webnovel

BAB 2

Jam telah menunjukkan pukul 12 siang. MPLS telah berakhir dan kini Chelsea sungguh menyesal langsung menuju gerbang sekolah. Ia tengah berhimpitan dengan semua siswa-siswi yang sedang ramai menuju gerbang utama untuk keluar dari lingkungan sekolah. Motor, mobil, sepeda ikut meramaikan gerbang utama.

Tinn

Klakson mobil berbunyi membuat siapapun yang mendengarnya akan sebal dengan si pengemudi. Terdapat mobil agya berwarna silver, berjalan perlahan menunggu pejalan kaki menepi.

Sang pengemudi mobil menghentikan mobilnya tepat di samping Chelsea. Kaca mobil diturunkan dan terlihat, seorang pria yang tadi pagi mengganggu Chelsea dengan roti dan air mineralnya.

"butuh tumpangan?" tawarnya pada Chelsea.

Chelsea menoleh dengan wajah datar khasnya sembari menggeleng menolak tawaran Ikhsan.

Ikhsan menjalankan menjalankan mobilnya perlahan. "aku tahu kamu tidak menyukai keramaian, karena itu aku menawaarkan tumpangan." Jelas Ikhsan. "aku tidak berniat menculikmu kok." Lanjutnya.

Chelsea menghela nafas. Tampaknya pria ini tak mudah menyerah. Chelsea membuka pintu mobil dan duduk di samping kemudi. "kamu ini jutek sekali." Ujar Ikhsan sembari menjalankan mobilnya keluar dari lingkungan sekolah.

"turunkan di depan saja." Ujar Chelsea.

Ikhsan hanya tersenyum kecil mendengarkan Chelsea. Saat keluar dari lingkungan sekolah, Ikhsan menginjak gas dengan keras hingga mobil melaju membuat Chelsea menatap Ikhsan kesal.

"berhenti!" ucap Chelsea. Terdengar dari nada bicara Chelsea, ia sangat ketakutan dan Ikhsan mengetahuinya.

Ikhsan membelokkan mobilnya ke sebuah rumah. "apapun yang akan kamu lakukan, kamu akan menyesalinya!" ancam Chelsea yang masih berusaha setenang mungkin.

Ikhsan menatap Chelsea dan memperhatikan raut wajah Chelsea. Tak berapa lama, Ikhsan tertawa menyadari bahwa Chelsea benar-benar takut berhadapan dengannya.

"aku tak akan melakukan apapun Chelsea, aku hanya ingin kamu berkenalan dengan ibuku." Ucap ikhsan dengan tawa yang belum berhenti.

Chelsea mengerutkan dahinya. "untuk apa aku berkenalan dengan ibu mu?"

Ikhsan menggantikan tawanya menjadi senyuman kecil. "turun yuk." Ajak Ikhsan sembari mengambil tasnya di bangku tengah dan keluar dari mobil.

Chelsea memperhatikan figure Ikhsan yang sedang memasuki rumah tersebut. Chelsea akhirnya ikut turun dan masuk ke rumah yang sama. Terdengar suara teriakan nyaring anak kecil, tawa, dan terdengar sangat ramai.

"nyari siapa Kak?" tanya seorang anak kecil dengan bando kuda poni beserta boneka teddy bear di tangannya.

Chelsea tersenyum kikuk ke arah anak kecil itu. "Ikhsan." Ujar Chelsea mengingat nama pria yang membawanya kemari.

"ahhh Bang Ikhsann, sebentar ya kak." Ucap gadis kecil itu. "BANG IKHSANNNNNNN ADA KAKAK CANTIK DI DEPANNNNNNN!" teriak gadis itu yang posisinya masih di hadapan Chelsea.

Ikhsan muncul dan menutup wajah gadis kecil itu sambil tersenyum konyol. "Caca berisik banget sih." Ucap Ikhsan berbisik yang bisikannya masih terdengar jelas oleh Chelsea.

Gadis kecil bernama Caca itu melepaskan tangan Ikhsan dari wajahnya. "biar bang Ikhsan datangnya cepat, jadi kakak cantik gak nunggu lama." Ucap Caca.

Ikhsan tertawa lepas. Berbeda dengan Chelsea, wajahnya masih datar tanpa senyum ataupun tawa. Dari arah belakang Ikhsan, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik membawa cupcake strawberry dan berhenti tepat di samping Ikhsan.

"Chelsea?" panggil wanita paruh baya itu dengan senyum menghias di wajahnya.

