Lisa kembali bekerja seperti biasanya tiga hari lalu, setelah menghabiskan malam bersama suaminya Oscar. Sejauh ini orang – orang di kantor tidak ada yang tahu tentang pernikahan mereka kecuali Dani dan Andien. Karina tidak tahu jika Lisa dan Oscar sudah menikah, Ia hanya tahu bahwa Oscar melamar Lisa. Oscar berjanji kepada Lisa, apabila mantan saudara tirinya itu berani berulah dan menyebarkan berita tidak menyenangkan tentangnya, ia akan bertindak untuk membungkam Karina.
Minggu depan adalah hari ulang tahun perusahaan Petersson Communication. Seperti biasanya, perusahaan Petersson selalu mengadakan acara di hotel mewah dalam rangka memperingati hari jadinya. Sebuah tradisi yang masih dipertahankan sejak Peter Petersson, ayah Oscar masih menjabat.
Setiap kepala departemen wajib memberitakan acara hari jadi perusahaan in kepada karyawan – karyawan mereka. Di ruang departemen keuangan, Damar Mahendra si kepala departemen keuangan yang menggantikan posisi Lisa sebulan silam datang dan berkata, "Dengarkan semuanya! Minggu depan adalah hari jadi perusahaan kita! Seperti biasa, presdir mengajak kita untuk merayakannya di Parahyangan Resort seperti biasanya!"
"Saya berharap semua dapat ikut berpartisipasi dalam acara perayaan hari jadi perusahaan Petersson Commuication!" tambah Damar. Pria itu kemudian membagikan undangan kepada karyawan dan karyawatinya.
Para karyawati di departemen keuangan tak terkecuali Andien sedang membahas sesuatu yang berhubungan dengan acara perayaan ulang tahun Petersson Communication.
"Ngomong - ngomong, presdir Oscar ntar bakal ikutan dateng nggak sih?" tanya salah satu karyawati departemen keuangan.
"Eh iya lo kan temen deketnya si Lisa kan Ndien? Kenapa lo nggak tanya aja ke Lisa, kan Lisa sekretarisnya si presdir sekarang?" karyawati yang lain ikut bertanya.
Tak jauh dari tempat para karyawati itu berbincang. Oscar berjalan melewati koridor di depan ruangan mereka. Di belakang Oscar terdapat banyak sekali karyawati dari departemen lain yang mengikutinya dan bertanya, "Pak Oscar nanti dateng nggak di acara hari jadi kantor ini?"
Andien melihat kerumunan itu dengan tatapan penasaran. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mencoba menguping.
"Iya pak, kan bapak presdir? Masa bapak nggak ikut sih?"
Oscar tidak menggubris pertanyaan dangkal karyawati – karyawati genit yang mengikutinya itu. Ia berbalik badan dan berkata, "Permisi saya mau balik ke ruangan saya. Kalian kembalilah bekerja atau gaji kalian saya potong!"
Begitu mendengar kalimat Oscar yang dingin dan kejam itu, gerombolan karyawati genit tidak tahu malu tersebut langsung berhamburan kembali ke tempat mereka masing – masing.
"Idih ampun presdir kita serem abis!" teriak salah satu karyawati genit.
"Eh tapi nggak apa – apa dia kan bule dan ganteng," timpal karyawati genit lainnya.
***
Ketika jam makan siang tiba, seperti biasanya, Andien dan Lisa bertemu dan berbincang sambil ditemani makanan. Kedua sahabat itu sudah lama tidak berbincang, terakhir Andien bertemu Lisa adalah sehari sebelum Lisa dan keluarganya ke pengadilan. Setelah itu Andien belum mendengar berita lain selain pesan dari Lisa tentang pernikahannya dengan Oscar.
Sembari menyeruput kuah baksonya, Andien bertanya, "Lis, si 'itu' ntar dateng nggak di acara ulang tahun perusahaan minggu depan?" Andien sangat penasaran, alisnya bertaut membuat ekspresi wajah Andien terlihat sangat serius.
Lisa memutar matanya dan menjawab, "Ya mana gue tau lah Ndien! Orang dia nggak ngomong apa – apa sama gue tentang hari jadi perusahaan!"
"Lah, lo kan bini-nya Lis!?"
"Hus jangan keras – keras Ndien! Ntar ketauan lagi kayak waktu itu!"
"Oh ya ya? Maaf maaf. Tapi seriusan nih lo nggak tau sama sekali?"
"Iya Ndien seriusan gue nggak ngerti! Tau lah, biarpun udah nikah ma gue dia kayak agak jaga jarak gitu loh sama gue Ndien. Gue juga nggak berani tanya – tanya kalo nggak penting. Eh tapi lo ngapain juga nanyain suami gue bakal dateng atau enggak?"
Andien mendekatkan wajahnya ke wajah Lisa lalu berbisik, "Jadi gini Lis, gue denger katanya acara peringatan hari ultah perusahaan itu kan diambil dari uang sponsor nih. Berarti banyak hadiah buat karyawan – karyawan yang ikut partisipasi kan? Kemungkinan besar di acara minggu depan itu ada semacam undian atau lomba gitu Lis!"
