webnovel

Meninggalkan Rumah

Berusaha membuat Tristan menjadi tidak curiga terhadapanya. Gadis itu pun akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara mencium Tristan secara tiba-tiba, sehingga Tristan tampak terdiam melihat aksi gadis di hadapannya sekarang.

Tristan bukanlah laki-laki yang bodoh dan mudah percaya dengan omongan orang lain, apa lagi gadis seperti Maya yang sudah jelas Tristan tahu bagaimana sifat gadis itu selama tinggal bersamanya di rumah.

"Aku ingin kamu mencobanya untuk!"

Maya langsung terdiam kaku dak tidak dapat bergerak dari tempatnya ketika Tristan menyuruhnya untuk mencoba makannya yang sudah ia beri obat tidur itu.

"Tidak mungkin aku memakannya yang ada senjata makan tuan," gumam Manda dalam hatinya.

"Apa yang sedang kamu pikirkan sekarang? Cepatlah makan makanan ini sekarang!" ucap Tristan dengan dingin dan menjadi tidak sabar melihat Maya mencicipi makanan tersebut.

"Saya sudah kenyang, Tuan. Sebaiknya Tuan saja yang memakannya." Maya tetap berusaha untuk menolaknya secara halus dan berharap Tristan tidak curiga kepadanya.

"Apa kau ingin aku menyuapimu dari mulutku, hem?"

Rasa ketakutan didalam diri Maya semakin bertambah saat mendengar Tristan mengatakan hal yang sangat Maya benci selama ini.

"Tidak!" ucap Maya dengan cepat.

Tubuh Maya rasanya sudah benar-benar sangat lemas, bahkan kedua kakinya hampir tidak mampu menompang dirinya untuk berdiri, sehingga Maya bersandar di dinding dan berusah untuk menenangkan hatinya supaya harus kuat menghadapi laki-laki yang sangat kejam dihadapannya saat ini.

Maya sudah tidak tahan lagi jika harus berlama-lama tinggal di rumah yang besar bagaikan neraka untuknya. Maya hanya ingin hidup bebas tanpa harus dipaksa untuk melakukan hubungan intim lagi dengan Tristan, walaupun Maya sadar bahwa keluarganya tidak mengangap dirinya siapa-siapa lagi.

Selama sisa hidupnya, Maya selalu merasakan dirinya menderita dan di perlakukan dengan tidak layak oleh orang-orang maupun keluarganya sendiri. Semua keluarga Maya memperlakukan dirinya bagaikan boneka yang sering dijadikan mainan ataupun akan dibuang jika sudah tidak diperlukan lagi.

"Apa yang harus aku lakukan? Sepertinya aku harus menerima kembali penyiksaan darinya," gumam Maya bersedih.

Apa yang sedang Maya pikirkan dari tadi memanglah benar dan sekarang dirinya dibawa paksa oleh Tristan masuk kedalam kamar, memperlakukan Maya dengan sangat kasar membuat gadis itu tersungkur di tangga hingga kedua lutut gadis itu memar.

"Tuan, berhentilah memperlakukan aku seperti ini. Aku mohon."

Maya sambil menangis memegang kedua lututnya yang terasa sangat nyeri sekarang.

"Jika tidak ingin aku memperlakukan mu seperti ini. Maka, menurutlah gadis bodoh!" Tristan langsung saja menarik rambut Maya dengan sangat kasar, bahkan sampai dibenturkan di pinggir tangga, Maya menangis sejadi-jadinya merasakan kepalanya yang terasa sakit itu.

"Ma-maafkan aku, Tuan. Aku mohon maafkan aku," ucap Maya memohon belas kasihan kepada Tristan karena dirinnya benar-benar tidak sangup lagi harus menerima penyiksaan yang membuat seluruh tubuhnya sakit dan terluka.

"Sekarang tidak mudah bagiku untuk percaya dengan omongan busuk mu itu! Cepat masuklah dan bersiap-siap untuk melayaniku!"

Setelah mengatakan hal itu, Tristan langsung saja menendang tubuh Maya sampai gadis itu terguling-guling di tangga hingga sampai kebawah dan untungnya tangga yang sedang Maya naik barusan tidaklah tinggi. Namun, tetap saja Maya bisa merasakan tubuhnya terasa sangat sakit.

