webnovel

BAB 8

"kalian keluarga pembunuh! Sudah ku katakan, jika tidak dapat merawatnya biarkan saja aku dan keluargaku yang merawatnya!" suara wanita itu tersendat karena tangis.

Eyang masih diam dengan secangkir teh yang sedang ia sesap. "tua Bangka gila! Mau kau jadikan apa keluargamu di masa depan? Ha!" teriak seorang pria.

Eyang menurunkan cangkir tehnya dan menatap pria yang meneriakinya tadi, dengan gerakan cepat dan bahkan Chelsea tak dapat membaca gerakannya, eyang melemparkan cangkir ke arah pria itu dan mengenai kepalanya. Pria itu terjatuh memegangi kepalanya yang mengeluarkan darah.

Orang-orang yang berada di dekat pria itu mendekat dan panik. "sudah sudah, ayo kita pergi." Seorang wanita paruh baya menahan wanita yang tadi menangis untuk melemparkan balasan pada Eyang.

"tidak bisa Bu, mereka kelewatan." Ujarnya.

Wanita paruh baya itu menggeleng. "adikmu memerlukan bantuan, kita bisa tuntut mereka lain kali."

Akhirnya mereka yang tadi berteriak-teriak dan memaki Eyang pergi tanpa pamit. Chelsea masih memperhatikan. Gadis itu memperhatikan raut wajah Eyang, masih dengan senyum tipis menghiasi wajahnya, tak terlihat emosi yang terpendam, eyang terlihat sangat tenang.

Chelsea memperhatikan sekitar. Pria tua itu naik ke lantai dua, Chelsea tak menghiraukannya, ia masih menatap lantai satu. Tepukan di pundak membuat gadis itu membalikkan tubuhnya dan mendapati eyang berdiri di sampingnya dengan senyuman, senyumannya terlihat menakutkan, benar-benar menakutkan sampai Chelsea tak sanggup membalas senyum Eyang.

"masuk kamarmu chels, istirahat, kan besok ke sekolah." Ucapan sang Eyang membuat jantung Chelsea berdetak tak karuan.

Eyang mengelus puncak kepala Chelsea, gadis itu terdiam memperhatikan raut Eyang. Pria tua itu masih menghiasi wajah penuh kerutannya dengan senyuman tipis. Eyang beranjak dari hadapan Chelsea. "siapa yang meninggal dunia?" pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Chelsea.

Eyang berhenti melangkah dan berbalik menatap Chelsea. "Raka, ia diculik dan dibunuh." Jawaban Eyang tanpa beban.

"siapa pelakunya?"

Eyang menggeleng isyarat ia tidak mengetahui apapun dan berlalu begitu saja meninggalkan Chelsea dengan banyaknya pertanyaan yang berada di benaknya saat ini.

Chelsea menatap langit kamarnya, dengan suara Eyang yang mengatakan bahwa Raka meninggal masih bergentayangan di pikirannya. Bahkan gadis itu tak habis pikir, bagaimana bisa sang Eyang terlihat sangat tenang, setau Chelsea orang tua memiliki emosi yang tidak stabil, apalagi di umur eyang yang sudah memasuki kepala tujuh.

Seseorang memasuki kamar Chelsea tanpa ketukan, ia duduk di kasur Chelsea dengan wajah muram. Chelsea kenal wanita ini, seingat Chelsea wanita ini tante Ayu, adik ipar ayahnya. Chelsea bangkit dari tidurnya dan duduk tak jauh dari si wanita.

"mereka sangat kejam." Ucapan sang tante membuat kening Chelsea berkerut berlipat-lipat. "Kak Rian, Kak Adel bahkan sekarang Raka." Wanita itu menitikkan air mata. " Selanjutnya siapa lagi? Aku atau kamu?" Sang tante berbicara dengan nada sendu sambil menatap Chelsea.

Apa maksud dari ucapan tante Ayu?

"mereka semua pembunuh, hidup keluarga ini sudah disusun layaknya scenario film." Lanjut Ayu lagi. "Jika kamu melanggarnya, maka kamu harus pergi dari panggung pertunjukan."

"mereka semua pembunuh, hidup keluarga ini sudah disusun layaknya scenario film." Lanjut Ayu lagi. "Jika kamu melanggarnya, maka kamu harus pergi dari panggung pertunjukan."

Tiba-tiba pintu kamar Chelsea di buka, menampakkan Om Febrian yang tak lain suami Tante Ayu. Febrian menarik Ayu secara paksa membuat Chelsea bangkit dan mempertahankan Tantenya.

"kenapa Om tarik-tarik tante? Tante salah apa?"

Febrian spontan melepas genggaman tangannya pada lengan Ayu. "ini urusan keluargaku."

Chelsea melihat wajah Ayu yang dibasahi air mata. "jangan paksa dia jika dia tak mau." Ucapan datar Chelsea membuat Febrian mengangguk.

"ayo kita selesaikan." Ucap Febrian, Ayu mengikuti langkah Febrian keluar dari kamar Chelsea.

