webnovel

Caffe

Ethan dan Luna duduk di kursi panjang sembari melihat anak-anak dan para pemuda yang sedang menikmati suasana senja di taman, ada pula para orang tua yang juga asik ngobrol sembari mengawasi buah hati mereka.

Sejak tadi, Luna selalu diam dengan tatapan kosong. Sesekali dia memeriksa ponselnya dan membuka instagram.

"Sudah dihapus," gumam Luna lirih.

"Apa yang dihapus?" tanya Ethan yang ternyata mendengar perkataan Luna barusan.

"Bukan apa-apa ...." jawab Luna agak gugup. "Kak Shandra mana ya, kok belum datang kesini?"

"Tadi aku sudah telpon, katanya mampir ke mini market," ucap Ethan.

Bola menggelinding tepat di dekat kaki Luna. Dua balita tampan berlari bersamaan menghampiri bola itu.

"Tan, wajah mereka sama," ucap Luna yang memperhatikan dua bocah itu.

"Iya, mereka pasti kembar," balas Ethan lalu berjongkok mengambil bola dan memberikannya pada bocah itu. "Hey ... anak tampan, siapa nama kalian?"

Kedua bocah itu hanya diam dan mengambil bola miliknya, lalu berlari meninggalan Ethan. hm ... tampaknya mereka malu-malu.

"Yah ... malah lari." Luna menunjukkan raut wajah kecewa.

"Anak kecil biasanya memang begitu." Ethan kembali duduk di samping Luna.

"Apa anak kita akan seperti mereka? Lucu ... imut ... tampan atau cantik." Luna berandai-andai sembari mengelus perutnya.

"Tentu saja, karena mamanya cantik, papanya juga tampan." Ethan menanggapi dengan percaya diri. Ah memang mereka berdua couple goals. Pasti si kembar juga akan sangat lucu dan menarik.

Dari kejauhan terlihat Shandra dan Arsha berjalan menghampiri Ethan dan Luna.

"Sudah hampir petang kalian masih di sini," ucap Shandra saat sudah dekat dengan Ethan dan Luna.

"Aku bosan di rumah, Kak," balas Luna.

"Yasudah, kemana gitu. Jangan di sini."

"Ke caffe saja, aku lapar. Kakakmu tadi belum masak," timpal Arsha.

Ethan beranjak dari kursi dan menanggapi Arsha, "aku setuju."

"Yasudah ayok!" Akhirnya Luna mengikuti kemauan mereka. Dia beranjak dari kursi dan berjalan dengan langkah santai bersama Shandra, sedangkan Ethan dan Arsha berjalan ke parkiran lebih dulu.

"Kak," panggil Luna.

"Iya, kenapa?" tanya Shandra sembari menoleh pada Luna.

"Edward menggangguku, dia terus datang dan membuatku tidak nyaman," jawab Luna terdengar sendu.

Shandra menghentikan langkahnya, begitu pula dengan Luna. "Apa maunya pria brengksek itu? Dia sudah meninggalkanmu, lalu kembali mengganggumu."

"Dia ingin aku kembali padanya kak." Luna tertunduk lesu.

"Dia tidak bisa seenaknya begitu. Apalagi kamu istri dari adiknya, apa dia tidak memikirkan perasaan istrinya juga?" Shandra berdecak kesal.

Luna menggeleng. "Entahlah ... aku bingung. Jika Ethan mengetahui tentang Edward yang masih mengejarku, aku takut dia akan marah dan memusuhi kakaknya sendiri."

Shandra menghela napas, lalu memegang pundak Luna dengan kedua tangannya. "Kakak akan membantumu supaya dia menjauh. Sudah jangan sedih lagi, nanti kesehatan kandunganmu bisa terganggu."

Luna mengangguk lalu memeluk Shandra. Hanya kakaknya itulah tempat dia bersandar saat suka maupun duka.

"Kenapa kalian lama sekali?" tanya Arsha yang kembali dari parkiran menghampiri Luna dan Shandra karena mereka membuatnya menunggu terlalu lama.

"Eh. Kami ngobrol sebentar tadi," jawab Shandra sembari melepas pelukan Luna.

Luna bergeming dan masih dengan ekspresi sedih.

"Ada masalah apa?" tanya Arsha.

"Nanti ku ceritakan di rumah," jawab Shandra. "Sekarang Ethan pasti menunggu kita, ayo ke parkiran!"

Mereka segera berjalan ke arah parkir. Sesekali Arsha melirik adik iparnya yang tampa lesu. Namun dia memilih untuk tetap diam dan menunggu penjelasan dari istrinya saja.

___

Sampai di caffe, mereka berempat makan bersama. Luna makan spaghetti, Ethan dan Arsha makan pizza, sedangkan Shandra makan steak. Mereka berempat makan sambil ngobrol.

"Kak Shandra, kenapa kok masih tetap kerja, kenapa tidak resign saja?" tanya Ethan.