Chelsea masih dengan wajah datarnya berusaha mengingat siapa wanita yang tengah menegurnya. Wanita paruh baya itu sepertinya tahu akan raut dari wajah Chelsea. "saya ibu Ikhsan, dan saya seorang psikolog. Nama saya Zeneta" Ucap wanita itu.

Chelsea tersenyum, terlihat memaksa karena sesungguhnya ia tak tahu apa bedanya senyum tulus dan terpaksa. Zeneta dan Ikhsan tertawa melihat Chelsea masih memaksakan senyumnya.

"hayuk masuk, kita makan cupcake ramai-ramai." Ucap Zeneta sembari menuntun Chelsea masuk ke ruang utama rumah itu.

Rumah yang besar dan sangat ramai. Banyak anak kecil yang bermain, banyak gadis-gadis yang mungkin masih SMP dan ada beberapa anak muda bergabung di rumah itu. Suasana rumah itu membuat Chelsea memiliki banyak sekali pertanyaan.

Zeneta duduk di samping Chelsea setelah selesai membagikan cupcake. Chelsea menatap Zeneta lama, sehingga Zeneta akhirnya menyadari tatapan dari Chelsea. Wanita itu menoleh dan tersenyum tipis. "ada apa Chels?" tanya Zeneta yang menyadari ada banyak sekali pertanyaan dalam matanya.

Chelsea berdehem. "sebenarnya ini tempat apa?" tanya Chelsea. "apakah panti asuhan?" lanjutnya.

Zeneta tertawa. Ia berdiri dan membuat fokus yang ada dalam ruangan tertuju padanya. "siapa kita?" teriak Zeneta.

"kita adalah kami. Kami adalah keluarga. Keluarga adalah satu!" teriak mereka semua.

Chelsea terperangah. "kami keluarga, Chelsea. Tempat kami bukan panti. Anak-anak di sini memanggilku Bunda." Jelas Zeneta. "aku, ibu dari mereka semua." Lanjutnya.

Chelsea menunduk merasakan bulu kuduknya meremang. Ia tak pernah merasakan adanya keluarga, ia tak pernah merasakan adanya "kami", ia tak pernah merasakan adanya kekompakan antar keluarganya.

Zeneta menggenggam tangan Chelsea membuat perhatian Chelsea terfokus pada Zeneta. "aku tahu kamu punya banyak masalah, aku tahu banyak pikiran negatif tentang kami semua, terutama pada Ikhsan yang dengan tanpa izin langsung membawamu ke mari." Ujar Zeneta.

Chelsea melepaskan genggaman tangan Zeneta. Ucapan Zeneta membuat Chelsea tak nyaman, ia tak suka ada orang yang bertanya tentang masalah pribadinya.

Zeneta paham betul apa yang kini tengah Chelsea pikirkan. "tak masalah Chelsea, aku sangat paham tentang apa yang kini kamu pikirkan." Ujar Zeneta setelah melihat raut Chelsea.

Chelsea berdiri dari duduknya. "aku mau pulang." Ucap Chelsea.

Semua penghuni di ruang utama menatap Chelsea, Ikhsan berdiri dan pamit kepada semua yang ada di ruangan itu untuk mengantar Chelsea.

Chelsea menunggu Ikhsan di luar rumah. Ia tak suka ada yang membaca pikirannya, namun hatinya tak dapat di bohongi, ia sangat senang saat bergabung bersama Zeneta dan yang lainnya.

Ikhsan keluar dari rumah dan menghampiri Chelsea. "mau pulang atau mau ke taman?" tawar Ikhsan.

"pulang." Singkat, padat, jelas. Ucapan Chelsea di angguki Ikhsan, mereka masuk ke mobil. Ikhsan menatap Chelsea, gadis itu memalingkan wajahnya.

"kamu cantik Chelsea." Ucap Ikhsan membuat Chelsea semakin memalingkan wajahnya, ia malu, tak pernah ada yang berkata demikian padanya.

Ikhsan tak mendapat respon, ia menjalankan mobilnya dengan perlahan. Dengan sengaja Ikhsan membuka kaca mobil full. Angin luar masuk ke dalam mobil membuat Chelsea menyenderkan kepalanya menghindari angin itu, kini wajahnya menghadap Ikhsan.

Ikhsan menoleh dan tanpa sengaja manik mata mereka bertemu. Mata coklat Chelsea membuat dunia Ikhsan berhenti sejenak.

BRUKK

Ikhsan menabrak mobil di depannya membuat keduanya memalingkan perhatiannya. Bukannya panik, keduanya tertawa kencang melihat apa yang terjadi.