Setelah mereka keluar, suara pecahan kaca terdengar menggema ke seluruh sudut ruangan rumah. Chelsea kaget, dadanya naik turun, kakinya lemas dan kini ia terduduk di lantai. Suara pecahan itu dilanjutkan dengan suara tangis dan teriakan bentakan.

"KAU BODOH! KAU URUS SAJA ANAKMU ITU!"

"KAU YANG MEMAKSAKU UNTUK MELAHIRKANNYA!"

Suara Evelin dan Reno menghiasi kepala Chelsea. Gadis itu berteriak, menangis menutup telinganya, suara-suara pertengkaran hebat kedua orang tuanya dulu kembali dalam ingatannya.

Suara pecahan dan teriakan sudah tak terdengar lagi, hampir satu jam Chelsea menangis dan pecahan kaca terdengar. Entah sebanyak apa kaca yang bertebaran di luar sana, Chelsea tak bisa membayangkannya.

Gadis itu bersender dengan sisi tempat tidurnya, matanya terlihat sembab dan merah, wajah dan rambutnya berantakan. Detak jantungnya masih tak karuan, nafasnya masih memburu, kini kepalanya pusing akibat air mata yang tak kunjung berhenti.

Ketukan di pintu terdengar, Chelsea hanya menatap pintu itu tanpa berniat menjawab atau membukanya. "mbak, saya buka ya." Suara seorang wanita.

Gadis itu masih bertahan dengan posisi dan keadaan yang sama. Menyedihkan!

Seorang asisten rumah tangga masuk dan meletakkan nampan berisi makanan di hadapan Chelsea, lalu pergi.

Chelsea menatap makanan itu, emosinya masih tak stabil. Ia menendang dan mencampakkan nampan beserta isinya. Ia berteriak dan menangis.

Chelsea kalap, ia memukul, melempar dan mencampakkan apa yang ia lihat. Gadis itu menabrakkan dirinya berkali-kali ke tembok bahkan kini tangan Chelsea mengeluarkan cairan berwarna merah setelah tanpa sengaja memukul cermin lemari. Keadaan Chelsea benar-benar kacau, ia semakin menjadi karena suara pecahan kaca itu.

Teriakan Chelsea masih bergema, ia berteriak sejadinya, memukul dinding berkali-kali hingga tangannya merah dan meninggalkan luka memar.

Gadis itu lelah, ia tergeletak di atas pecahan kaca lemari. Chelsea menatap langit-langit kamarnya, matanya berair. Keadaan chelsea sungguh mengenaskan.

"kumohon! Bunuh saja aku!" isak tangis Chelsea saat seseorang memasuki kamarnya.

"aaahhh dasar gila!" ringisan seseorang dengan suara yang amat Chelsea kenali. "kamu menghancurkan kamar ini dalam sekejap." Lirikan mata Reno membuat Chelsea jatuh sejatuhnya.

Bukan lirikan seorang ayah pada putrinya, namun lirikan laki-laki bejat kepada seorang gadis.

Pakaian Chelsea robek, bahkan dapat mengekspos bagian paha dan dada Chelsea.

Reno memasuki kamar Chelsea tanpa melepaskan pandangannya pada tubuh anak gadisnya itu. Namun tanpa sengaja, kaki Reno tertancap beling kaca membuat Reno mengaduh.

Dengan kesal, pria itu menggeser kaca-kaca dengan kakinya dan menghampiri Chelsea yang masih terduduk di lantai. Reno menarik rambut Chelsea yang terurai berantakan.

"kau menghancurkan barang-barang di rumah ini, barang-barang ini seharga dirimu!" ucap Reno, ia semakin menarik rambut Chelsea.

Namun, tak lama pandangannya berubah. Ia melepaskan rambut Chelsea dan duduk di samping Chelsea, mengelus wajah Chelsea yang penuh dengan air mata, tangannya terus turun hingga mencapai dada.

Chelsea menolak Reno hingga tangannya terkena beling karena menahan tubuhnya agar tak jatuh. Belum sempat pria itu bergerak, gerakan Chelsea justru lebih cepat. Ia mengambil kaca dengan ujung runcing dan menusukkannya pada kaki Reno, pria itu menjerit.

Beberapa bodyguard datang dan menahan Chelsea agar tidak menancapkan kaca itu lebih dalam ke kaki Reno. Mereka menarik tubuh Chelsea, dan kaca tersebut ikut menggores kaki Reno saat tubuh Chelsea ditarik.

Seorang pria dengan tubuh tinggi, bersamaan dengan jas dokter yang dipakainya masuk dan menenangkan Chelsea. Tubuh Chelsea berpindah ke pangkuan pria itu, sedangkan Reno di bawa bersama dengan bodyguard itu.

Chelsea masih diam tak bersuara. "tenangkan, kosongkan pikiran dan tutup matamu perlahan." Ucap pria itu. Chelsea akhirnya menutup matanya dengan sempurna.

Nächstes Kapitel