat mengapresiasi orang yang mendesain dan membangun rumah ini.

Selangkah demi selangkah sampailah Lysander di dekat tanah lapang. Lyosha sedang duduk di atas batu besar kira-kira setinggi paha. Lyosha termenung menatap mentari sore. Sore menjelang dengan angin semilir yang teduh membuat suasana menjadi tenang.

"Kau kerasukan roh penasaran dari mana? tak biasanya jadi kalem begini," ujar Lysander menghampiri Lyosha.

"Dasar adik kaku kurang ajar! aku sedang menikmati angin sore seperti ini. Lagi pula aku tidak mengerti dengan bahasa antah berantah yang kalian dapat dari buku-buku tebal itu," Lyosha menoreh-norehkan lidi pada batu seakan-akan tengah mencoretinya.

"Kau tidak kedinginan?" tanya Lysander Padahal dia memakai baju lengan panjang.

"Kedinginan? tidak ada kata kedinginan dalam kamus ku. Terkecuali aku benar-benar kehabisan tenaga," jawab Lyosha dengan enteng. Dia memasang wajah sombong tanpa merasa dingin sedikitpun saat memakai baju lengan sebahu yang tipis.

"Hhh, aku jadi penasaran kalau hari sedang terik kau kepanasan atau tidak?" gumam Lysander.

"Bicara soal itu...kenapa kau ke sini? sudah selesai belajarnya?" tanya Lyosha.

Lysander menoleh lalu mengangguk, "Ya, kami sudah selesai. Aku penasaran kau pergi ke mana lalu aku mencarimu ke sini."

Lyosha dan Lysander larut dalam perbincangan. Sebuah pemandangan yang jarang terjadi, dimana kedua bersaudara ini yang biasanya selalu bertengkar dan adu mulut jadi kalem dan akur seperti sekarang ini.

"Rupanya kalian di sini? maaf kalau meninggalkanmu ke dapur Lysander," ujar Liana yang baru saja datang.

"Oh iya, tidak apa-apa. Aku ke sini karena mencari Lyosha," jawab Lysander sambil tersenyum.

Wajah manis, rambut panjang, serta senyumnya itu membuat dia hampir secantik perempuan. Kadang Liana iri dibuatnya.

"Ah iya, aku akan membantumu memasak makan malam," ujar Lyosha seraya tutun dari batu yang ia duduki.

"Eh? sudah selesai kok. Aku tinggal menunggu daging brokoli pedasnya masak di pemanggangan. Ayo kembali ke rumah," ajak Liana.

"Astaga, maaf aku tidak membantu kaliam." Lyosha merasa tidak enak pada Liana dan Nenek Louvinna.

"Tidak apa-apa, kalian kan sudah kami anggap seperti keluarga." Liana tersenyum pada Lyosha.

Lalu mereka makan malam seperti biasa. Namun di sela-sela acara makan malam, Lysander melihat kucing ungu yang ia temui beberapa malam yang lalu itu sedang duduk di jendela kecil dapur.

Posisi Nenek Louvinna yang membelakangi, dan Liana serta Lyosha yang tidak menatap ke samping mereka membuat mereka bertiga tidak tahu akan keberadaan kucing tersebut.

'Ada kucing itu lagi. Kenapa Liana tidak memberi makan kucingnya? atau mungkin dia sudah memberi makannya duluan," batin Lysander. Dia mengunyah makanannya tapi masih melirik sekali dua kali pada kucing tersebut.

Namun entah Lysander salah liat atau tidak, kucing tersebut melempar kedipan mata pada Lysander. Lysander agak terkejut, namun dia berusaha tenang. Dia berfikir kalau kucing itu pasti sejenis hewan magis. Dia tidak tahu kalau Liana punya peliharaan sejenis itu.

"Kucingmu itu hewan magis ya?" ujar Lysander membuka pembicaraan.

"Kau bicara pada siapa?" tanya Lyosha bingung, seluruh orang minus Lysander langsung menatap ke arahnya. Lysander jarang sekali berbicara ketika makan, jadi yang lainnya agak terkejut.

"Aku berbicara pada Liana," jawab Lysander santai.

"Kucing kau bilang? aku tidak punya kucing. Apalagi kalau kucing itu hewan magis," jawab Liana. "Apa Nenek ada memelihara kucing? barangkali Nenek baru-baru ini ada menemukan kucing lalu memungutnya?"

"Nenek tidak ada memungut kucing kok Gilbran, memangnya di rumah ini ada kucing?" tanya Nenek Louvinna sambil melirik Liana, Lysander, dan Lyosha.

"Liana Nek...astaga," Liana memasang wajah fruatasi.

Lyosha tertawa, "Hahaha, benar Nek. Bagaimana bisa Nenek lupa nama Liana terus? tapi kenapa kau tiba-tiba bahas kucing?" Lyosha melirik Lysander.

"Aku sering melihat kucing di rumah ini. Kucing ungu dengan ekor halus yang panjang. Warna matanya hijau cerah. Waktu itu aku melihatnya di dekat ruang tamu, dekat kamar Liana, di taman belakang, dan sekarang di situ---ehh? kok tidak ada?" Lysander kaget saat menunjuk jendela dapur.

Nächstes Kapitel