Tristan memperlakukan Maya tidak seperti layaknya manusia, melainkan seperti keluarganya yang mengangap dirinya boneka. Berbagai rasa sakit yang Maya terima selama ini membuat pikiranya sangat kacau, hingga akhirnya Maya berpikiran untuk tidak hidup lagi dunia yang menurutnya penuh dengan penderitaan.

"Mungkin itulah satu-satunya cara untuk mengakhiri semua penderitaanku selama ini, aku berharap kehidupan ku selanjutnya tidak akan pernah terjadi seperti lagi dan tidak akan pernah hadir lagi diingatanku."

Perlahan-lahan Maya bangkit berdiri dengan sempoyongan, sambil memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Tristan hanya diam melihat Maya dari atas, entah kenapa dirinya merasa sangat puas menyiksa Maya dan membuat Maya terluka seperti sekarang.

"Dasar gadis lemah!"

Perkataan Tristan rasanya membuat hati Maya teriris ribuan pedang. Bagaimana dirinya tidak lemah jika harus disiksa dan bahkan dipaksa melayani nafsu laki-laki itu berulang kali.

"Kamu harus kuat, Maya. Sebentar lagi semua penderitaanmu akan segera berakhir," gumam Maya dalam hatinya.

Merasa sangat bosan menunggu Maya yang menurutnya berjalan dengan sangat lambat, membuat Tristan langsung saja pergi terlebih dahulu untuk masuk kamar.

"Kesempatan yang sangat bagus," ucap Maya dalam hatinya, lalu berusaha untuk berjalan dengan cepat menuju ke arah pintu kamar Tristan dengan maksud untuk mengunci laki-laki itu dari luar karena kebetulan Maya melihat sebuah anak kunci yang lengket di tempatnya.

"Sedikit lagi, Maya." Sekuat mungkin Maya untuk melangkahkan kedua kakinya yang terasa nyeri itu, berharap Tristan tidak mengetahui apa yang ia rencanakan saat ini.

Sedangkan Tristan menjadi sangat penasaran menunggu Maya yang tidak kujung masuk kedalam kamarnya, sehingga Tristan pun turun dari kasur dengan rasa yang sangat malas dan kesal. Ketika melihat Maya yang sedang mendekati pintu, membuat Tristan tidak jadi menghampiri gadis itu sehingga Tristan kembali berbalik pergi kearah kasurnya.

Laki-laki itu benar-benar tidak tahu apa yang akan rencanakan Maya secara diam-diam saat ini.

"Berhasil!"

Akhirnya Maya berhasil mengunci Tristan dari luar dan membuat perasaan Maya menjadi sedikit lebih lega sekarang.

"Buka pintunya, gadis jalang!"

Suara amarah dari dalam kamar sempar terdengar di telinga Maya dengan sangat jelas. Namun, Maya tidak memperdulikan apa yang dikatakan Tristan barusan yang terpenting saat ini Maya ingin mencari cara jalan untuk kabur dan meninggalkan rumah itu lagi.

"Kamu pasti bisa, Maya!"

Dengan penuh rasa sakit yang teramat sakit, Maya berusaha untuk mencari jalan keluar dan membebaskan dirinya dari segala penderitaan yang ia alami.

"Kemana aku harus pergi? Haruskah aku menaiki tembok yang tinggi ini? Tapi, tidak mungkin kedua lututku sangatlah sakit."

Maya terus berpikir mencari cara untuk keluar namun semua yang ada disekitar kelilingnya tidak ada jalan keluar yang mudah ia lewati.

"Pengawal!"

Suara teriakan itu membuat Maya semakin bergetar hebat dan kalang kabut karena masih belum berhasil menemukan jalan keluar.

"Pengawal! Cepat cari gadis itu!"

Maya langsung saja mencari tempat persembunyiannya supaya dirinya tidak ketahuan oleh suruhan Tristan karena Maya tahu orang-orang suruhan Tristan tidaklah sedikit.

Untungnya tempat Maya berjalan saat ini terlindung dari CCTV rumah itu, sehingga semua orang tidak dapat melihatnya dengan mudah sekarang. Namun, jika dirinya tidak bersembunyi dirinya akan tetap ketahuan.

"Jika kalian menemukan gadis itu, bunuh saja dia!"

Air mata Maya seketika menetes membasahi kedua pipinya. Laki-laki itu benar-benarlah sangat kejam terhadap orang bahkan terhadap dirinya.

Nächstes Kapitel