Kali itu, Chelsea tertawa lepas, entah apa yang di tertawakan namun rasanya sangat lucu membuat Chelsea tak henti tertawa. Ikhsan memandangi Chelsea yang tertawa dengan wajah memerah, pemandangan langka.

Si pemilik mobil yang di tabrak turun mengecek apa yang rusak, saat si pemilik mobil menghampiri mobil Ikhsan, tawa Chelsea berhenti. Bukan wajah mengerikan dari si pemilik mobil, namun karena mobil yang ditabrak Ikhsan ternyata mobil Reno, Papa Chelsea.

Reno melirik Chelsea, namun langsung berganti melirik Ikhsan. "harga mobil saya seharga milyaran." Ucapnya dingin.

Ikhsan tersenyum dan keluar dari mobilnya. "bolehkah saya minta kartu nama bapak? Saya akan menggantinya." Ujar Ikhsan.

Reno berludah. "kamu yakin mampu menggantinya? Bahkan harga dirimu pun tak cukup untuk mengganti kerusakan."

Chelsea turun dan berdiri di samping Ikhsan. "berikan saja kartu nama anda, kami akan menggantinya." Ujar Chelsea.

"mengganti dari mana? Dari uang yang kuberikan?"

Chelsea diam, matanya berair. "atau kau mau menjual diri? Bahkan pelanggan pun tak akan mau menidurimu! Kau gila! Penyakit jiwa! Kelainan mental!" Ujar Reno.

Chelsea menunduk, ia menangis dalam diam. Ia tak sanggup mendengarnya, Papanya sendiri mencacinya sedemikian mungkin. "kau sama seperti Ibumu, wanita murahan."

Chelsea menangis kejar, Ikhsan menatap pria paruh baya di hadapannya ini, benar-benar kelewatan.

Ikhsan merangkul bahu Chelsea. "kita masuk ke mobil yuk." Ajak Ikhsan.

Ikhsan mengeluarkan kartu namanya dan memberikan kepada Reno. "beritahu saya berapa nominalnya nanti." Ucap ikhsan dan menuntun Chelsea ke mobil.

Ikhsan ikut memasuki mobil dan menjalankan mobilnya perlahan. "di mana rumahmu?" tanya Ikhsan.

Kini, kaca mobil sudah ditutup kembali, Chelsea menyenderkan kepalanya ke kaca mobil menatap pemandangan luar dengan earphone volume minim sehingga Chelsea masih mendengar jelas apa yang dikatakan Ikhsan.

"aku tak ingin pulang." Ucap Chelsea sendu masih dengan suara serak khas orang habis menangis.

Ikhsan diam, ia akhirnya menyalakan radio dan lagu photograph mengalun merdu mengisi mobil yang sedari tadi sunyi.

"loving can hurt, loving can hurt sometimes.

But it's the only thing that I know." Suara Ikhsan mengikuti irama lagu membuat Chelsea menoleh.

Ikhsan menatap Chelsea sekilas, kini kemacetan tak lagi menjadi sesuatu yang menjengkelkan, Ikhsan menikmatinya.

Jalanan kembali normal, alunan lagu photograph masih mengalun. Kini lagu itu memasuki reff pertama.

"so you can keep me, inside the pocket of your ripped jeans

Holding me closer till our eyes meet

You won't ever be alone." Alunan suara Chelsea membuat Ikhsan mau tak mau mengikuti alurnya.

"wait for me to come home."

Lagu tersebut berganti menjadi suara-suara penyiar, Ikhsan tertawa setelahnya membuat Chelsea menatap pria itu aneh. Terlalu banyak tertawa, terlalu banyak tersenyum, itulah definisi Ikhsan menurut Chelsea.

"aku gak tahu kalau kamu suka nyanyi, dan suara kamu bagus." Ucap Ikhsan jujur.

Chelsea hanya tersenyum tipis, dan ikhsan hampir saja mengulang kejadian beberapa menit yang lalu.

"kamu jangan senyum Chels." Ucap Ikhsan. "senyummu mengalihkan duniaku, ceilaaaa." Lanjutnya menggoda membuat Chelsea mau tak mau tertawa kecil.

Chelsea menghentikan tawanya, ia menunduk mengumpulkan keberanian untuk mengatakan sebuah kalimat yang sedari tadi ada dipikirannya. "aku mau bertemu Bunda Zeneta." Ucapnya akhirnya.

Ikhsan menoleh dan tersenyum.

Nächstes Kapitel