"Sudah hobi bekerja, Tan. Rasanya juga sulit untuk meninggalkan pekerjaan yang sudah kakak tekuni bertahun-tahun," jawab Shandra sembari mengiris steak nya.

"Padahal aku sudah memintanya untuk di rumah saja. Penghasilanku lebih dari cukup untuk biaya kebutuhannya," timpal Arsha.

"Kalau aku jadi kak Shandra, aku juga akan tetap bekerja. Di rumah kan membosankan," ucap Luna.

"Hm ... kalau sudah punya anak, harus tetap di rumah, menjaga anak, mendidik, melayani suami dengan baik. Tidak perlu bekerja, karena itu sudah kewajiban suami." Ethan mulai ceramah, Sedangkan Arsha mendengarkan sembari asik makan pizza, dia makan 1 porsi berbagi dengan Ethan.

Shandra menghela napas lalu meirik adik iparnya itu. "Ya itu Luna, kan dia sudah mau punya anak," ucapnya.

"Ih, Kakak ...." Luna melirik Shandra. Tadi dia menyetujui pendapat kakaknya itu. Tetapi sekarang malah memojokannya.

"Makanya Kak, jangan ditunda-tunda." Ethan melirik Arsha.

"Aih ... kami tidak menunda, Tan. Hanya belum beruntung saja," ucap Arsha.

"Kalau begitu lebih giat lagi," balas Ethan lalu kembali makan pizza.

Luna menepuj paha Ethan, lalu meliriknya tajam. "Jangan begitu."

"Tidak apa-apa, Lun. Suamimu benar, kami memang harus lebih giat," ucap Arsha yang mengerti bahwa Luna merasa tidak enak pada perkataan suaminya. Ah, wajar. Luna masih malu membicarakan hal tentang privasi.

"Nanti ke enakan kamu," balas Shandra sembari melirik Arsha yang malah tersenyum dan mencubit pipinya.

"Kan berjuang, Kak. Demi kehadiran junior. Siapa tau bisa launching dua sekaligus seperti kami. Iya kan, Sayang?" Ethan melirik Luna yang langsung menanggapinya dengsn mencibir.

"Kamu tidak paham.dan merasakan betapa beratnya membopong dua bayi dalsm perut ini," batin Luna.

"Tidak mungkin, karena dari gen keluarga kami tidak ada yang kembar." ujar Shandra.

"Tapi jika Allah berkehendak, semua akan terjadi, Sayang," balas Arsha.

"Iya semoga saja, bisa seperti Luna. meski sekali main langsung jadi, kembar pula." Shandra terkekeh meledek Luna.

"Nasibku memang konyol. Tapi kalian tidak tahu rasanya pacaran setelah menikah, sangat mengesankan," balas Luna sembari melirik Ethan. Aha ... dia mengaku sudah menikmati pacaran setelah menikah.

"Betul, rasanya seperti honeymoon setiap haro," timpal Ethan. Padahal setelah menikah, dia bari bercinta dua kali.

Arsha tidak mau kalah. "Kalau begitu kita honeymoon saja, Sayang. maumu kemana?"

"Ha ...." Shandra tercengang suaminya mendadak mengajaknya honeymoon.

"Tuh Kak, di ajak honeymoon," timpal Luna sembari tersenyum meledek Shandra.

"Harus ke tempat yang sweet dan berkesan," saran Ethan.

"Ke Paris saja kalau begitu," ucap Arsha sembari menyeringai pada Shandra.

"Serius?" tanya Shandra.

"Iya Sayang," jawab Arsha. "Mereka berdua mana bisa honeymoon, kan Luna hamil besar hahaha ...."

"Itu gampang, nanti kalau si kembar sudah lahir, aku akan aja Luna keliling Eropa," ucap Ethan dengan percaya diri. Tentu saja, karena kekayaan Ethan melebihi Arsha. Jika hanya mengajak Luna keliling Eropa pun dia mampu.

"Tidak perlu Tan. Kita urus anak saja," balas Luna.

"Biar mama yang urus sementara. Kita luangkan waktu untuk berdua saja."

"Betul, nanti kakak akan membantu merawat si kembar selagi kalian honeymoon," timpal Shandra yang paham akam hubungan Ethan dan Luna yang baru mesra setelah beberapa bulan menikah.

"Mereka belum lahir Kak. Aku bayanginnya ngeri," sahut Luna.

Ethan berhenti makan pizza. Lalu merangkul Luna dari samping. "Kalau kamu takut, lahiran dengan cara caesar saja, aku juga tidak mau ambil resiko berbahaya untukmu."

"Benar juga," Shandra mengangguk setuju.

"Tapi sejatinya, seorang ibu melahirkan dengan cara normal," ucap Luna yang sudah kehilangan nafsu makan.

"Kalau begitu, siapkan diri dan mental. Kamu harus yakin dan membuang rasa takut itu," Shandra menasehati Luna. Dia juga merasa ngeri dan takut saat melihat momen-momen melahirkan, meski belum pernah..

Nächstes Kapitel