webnovel

Kamu Tetap Terlihat Keren Kok!

"Gimana? Enak gak?" Tanya Gabby setelah berhasil mengelap mulut Michael dengan tisu.

Michael berusaha menelan makanannya, menutup matanya dan menjawab dengan lantang, "Enak sekali! Rasanya seperti hasil masakan di restauran mahal!"

Mendengar hal itu Gabby melempar tisu yang kotor tadi ke arah Michael, "Apa sih? Bikin malu aja."

Michael menganggukan kepalanya dengan serius, "Seriusan, aku gak bohong."

Gabby melihat ke arah Michael, memutar bola matanya dan menyuruhnya untuk melanjutkan makan. Saat Michael melanjutkan makan dengan lahap Adam merasa sudah mengganggu privasi mereka dan melangkahkan kakinya untuk keluar ruangan.

"Aku daftar les karate." Seru Gabby tiba-tiba sambil meminum teh. Uap tehnya menandakan kalau tehnya masih panas tapi karena Gabby merasa gugup dia tetap meminumnya.

"Les karate?" Tanya Michael sambil mengerutkan dahinya. Selama ini Michael berpikir kalau Gabby memang sudah les karate, mengingat aksinya yang dapat mengalahkan Richard tadi di lapangan belakang sekolah.

Gabby menganggukan kepalanya, "Ya. Aku harap kamu nggak mempermasalahkan kalau aku mengikuti les karate." Suara Gabby terdengar sangat kecil, seakan-akan takut Michael mendengarnya.

"Hey, jangan berbicara seperti itu." Tegur Michael dengan halus.

"Menurutku, kamu tetap terlihat keren meskipun kamu les karate ataupun merajut."

Mendengar hal itu Gabby langsung membuang mukanya dan dapat merasakan jantungnya akan keluar dari dalam dadanya. Gabby berpikir sejenak lalu memberanikan dirinya untuk bertanya, "Gimana kalau kamu menemaniku besok saat aku les karate?"

"Aku gak suka kekerasan." Jawab Michael jujur. Tadi pagi melihat pipi lebam Gabby saja membuat tangannya bergetar dengan hebat.

"Nggak masalah! Ikut aku aja, nanti kamu bisa duduk di pojok ruangan melihatku berlatih." Seru Gabby dengan semangat, dia menaruh tehnya kembali di atas meja itu dengan cepat sampai-sampai ada beberapa air teh yang keluar dari gelasnya.

Membayangkan melihat Gabby berkeringat membuat pipi Michael memerah dan akhirnya menyetujui saran perempuan yang duduk di depannya itu.

--

"Ayah! Ibu! Aku berangkat dulu ya!" Teriak Gabby dari pintu depan rumahnya, tangannya yang kiri membawa tas kecil berisi baju ganti dan handuk. Sedangkan tangan kanannya melambai-lambai ke arah Ibunya yang sedang berada di ruang keluarga.

Di sore hari itu, Gabby memakai baju olahraga berwarna oranye, celana pendek berwarna hitam, dan rambutnya di ikat menjadi buntut kuda.

"Hati-hati ya!" Jawab Ibu Gabby dengan halus.

"Dia berangkat sama siapa?" Tanya ayah Gabby dari dalam kamar tidurnya.

Ibu Gabby tersenyum lebar saat melihat anaknya dan Michael sedang berjalan bersama melewati rumah Gabby.

"Calon menantu kita!" Sahut Agnes dengan semangat.

Daniel berjalan mendekat sambil menghela nafas, "Siapa yang bilang kalau dia akan menjadi menantu kita?"

Anges hanya meliriknya sebentar lalu jalan menjauh, menghiraukan Daniel.

--

Sesampainya di depan gedung tempat les karate Gabby, dia melihat ke arah Michael dengan mata berbinar-binar, "Jadi di sini tempat les baru ku!"

Michael mengawasi gedung itu sebentar lalu menganggukan kepalanya. Saat masuk di dalam gedung itu, Gabby langsung mendekati pria itu yang sedang berdiri di dekat pintu masuk.

"Sore! Hari ini saya bawa teman saya untuk melihat-lihat. Apa tidak apa-apa?" Gabby bertanya dengan sopan.

Pria itu melihat ke arah Michael yang sedang berdiri dengan canggung di depan pintu lalu berpikir kulitnya yang halus dan mukanya yang kecil membuatnya terlihat seperti perempuan.

Pria itu lalu kembali melihat Gabby dan menganggukan kepalanya, "Tentu saja."

"Silahkan masuk." Gabby menoleh ke arah Michael dan tertawa kecil saat melihat muka bingungnya. Michael berdiri sambil memasukkan tangannya di dalam kantong celana jeansnya, mungkin dia ingin terlihat keren tapi menurut Gabby, Michael terlihat sangat konyol.

Michael menganggukan kepalanya dan berjalan di belakang Gabby. Mereka berjalan melewati banyak ruangan yang ditutupi oleh tirai. Sesampainya mereka di suatu ruangan tanpa pintu kakek itu menoleh dan menyuruh Michael untuk duduk di atas matras di pojok ruangan.

Di dalam ruangan itu hanya ada matras berwarna biru muda yang menutupi hampir seluruh lantai keramik. Michael pun melangkahkan kakinya ke pojok ruangan dan duduk, menekuk kakinya, dan memeluk kakinya.

Michael melihat kakek itu membungkuk dan menyuruh seluruh manusia yang berada di dalam ruangan untuk pemanasan. Michael melihat Gabby dan yang lainnya melakukan pemanasan, di saat seperti itu Michael berpikir kenapa perempuan itu masih bisa tersenyum lebar.

Nächstes Kapitel