webnovel

18 – Different Side

Cecil memperhatikan Rose dan mengerutkan kening. Ia sepertinya pernah melihat gadis itu, tapi di mana?

Namun, lebih dari identitas gadis itu, Cecil lebih penasaran dengan hubungan gadis itu dengan Troy. Melihat bagaimana pembunuh ayahnya mengenal Troy, kemungkinan pria itu punya profesi yang kurang lebih sama. Cecil toh sudah melihat sendiri kemampuan pria itu menghadapi serangan Cecil. Ditambah lagi, sorot berbahaya di matanya. Itu mata seorang pembunuh.

Lalu, apa hubungannya dengan gadis ini? Untuk apa seorang pembunh berbahaya seperti Troy menyimpan gadis ini di rumahnya? Itu pun, sepertinya gadis ini tak tahu siapa Troy sebenarnya, sementara Troy berusaha melindungi gadis ini.

Hubungan apa yang mereka miliki? Bagaimana mereka bertemu? Semua pertanyaan itu bahkan tak bisa diutarakannya pada gadis di depannya. Ia harus berhati-hati untuk menjaga kesepakatannya dengan Troy.

Namun, Cecil kemudian teringat kata-kata Troy tadi.

"Selama gadisku aman, aku bisa melakukan apa pun. Aku bisa membunuh siapa pun."

Troy menyebut gadis ini gadisnya. Pria itu mungkin berkeras jika dia tak punya kelemahan, tapi Cecil tidak bodoh. Ia tahu, jika berhadapan dengan Troy, gadis ini bisa menjadi senjatanya.

"Jadi, namamu Cecil?" tanya Rose sembari tersenyum kecil.

Cecil mengangguk.

"Tentang ayahmu … aku turut berduka," ucap gadis itu tulus.

Cecil agak terkejut akan pernyataan simpati mendadak gadis itu, tapi ia hanya mengangguk.

"Selama tiga tahun kau mencari pembunuh ayahmu, kau tinggal di mana? Bagaimana dengan ibumu? Ibumu pasti menunggumu pulang. Apa kau sudah mengabarinya jika kau akan tinggal di sini?" tanya Rose.

"Aku tidak punya siapa pun yang menungguku pulang," tukas Cecil. "Setelah ayahku meninggal, aku tidak punya siapa pun lagi di sampingku."

Cecil melihat tatapan sedih Rose.

"Apa kau terganggu jika aku tinggal di sini?" tanya Cecil. "Troy bilang, dia akan membantuku mencari tahu tentang pembunuh ayahku. Dia punya kenalan yang tahu tentang hal seperti itu." Cecil menyebutkan alasan seperti yang diperintahkan Troy.

"Oh, iya. Di sini ada dokter bernama James yang sepertinya tahu tentang hal seperti itu," sahut Rose.

James? Cecil tak tahu siapa itu, tapi gadis di depannya ini sepertinya bahkan tak tahu jika Troy punya cukup kekuatan untuk mencari informasi seperti itu sendiri. Cecil penasaran, apa yang dipikirkan gadis ini tentang Troy?

"Kau … bagaimana kau bisa mengenal Troy?" Cecil tak tahan untuk bertanya.

"Aku …"

"Kau tidak berhak bertanya apa pun padanya." Suara itu datang dari Troy yang sudah berdiri di samping Rose.

Cecil menatap Troy dan melihat tatapan penuh peringatannya. Cecil menatap Rose dan mendengus pelan dalam hati. Gadis malang ini tidak tahu apa pun tentang Troy. Troy yang saat ini ada di samping Rose, sangat berbeda dengan Troy yang tadi nyaris menancapkan pisau di leher Cecil.

"Jangan bersikap keras padanya," tegur Rose pada Troy. "Kau bilang, kau ingin dia menemaniku di sini agar aku tidak bosan. Jangan membuatnya tidak betah tinggal di sini."

Cecil mendengus dalam hati. Alasan yang payah.

"Tapi, kau tampak masih sangat muda," singgung Rose yang kembali menatap Cecil. "Berapa umurmu? Apa kau sudah lulus sekolah?"

"Aku sudah dua puluh tahun. Dan aku tidak peduli hal seperti itu," tukas Cecil. "Aku sudah tidak punya siapa pun di dunia ini. Hal seperti itu tidak penting bagiku."

Rose menatapnya simpati. "Apa itu berarti, tiga tahun lalu, kau berhenti sekolah hanya untuk mencari pembunuh ayahmu?"

Cecil mengangguk. "Jika kau ingin menyalahkanku atau mengomeliku, sebaiknya kau berpikir ulang."

Mengejutkan Cecil, Rose malah tersenyum. "Aku tidak akan menyalahkanmu. Aku bisa mengerti. Jika aku berada di posisimu, aku pun mungkin akan memilih jalan yang sama."

Cecil tertegun menatap gadis itu. "Apa kau … juga kehilangan ayahmu?"

