webnovel

Pertemuan Pertama

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Hari-hari berikutnya

WM Building Studio Foto Shoot.

Gedung dengan lantai 10 ini adalah gedung dengan butik dan studio foto shoot. Terletak di pusat kota, meskipun gedung dan studio ini baru namun keeksisannya tidak diragukan lagi.

Namanya melejit bukan hanya karena nama si pemilik, namun juga karena karya-karyanya yang selalu sesuai ekspektasi.

WM Building singkatan dari Wardhana dan Modnoe.

Siapa yang tidak tahu, maka silakan menyelam dan bertanya kepada Google maka akan ada ratusan bahkan ribuan pencarian terpampang.

Kesibukan terlihat jelas saat para kru juga model sedang melakukan pekerjaannya.

Kilatan flash kamera tidak henti, saat seorang model melakukan pose dengan arahan sang fotografer profesional.

"Ya! Tolong tangannya di pinggul, lebih di condongkan pinggulnya. Ya seperti itu!"

Jepret! Jepret!

"Ya! Bagus!"

Sementara si fotografer dengan arahannya, seorang wanita muda melihatnya dengan sesekali berpikir, tentang konsep apa lagi yang akan ia tuangkan di kertas coretan di tangannya.

Seseorang yang sedang berpikir itu menggigit pensil dengan gigi putih terawatnya, kemudian menggoresnya dan lalu di hapusnya berulang.

Dari kejauhan terdengar suara panggilan memanggil namanya, kemudian ia pun menoleh dan mendapati sang asisten yang melihatnya dengan tatapan berbinar.

"Bu Queeneira! Ada yang mencari, di tungguin di ruang tunggu."

"Baik, terima kasih!"

Menyimpan alat-alat yang tadi digunakannya, wanita itu__Queeneira pun berdiri dari duduknya, dengan tangan membawa tas berisi barang-barang pendukung pekerjanya.

Queeneira Wardhana berumur 26 tahun. Muda, berkarisma, cantik dengan segala pesonanya.

Diumurnya yang ke-26 tahun, ia mampu membangun usahanya sendiri, berkat kerja keras dan kegigihannya.

Wanita muda turunan Wardhana ini adalah lulusan dari universitas ternama, dengan jurusan fashion desain strata 1 (S1) dan juga mengambil jurusan manajemen bisnis selama 4 tahun.

Body goals dambaan kaum adam dan membuat kaum hawa membatin iri itu dibalut dengan dress putih tanpa lengan.

Jalan dengan wajah tegak, juga kaki yang memakai heels tinggi ini melangkah dengan hentakan tegas dan sesekali ia akan menyahuti setiap sapaan yang diterimanya.

"Selamat siang, Bu Queeneira!"

"Selamat siang, semuanya. Semangat bekerja!"

Bukan hanya membalas sapaan, kalimat semangat pun selalu ia lontarkan sehingga ia bukan hanya jadi sosok pemimpin yang disegani namun juga disukai bawahanya.

Gumaman dengan isi pujian betapa cantik dan sempurna dirinya masih ia dengar, hingga ia hilang di belokan menuju ruang tunggu.

Tiba di depan ruangan tempat biasa tamu menunggu, Queeneira membuka pintu itu dengan sekali dorong dan berikutnya adalah kosong yang dilihatnya.

"Tidak ada orang, apa aku salah dengar ruangan." batin Queeneira bingung.

Karena penasaran ia pun memasuki lebih dalam ruangan itu dan menutup pintu tanpa tahu, jika seseorang melihatnya dari belakang dengan mata tajamnya, sengaja menyembunyikan diri.

Tak! Tak! Tak!

Queeneira merasa aneh dengan ruangan yang saat ini di masukinya, padahal tidak ada orang, tapi kenapa ia merasa seperti sedang diperhatikan dari belakang.

Dalam hati ia berjanji akan memarahi orang yang sering menjahilnya, jika sampai benar bila saat ini ia sedang dikerjai lagi.

Sedangkan seseorang itu hanya memperhatikan dalam diam, lengkap dengan ekspresi dinginnya.

"Oke, aku rasa ini sudah kelewatan," batin Queeneira menahan kesal.

Ia pun menghela napas, kemudian membalikkan tubuhnya bersiap untuk mengeluarkan kata-kata sumpah serapahnya,namun sayang harus di telan lagi saat melihat penampakan seseorang, yang menatapnya lurus tanpa ekspresi.

Tatapan mata berbeda dari orang yang sama, tatapan mata dingin saat dulu selalu melihatnya hangat.

Tatapan mata yang sudah tidak dilihatnya selama sepuluh tahun.

Wajah dengan garis rahang tegas, lebih dewasa dari sepuluh tahun lalu.

Wajah dengan garis dewasa yang semakin terlihat nyata.

Deg! Deg! Deg!

"Tidak, mana mungkin," gumam Queeneira menatap seseorang itu tidak percaya.

"Long time no see, my Queene," sahut seseorang itu, menatap Queeneira masih dengan dingin.

Beberapa saat sebelumnya ....

