webnovel

FRESIA

Musik keras terdengar menghujam telinga. Asap rokok mengepul tinggi, belum lagi bau alkohol yang semakin malam semakin menyengat. Begitulah suasana Red wolf bar and lounge, semakin malam hiruk pikuknya akan semakin mengasyikan. Manusia semakin masuk dalam jeratan nafsu mereka dan berubah menjadi seorang iblis.

Tak kecuali Nakula saat ini, ia menghembuskan kepulan asap rokoknya ke arah Jane yang menari sambil melucuti pakaiannya sendiri. Jane mencoba menggoda Nakula dengan gerakan-gerakannya yang erotis dan menggairahkan.

"C'on, Black!! Buka bajumu!!" Jane menantang Nakula.

Nakula bangkit, mematikaan bara api dari puntung rokoknya dan melepaskan bajunya. Jumper panjang berwarna hitam dengan garis horizontal putih di sepanjang dadanya. Nakula begitu menyukai warna hitam. Baginya yang tumbuh tanpa kasih sayang, warna hitam adalah warna favoritnya.

"Yes, do it, Black!!" Jane menyemangati Nakula sesaat setelah ia melemparkan bajunya.

Nakula menghampiri Jane, shewolf ini sudah setengah telanjang, ia menanti Naku melucuti semua pakaian dalamnya saat permainan mereka dimulai.

Nakula tak pernah mencintai Jane, begitu pula dengan Jane. Tapi Nakula selalu menarik Jane dengan kharismanya. Hentakannya. Getarannya. Juga kekuatannya. Rasa puas yang didapatkan Jane dari Nakula begitu besar, Jane yang hypersex merasa kalau hanya Nakula yang bisa memuaskannya.

Naku mulai melancarkan serangannya pada tubuh Jane. Berbagi peluh dan kehangatan. Nakula melumat bibir Jane, gerakannya begitu sensual dan menggairahkan. Mereka memainkan lidahnya, bertukar saliva. Nakula menggendong Jane dan melemparkannya di atas kasur. Tanpa menunggu lagi Nakula menghampiri tubuh Jane dan kembali menciumnya. Jane melengguh panjang.

Sepintas bayangan Liffi memenuhi benak Nakula. Nakula langsung terdiam, lalu bangkit dan menghentikan aksinya. Ia tak mungkin mengkhianati mate-nya sendiri. Hatinya tak mengizinkan.

"Maaf, Jane. Aku tidak bisa." Nakula bangkit, ia kembali memakai pakaiannya.

"What??!!" Protes Jane, nafsunya sudah bergerak naik dari tadi, dan Nakula menghentikannya begitu saja.

"Ajak Red atau Grey." Nakula memakai sepatunya.

"No!!! Jangan begini, Black! Hanya kau yang bisa membuatku puas," renggek Jane.

"Suru Red dan Grey memuaskanmu bersamaan." Nakula memberikan opsi.

"Iuh ... itu menjijikkan," jawab Jane.

"Maaf, Jane. Aku harus pergi." Nakula mengelus rambut Jane.

"Sialan kau, Black!! Brengsek!!" umpat Jane, ia hampir menangis. Kenapa lagi-lagi Nakula menolaknya?

"Maaf, Jane. Aku tak bisa mengkhianati mate-ku?" Nakula tersenyum.

"Lalu di mana dia? Aku tak melihatmu membawanya kemari. Jangan berbohong, Black!! Aku tahu kau belum memiliki mate." Jane menangis.

"Jangan menangis, Jane!"

"Siapa dia, Black? Kenapa kau belum menandainya?"

"Aku pasti akan menandainya segera, Jane. Aku akan mengajaknya ke konser comeback kita." Nakula membuka knop pintu.

"Iya, ajak dia, Black!! Tunjukan dia padaku!" teriak Jane di sela-sela amarahnya.

Dan aku akan membunuhnya ..., pikir Jane dengan gelap mata.

Nakula menuruni anak tangga menuju ruang VIP. Red dan Grey memandangnya dengan keheranan. Tak biasanya permainan Black dan Jane berakhir begitu cepat.

"Sudah selesai?" tanya Grey heran.

"Tumben? Apa kau mulai lettoy sekarang, kawan?" kikih Red.

"Apa perlu aku belikan obat kuat?" Grey tak mau kalah.

Nakula hanya tersenyum dan menyahut botol wiskey dari tangan Red. Ia meneguk isinya dan berjalan ke luar dari ruang VIP.

"Jane menunggu kalian di dalam." Lambai Nakula.

Grey dan Red saling beradu pandang dan mengerling nakal. Mereka berlomba menaiki anak tangga secepatnya.

ooooOoooo

Liffi mencoba menyusun jadwal temu dengan kedua mate-nya. Ia mencorat coret kertas. Berpikir untuk membagi waktunya saat bersama dengan Nakula dan Sadewa.

"Bagaimana kalau Sadewa Senin, Selasa, Rabu, dan Nakula Kamis, Jumat, Sabtu. Lalu Minggu bagaimana? Untuk siapa?" liffi menggigit ujung bolpoinnya.