Rose menggeleng. "Ibuku. Ibuku juga dibunuh. Aku juga mati-matian mencari pembunuhnya. Meski sayangnya, aku tak bisa membunuhnya meski sudah menemukannya."

Cecil menatap Troy hati-hati. Jangan-jangan pria itu …

"Tidak, bukan Troy," Rose menjawab, seolah mendengar kecurigaan pikiran Cecil. "Dia tidak mungkin melakukan itu. Troy adalah orang yang baik, jadi kau tak perlu khawatir selama tinggal di sini."

Orang yang baik? Ketika pria itu beberapa saat lalu mengarahkan mata pisau ke leher Cecil? Cecil rasa bukan.

***

Troy berdehem untuk menarik perhatian Carol pada Cecil. Begitu Carol menoleh padanya, Troy mengingatkan gadis itu,

"Kurasa, kau harus melakukan hukumanmu."

"Ah, benar!" seru Carol seraya berdiri. Gadis itu menoleh pada Cecil dan pamit, "Maaf, aku harus menyiapkan sarapan."

Carol kemudian berdiri dan bergegas pergi ke dapur. Sepeninggal Carol, Troy mendekati Cecil dan memperingatinya,

"Jangan coba-coba mencari tahu tentang siapa gadis itu atau kau akan mati sebelum menemukan pembunuh ayahmu."

"Apa benar bukan kau yang membunuh ibunya?" tanya Cecil.

"Bukan," jawab Troy dingin. "Sekali lagi aku melihatmu mencoba mencari tahu tentang gadis itu, aku akan memutus nadimu saat itu juga."

Cecil mendengus pelan. "Aku tidak akan melakukan apa pun sampai aku menemukan pembunuh ayahku, jangan khawatir."

Itu berarti, gadis itu berniat melakukan sesuatu setelah dendamnya terbalaskan. Troy juga harus memikirkan cara untuk menyingkirkan gadis ini begitu menemukan pembunuh ayahnya.

Panggilan panik Carol dari dapur kemudian membuat Troy waspada. Gadis itu benar-benar bisa menyebabkan bahaya yang lebih parah dari senjata apa pun. Benar saja, ketika Troy menoleh ke dapur, dilihatnya kompor yang menyala dengan api besar, sementara Carol kebingungan meletakkan penggorengan di atasnya. Bagaimana bisa Troy melupakan kenyataan bahwa Carol pernah nyaris membakar rumahnya?

Troy berlari ke dapur dan menarik Carol menjauh dari kompor, membuat penggorengan di tangan gadis itu seketika terjatuh ke lantai dapur. Troy mematikan kompor dan berbalik menghadap Carol dengan berkacak pinggang.

"Um … sepertinya apinya terlalu besar, kan?" Gadis itu meringis.

Troy tak menjawab dan menoleh ke meja makan, tempat Ricki dan Jun berada, sedang makan roti tawar. "Apa kalian tidak melihat dia nyaris membakar dapurku?" omel Troy.

"Justru itu yang ingin kulihat," sahut Jun.

Troy mendengar desisan kesal Carol sebelum gadis itu mengancam Jun,

"Kau yang akan kubakar setelah ini!"

"Aku sudah menawari membantunya, tapi dia mengusirku dari dapur," Ricki menimpali.

Troy menoleh pada Carol. "Kenapa?"

"Karena ini hukumanku," jawab Carol.

"Aku tidak menghukummu untuk membakar rumahku," tukas Troy.

Carol merengut. "Kalau begitu, kau tetap di sini saja dan temani aku memasak."

"Hanya menemanimu memasak?" tanya Troy ragu.

Carol mengangguk. "Aku akan menggoreng telur dan sosis. Menu lainnya akan kupelajari dari internet."

Troy tak dapat menahan dengusan mendengar itu.

"Apa kau meremehkanku?" Carol tak terima.

"Daripada dari internet, bagaimana jika aku yang mengajarimu?" Troy menawarkan diri.

"Kau … serius?" tanya Carol.

Troy mengangguk. Daripada Carol menghabiskan semua bahan makanan dalam satu hari hanya karena mengikuti cara memasak dari internet.

"Aku bisa mengajarimu memasak untuk sarapan. Tapi, untuk makan siang, aku akan mengirim dari restoran. Untuk makan malam …" Troy sedang mempertimbangkan.

"Apa kau … juga akan mengirimkan makanan dari restoran?" tanya Carol, tampak sedikit kecewa. "Kau tidak akan makan malam denganku?"

Troy berdehem. "Jika pekerjaan di restoran tidak banyak, aku akan pulang lebih awal dan mengajarimu memasak untuk makan malam."

Carol tersenyum. "Terima kasih. Sekarang, ayo kita membuat sarapan," ajaknya.

Ketika gadis itu membungkuk untuk mengambil penggorengan yang tadi dijatuhkannya, Troy menoleh ke meja makan dan melihat Ricki tersenyum geli. Ah, sial. Dia akan meledek Troy tentang ini. Seorang Troy … mengajar memasak? Ugh!

***

Nächstes Kapitel