Pesawat jet pribadi yang membawa si pemilik pesawat, akhirnya landing di bandara internasional kota S.

Turun dengan diikuti tangan kanannya, seseorang dengan jenis kelamin laki-laki itu menolehkan kepalanya ke arah belakang, kemudian melihat lurus depan lagi.

"Pastikan kedatangan kita tidak diketahui pihak mana pun, Aksa," gumam seseorang itu, dengan Aksa yang menangguk mengerti.

"Tentu, Tuan muda," sahut Aksa, mengikuti langkah kaki sang Tuan, Bosnya yang sudah diikutinya selama 8 tahun, semenjak ia masih menduduki bangku sekolah.

Keduanya melangkah menuju pintu kedatangan, dengan beberapa penjaga menemani, mengingat jika seseorang yang saat ini berjalan adalah orang penting, dengan segala kekuasaannya.

Sebuah mobil dengan merek terkenal, juga dengan harga yang tidak diragukan terparkir rapih di pelataran parkir bandara.

Bukan satu mobil, melainkan dua mobil dengan mobil lainnya, jenis sport keluaran terbaru pun ikut terparkir.

Seseorang itu menghentikan langkahnya, menghadap ke arah Aksa si tangan kanan, kemudian melihat sekitarnya dengan mata tajam tanpa kata, namun cukup membuat penjaganya mengerut takut.

"Kamu langsung ke kantor Wijaya, temui Tuan besar dan bilang, jika aku ada urusan sebentar," ujar seseorang itu dengan datar.

"Tapi Tuan mud-

"Hn. Aku pergi," sela seseorang itu tidak peduli, kemudian membalikkan tubuhnya, menghampiri mobil berwarna sliver dengan list biru.

Seseorang itu memberi kode kepada seorang bodyguard si pemegang kunci, yang di mengerti dan segera memberikan kunci kepada majikannya.

"Tuan Gavriel!"

"Hn."

"Tuan, apakah Tuan akan kesana?" tanya Aksa kepada Bosnya__Gavriel Wijaya, yang hanya tersenyum miring tanpa menjawab dan memasuki mobil tanpa banyak bicara.

Blam!

Bruuumm!

Dan kemudian meninggalkan Aksa yang hanya bisa mendesah lelah.

Terlalu sering dengan sikap seenaknya, belum lagi apapun keinginan harus di dapat, Aksa tahu jika ini adalah cara pengalihan Bosnya dari rasa jenuh terhadap dunia. Belum lagi karena terlalu lama dan banyak perjuangan sang Bos, untuk bisa mencapai kesuksesan saat ini.

"Harus jawab apa kalau Tuan besar bertanya, yang ditanya juga nggak menjawab. Ah! Dasar bos kamvret," gumam Aksa kesal, sebelum ia masuk ke dalam mobil jemputannya sendiri, menuju gedung perusahaan Wijaya, baru kemudian pulang ke huniannya sendiri.

Sedangkan Gavriel, yang saat ini sedang mengendarai mobilnya menatap lurus jalanan.

Mata tajam yang selalu memandang datar tanpa ekspresi ke lawan bicaranya ini, menganggumi kota kelahirannya yang sudah banyak perubahan.

Banyak sekali gedung baru yang berdiri, menggantikan gedung-gedung lama, saat ia ingat jika sebelum keberangkatanya ia belum melihat gedung tersebut.

Menghidupkan GPS pada handphone miliknya, Gavriel menyebutkan alamat gedung studio milik seseorang dan segera ditunjukkan oleh mesin otomatis Google map, yang saat ini sedang memberi petunjuk arah.

"Queeneira, aku kembali." gumam Gavriel dengan hati senang membuncah.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Maka itu disini lah Gavriel, di hadapan seorang wanita muda

cantik__sahabatnya__cinta tak sampainya, yang memandangnya dengan pupil mata melebar.

Sepertinya syok saat melihatnya, datang tanpa kabar dan tiba-tiba ada di dalam ruangan, serta dengan wajah tanpa dosa menyapa santai saat dulu ia jarang memberi kabar.

"Siapa kamu?" tanya Queeneira dengan wajah pura-pura tidak kenal.

Gavriel menatap wanita di depannya dengan alis terangkat sebelah, belum lagi senyum miring yang akhir-akhir ini jadi andalannya.

Senyum yang jika terlihat akan membuat wanita di luar sana rela membuka paha dan merengek manja kepadanya.

Namun sayang, senyum miringnya akan keluar hanya untuk hal yang menyenangkan baginya, yah ... Contohnya adalah saat menyaksikan sendiri, bagaimana wanita di depannya saat ini pura-pura melupakannya.

Baru saja Gavriel ingin membalas, getaran pada saku celananya membuatnya urung dan ia pun segera mengecek handphonenya, melihat dengan bibir mengumpat saat melihat nama si pengirim pesan.

"Sialan, ganggu saja."

Kemudian tanpa banyak bicara meninggalkan Queeneira, yang hanya melihatnya dengan tatapan tidak percaya.

"Dia Gavriel, kah," batin Queeneira tidak percaya.

Bersambung.

Nächstes Kapitel