Happy Reading
Malam itu Imelda tidur di kamar Brian seorang diri. Walaupun dia merasa sudah sangat mengantuk, wanita itu tak kunjung bisa memejamkan matanya. Dia pun bangkit dari ranjang lalu keluar dari kamarnya. Suasana rumah terlihat sangat sepi, hanya ada beberapa bodyguard yang terlihat berlalu lalang di sana. Imelda pun menatap sebuah pintu di sebelah kamar yang tadi ditempatinya. "Apakah Brian tidur di sana?" gumamnya sambil melangkahkan kakinya dengan penuh keraguan. Ada sebuah perasaan aneh yang merasuki dirinya. Sebuah rasa rindu yang tak pernah dirasakan sebelumnya terhadap pria yang sudah menikahinya. Dengan sangat ragu dan hati yang berdebar-debar, Imelda mencoba mengetuk pintu kamar di hadapannya. "Brian!" panggilnya sambil mengetuk pintu sebuah kamar yang mungkin saja sedang dipakai oleh suaminya.
Namun dugaan Imelda ternyata salah. Tanpa disadarinya, Brian sudah berdiri tepat di belakang Imelda. "Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" Suara Brian yang tiba-tiba telah berhasil mengejutkan wanita yang sedang berdiri di depan pintu kamar.
"Dasar!" Sebuah pukulan langsung mendarat di dada Brian. Wanita itu terlalu terkejut hingga secara spontan langsung memukul seseorang yang mengejutkannya itu. Bahkan Imelda merasa jantungnya hampir saja keluar dari dalam dada. "Senang ya ... bisa mengejutkan aku?" kesal wanita yang baru saja menyandang nama belakang Prayoga itu. Dia mengerucutkan bibirnya sambil menatap Brian dengan wajah kesal.
Brian hanya senyum-senyum melihat kekesalan istrinya. Dia pun mengecup singkat bibir Imelda yang terlihat sangat menggemaskan baginya. "Baru sehari menikah saja kamu sudah memukuli suamimu. Bagaimana jika seminggu, sebulan atau setahun?" godanya dengan tatapan penuh cinta Namun wanita itu tak merespon ucapan suaminya. Imelda hanya terdiam sambil menatap Brian dengan wajah kesal. "Nyonya Imelda Prayoga." Brian sengaja memanggil istrinya dengan nama belakangnya.
"Brian!" seru Imelda dengan wajah malu-malu. Wanita itu sedikit geli saat dirinya memakai nama belakang sang suami. Rasanya terdengar sedikit aneh di telinga. "Kamu dari mana saja? Bukankah kamu bilang akan tidur di kamar ini?" tanyanya pada pria yang masih berdiri di hadapannya sambil terus menatap dirinya.
"Apa kamu sudah merindukan aku?" tanya Brian dengan tatapan penuh cinta dan juga begitu lembut.
Imelda tak menjawab pertanyaan itu, dia hanya menggelengkan kepalanya saja. Sebuah tatapan yang cukup berbeda dari biasanya tercetak jelas di wajahnya. Wanita itu seolah sedang mengharapkan sesuatu yang lebih dari suaminya. Namun Imelda tak ingin mengungkapkan rasa di dalam hatinya. Dia masih sangat yakin jika dirinya tak mencintai Brian Prayoga. "Kamu terlalu percaya diri, Brian. Aku sama sekali tak merindukanmu, hanya saja .... " Imelda tak melanjutkan ucapannya. Dia masih tidak yakin dengan sesuatu yang baru saja muncul di dalam hatinya.
"Hanya saja kamu terlalu mencintai aku?" goda pria yang sejak tadi terus memandangi istrinya dengan sangat perhatian.
"Temani aku! Aku tak bisa memejamkan mata meskipun sudah sangat mengantuk," pinta Imelda pada sang suami.
Brian akhirnya tersenyum dengan perasaan yang cukup bahagia. Dia terlalu bahagia mendengar permintaan Imelda atas dirinya. "Mau ku temani di kamarku atau di kamarmu?" tanyanya.
Terdiam untuk beberapa saat, akhirnya Imelda membuka mulutnya. "Temani aku menonton drama. Aku ingin melihat drama kesukaanku yang baru saja rilis kemarin," ucapnya diiringi sebuah senyuman kecil yang cukup mendebarkan hati bagi pria di depannya itu.