"Terus hubungannya sama suami gue apaan Ndien?"
"Ya kan dia presdir dan lo kan istrinya, lo bisa nggak ngomong ke suami lo kalau salah satu hadiahnya itu laptop CELL terbaru gitu? Laptop gue udah uzur banget Lis nggak update! Yang bener aja gue masih pake laptop merk Legowo! "
"Lo gila Ndien! Itu mah namanya nggak punya malu! Seenak jidat aja lo minta hadiah ke presdir!" dengus Lisa mendengar permintaan sahabatnya yang kelewatan.
"Ayolah Lis, lo nggak kasian apa ngeliat sahabat lo masih pake laptop ketinggalan jaman gini? Dipake buat nulis aja sudah lemotnya minta ampun!"
"Ndien, meskipun dia suami gue tetep aja gue nggak tau caranya ngomong ke dia! Dia itu saking sibuknya susah banget diajak ngomong!"
"Yah.. tolonglah, tanyain aja deh please semisal nggak dikasih pun gue juga nggak apa – apa kok. Kan gue Cuma berusaha nanyain aja dulu hehe." Andien tersenyum simpul, wajahnya sedikit melas.
Melihat wajah Andien yang di melas-melaskan, Lisa tidak punya pilihan lain selain mengiyakan permintaannya. Andien kemudian melompat – lompat kegirangan mendengarnya.
***
Malam harinya, Lisa kembali ke hunian Oscar. Suaminya belum pulang karena masih sibuk dengan rapat kerja dengan perusahaan lain. Ia berbaring di tempat tidur sambil menatap lurus langit – langit ruang tidurnya yang putih. Pikirannya mengambang. Ia kemudian ingat akan pembicaraan Andien di kantin kantor siang tadi.
"Apa aku harus nanyain Oscar soal hadiah apa saja yang ia siapkan untuk acara minggu depan?"
Lisa kemudian mengambil ponselnya dari nakas tempat tidur dan membuat sebuah panggilan. Panggilan itu diterima oleh Oscar! Jantung Lisa agak berdebar – debar kemudian ia memberanikan diri untuk bertanya, "Halo Oscar, apakah kamu masih sibuk?" suaranya lembut dan lirih. Sejenak Lisa berpikir kalau tindakannya itu sedikit bodoh.
Ngapain aku nanyain Oscar lagi kerja atau enggak? Ya jelas aja lah dia lagi kerja duh goblok!
Lisa menepuk jidatnya. Rasanya ingin sekali ia menutup telepon itu dan segera tidur. Namun, pria di seberang telepon masih menerima panggilannya.
"Iya aku masih rapat dengan petinggi perusahaan lain. Kenapa?" jawab Oscar dari seberang. Suaranya sangat datar.
"Oh nggak apa –apa, aku cuma pingin bilang jangan kecapekan nanti sakit. Sudah larut banget soalnya, ntar nggak bagus buat kesehatanmu!" jawab Lisa basa – basi.
"Tidak usah khawatir, aku baik – baik saja. Kamu tidur saja duluan, jangan tunggu aku hingga larut malam!"
Jantung Lisa semakin berdebar – debar ketika ia hendak menanyakan sesuatu kepada suaminya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya. Dengan penuh keberanian, Lisa bertanya, "Oh sebelum kamu menutup telepon, ada yang pingin kutanyain. Aku denger katanya perusahaan Petersson Communication ngadain acara peringatan hari jadi minggu depan?"
"Iya ada masalah?" jawab Oscar singkat.
"Oh enggak kok cuma, kudenger nanti ada hadiah buat karyawan ya?"
"Iya, kenapa? Kamu mau hadiah spesifik?"
Lisa tidak sampai hati meminta Oscar untuk menyiapkan hadiah laptop seperti yang diminta oleh Andien siang itu. Lisa tahu Oscar sudah pasti akan memberinya laptop tanpa harus mengikuti perlombaan di hari jadi perusahaan minggu depan tetapi Lisa masih punya rasa sungkan.
Perbincangan di telepon sempat hening beberapa saat. Oscar kembali bertanya, "Jadi kamu mau hadiah apa untuk lomba minggu depan?"
"Oh enggak, aku cuma tanya aja apakah kamu nanti ikut berpartisipasi dalam acara ulang tahun perusahaan minggu depan nanti?" Lisa mengalihkan pertanyaan Oscar. Ia benar – benar sungkan meminta hadiah kepada suaminya.
"Tentu saja aku ikut! Aku kan presdir perusahaan itu, apakah kamu lupa?"
"Maksudku apakah kamu ikut berpartisipasi dalam lomba acaramu sendiri?"
"Haha, kau ingin aku ikut lomba? Baiklah kalau itu maumu, nanti hadiahnya seperti biasanya ya?" jawab Oscar dari seberang. Suaranya terdengar rendah dan sensual.
"Oh ya sudah, aku cuma ingin tanya itu aja. Aku tutup ya? Selamat malam, maaf mengganggu."
Lisa menutup panggilan telepon itu dan meletakkan ponselnya di atas nakas. Perbincangan itu benar – benar canggung dan memalukan pikirnya.