Atau Sadewa Senin, Rabu, Jumat, dan Nakula Selasa, Kamis, Sabtu? Minggu akan aku gunakan untuk diriku sendiri..., pikir Liffi kebingungan. Dengan sebal Liffi meremat-remat kertas penuh coretan itu dan melemparnya pada tong sampah.

"Arrrgghhh!! Kenapa rumit sekali sih??! Kenapa aku tak bisa memilih salah satunya saja?!" geram Liffi, ia lantas membenamkan wajahnya di atas meja.

Tok Tok Tok!

Siapa? Ini baru jam lima pagi ...!! Liffi mengdengus kesal. Siapa yang mengetuk pintu pada jam sepagi ini? Liffi mengintip siapa tamunya dari lubang kecil di tengah pintu.

"NAKU???!!" pekik Liffi kaget. Dengan segera Liffi membukakan pintu untuk Nakula.

BRUUKK!!!

Tubuh Nakula langsung ambruk di lantai begitu pintu terbuka. Entah pingsan, entah karena pengaruh alkohol, yang pasti Naku mulai tak sadarkan diri.

"Bangun, Naku!!" Liffi menggoncangkan tubuh Nakula, tapi hanya lengguhan panjang yang didapati Liffi sebagai jawaban.

Liffi berdecak sebal, ia menarik tubuh Nakula agar semakin masuk sehingga pintu bisa tertutup kembali. Setelah berhasil menutup pintu, Liffi mengambil botol kosong bekas alkohol dari pelukan Nakula dan membuangnya.

"Bangun, Naku!! Kau berat!!" teriak Liffi saat memapah tangan Nakula. Liffi melakukannya agar Nakula mau ikut bergerak membantu dirinya sendiri naik ke atas ranjang.

"Aduh!!" Pekik Liffi saat tubuhnya ikut terbanting di atas ranjang.

"Beratnya!!!" Liffi mendorong tubuh Nakula yang meninndihinya dengan sekuat tenaga.

"Kenapa kau minum banyak sekali??! Baumu sangat menyengat!!" gerutu Liffi, ia menyentil kepala mate-nya itu cukup keras.

"Uuurrghh ...!" nampaknya cukup efektif, Nakula merespon sentilan Liffi.

"Naku, bangun!! Kau berat sekali!!" Liffi menampar pelan pipi Nakula, ia harus menyadarkan Nakula dari buaian alkohol.

"Liffi?" Senyum Nakula.

"Ayolah, Naku ... bangun!"

"Kau cantik sekali, Girl!! Cium aku!!" Sambil cengar-cengir Nakula mencium bibir Liffi.

"Nakula!!" seru Liffi sebal, ia gemas dengan kelakuan Nakula yang menciumnya sembarangan.

Nakula terdiam sesaat mencoba mengumpulkan kembali akal sehatnya.

"Aku mencintaimu, Liffi. Kau mate-ku. Kenapa kau meninggalkanku demi laki-laki lain?" Nakula memeluk Liffi, napasnya terasa panas di tengkuk Liffi.

"Naku, maaf ...," lirih Liffi, ia membalas pelukan Nakula. Memberikan rasa hangat tersendiri bagi Nakula.

"Cintai aku juga, Liffi. Kumohon, cintai aku juga," ucapan Nakula membuat hati Liffi begitu merana. Apa lagi Liffi tak bisa mengungkapkan bahwa dirinya juga mencintai Nakula.

"Nakula, sadarlah. Jangan begini." Liffi menitikkan air matanya untuk Nakula.

Nakula bangkit mengangkat tubuhnya, pandangan mereka berdua bertemu. Nakula memandang Liffi dengan sayu dan penuh penantian. Cintanya pada Liffi begitu dalam, walaupun tak pernah terbalaskan, namun Nakula masih terus menunggunya.

Dada Liffi terasa begitu sesak menyaksikan kesedihan di wajah Nakula tersirat begitu dalam.

"Nakula ...." Liffi melingkarkan tangannya pada leher Nakula, ia menyatukan dahinya dengan dahi Naku. Hembusan napas mereka yang hangat saling bersahutan. Membuat wangi keduanya semakin tercium pekat. Bunga fresia dan Vanila yang manis.

Liffi mencium bibir Nakula, mengecupnya perlahan, basah dan hangat.

Nakula menyukainya ...

Nakula tersenyum dan kembali mencium Liffi. Melumat bibirnya dalam dan penuh gairah. Manisnya vanila terasa memenuhi indra pengecap Liffi. Dan segarnya aroma bunga fresia semakin membius Nakula.

"Lakukanlah, Naku." Wajah Liffi merona merah.

Nakula menghabiskan setiap jengkal kulit Liffi dengan kecupannya. Membasahi seluruh tubuh indahnya. Liffi menarik tubuh Naku untuk bersatu dengannya dan mulai merancau.

oooooOooooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana

Nächstes Kapitel