Bos Mafia Playboy itu langsung menggenggam tangan istrinya dan membawanya ke lantai atas di villa itu. Imelda yang mengikutinya terlihat sedikit bingung. Dia tak tahu kemana Brian akan membawanya. Selama ini, dia tak pernah menginjakkan kakinya di lantai atas bangunan itu. Dengan menahan rasa penasaran yang terus bergelut di dalam hati, Imelda akhirnya diajak Brian ke sebuah ruangan yang lumayan luas dengan desain seperti karaoke room dengan layar lebar di depannya. Tiba-tiba saja wanita itu menghentikan langkahnya. "Tunggu, Brian," cetusnya sambil menarik tangan sang suami.
"Ada apa, Sayang?" tanya Brian dengan wajah yang cemas karena melihat Imelda yang tak mau masuk ke dalam ruangan itu.
"Apakah di ruangan ini kamu sering membawa wanita-wanita dari night club itu?" Sebuah pertanyaan yang baru saja dilemparkan oleh Imelda membuat nyali Brian menciut seketika. Wanita itu sering melihat pria di depannya itu membawa pergi beberapa wanita yang menemaninya di sebuah club malam.
Seolah sebuah batu yang cukup besar baru saja jatuh menghimpit dirinya. Brian semakin frustasi mendengar istrinya telah melihat kelakuan buruknya sebelum mereka berdua menikah. Tidak dapat dipungkiri jika Brian sering mempermainkan beberapa wanita sesuka hatinya. Bahkan pria itu akan membuang wanita yang sudah tidak menyenangkan baginya. "Kamu salah menilai diriku, Sayang. Walaupun aku sering membawa pergi wanita-wanita itu, aku tak pernah membawa mereka semua masuk ke ruangan ini. Jika masih tak percaya, aku akan membawa para bodyguard dan para pelayan dan kamu bisa bertanya pada mereka semua," jelas Brian pada istrinya.
"Jangan gila kamu, Brian! Ini sudah cukup larut malam, lebih baik kita tak mengganggu istirahat mereka semua." Imelda pun langsung memasuki ruangan itu. Terlihat semua barang masih baru dan cukup mewah. Wanita itu pun sedikit lega dengan apa yang ada dipikirannya itu. "Benarkah aku wanita pertama yang masuk ke dalam ruangan ini?" tanya Imelda.
Brian langsung memberikan tatapan penuh tanya pada istrinya. Dia tak menyangka jika Imelda bisa menebak dengan benar. "Dari mana kamu bisa yakin jika dirimu adalah wanita pertama yang masuk ke dalam ruangan ini?" Sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Brian memaksa istri barunya itu harus memberikan sebuah jawaban yang tepat untuknya.
Sebuah senyuman penuh arti terbit dari bibir Imelda. Wanita cantik itu akhirnya memberikan senyuman pada sang suami. "Aku bukan wanita bodoh, Brian. Terlihat dengan jelas jika ruangan itu terlihat masih baru. Segala perabotannya juga seolah belum tersentuh sebelumnya," jelasnya pada pria yang sudah berdiri di sampingnya.
Tanpa menunggu lama, Brian menarik lembut tubuh istrinya dan membawanya duduk di sebuah kursi besar yang cukup nyaman untuk mereka berdua. "Duduklah. Drama apa yang ingin kamu lihat?" tanya pria yang sudah duduk di samping Imelda.
"Bawa sini remotenya! Biar aku yang mencari sendiri." Begitu Imelda mendapatkan remote itu, dia langsung mencari drama yang ingin sekali ditontonnya. Setelah menemukan apa yang sedang dicarinya, wanita itu langsung menatap layar besar itu sambil tersenyum melihat tayangan yang disukainya.
Brian yang berada di sampingnya juga ikut tersenyum melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh istrinya. Pria itu tak menyangka jika sosok tegas seperti Imelda bisa menyukai sebuah drama romantis. Tanpa henti dan hanya dengan sedikit kedipan mata, Brian terus memandangi istrinya yang terlihat sangat menikmati tayangan di layar lebar itu. Bahkan tanpa sadar Imelda mulai terlelap di pelukan sang suami.