webnovel

Part 2 Mulai Bekerja

Arini telah dipesan Bibinya untuk selalu bangun pagi dan membuat sarapan kesukaan majikannya. Dulu ketika Arini masih sekolah dia sangat rajin bangun pagi dan membantu membuatkan sarapan buat pamannya. Maklum saja dia merasa menumpang di keluarga bibinya jadi dia harus rajin dan tidak merepotkan keluarga bibinya.

Matahari belum muncul, dia sudah bangun dan beranjak ke dapur. Dia akan memasakkan menu makan pagi buat majikannya. Ini pertama kalinya dia memasakkan makanan untuk majikannya jadi dia tidak mau membuat kesalahan dalam bumbu agar rasanya enak saat dimakan majikannya. Kemarin bibinya sengaja sudah menuliskan beberapa makanan yang disukai majikannya di selembaran kertas. Menurutnya semua makanan yang disukai oleh majikannya itu ternyata tidak asing baginya alias dia sudah tahu apa saja bumbunya. Karena dulu dia pernah memasaknya juga ketika masih tinggal di rumah bibinya.

Ketika semua sarapan telah siap, Arini segera memindahkannya ke meja makan. Semua ditata rapi agar terlihat cantik ketika dilihat majikannya. Habis itu dia menuju ke kamar nyonya Diana untuk membangunkan dan memberitahu kalau sarapan telah siap.

Tok tok tok

Arini mengetuk-etuk pintu kamar Nyonya Diana. Arini membangunkan dengan pelan dan sopan agar Nyonya Diana tidak kaget. Benar saja beberapa menit setelah mengetuk pintu dan memanggilnya, Nyonya Diana membuka pintu.

"Ya."Nyonya Diana membuka pintu sambil mengucek kedua matanya.

"Sudah jam setengah enam nyonya. Dan sarapan telah siap."Arini memberitahu sambil menunduk dan tangannya mengepal ditaruh di depan.

"Ya. Oh ya anak saya tadi malam pulang jam berapa?"nyonya Diana masih mengucek kedua matanya karena rasa kantuknya masih terasa.

"Tuan pulang jam 11 malam nyonya."Arini menjawab sambil mengingatnya.

"Kalau gitu kamu segera ke kamarnya dan bangunkan dia."suruh Nyonya Diana. Arini segera menganggukinya dan Nyonya Diana langsung menutup pintu kamarnya. Tiba-tiba perasaan Arini merasa deg deg an sekaligus takut ketika mau menuju kamar Panji. Ini pertama kalinya dia masuk ke dalam kamar cowok. Dengan terpaksa dia harus masuk ke kamar Panji karenatelah disuruh Nyonya Diana.

Kebetulan kamar Panji ada di lantai dua juga sama seperti Nyonya Diana. Selama perjalanan ke kamar Panji, hati Arini terus merasa deg deg an. Hingga pada puncaknya saat kakinya sudah tepat berada di depan pintu kamar Panji, suasana hatinya semakin tidak karuan. Dia berusaha menata nafasnya yang tidak karuan itu. Setelah merasa rileks, dia langsung mengetuk pintu Panji dengan pelan.

Arini mengetuk-ngetuk pintu kamar Panji berkali-kali tapi tidak direspon juga. Hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Panji. Ternyata pintu kamar panji tidak terkunci. Dia langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam dan menepis semua rasa takutnya. Setibanya di dalam kamar Panji , kedua matanya terkejut dngan nuansa gelap yang mengelilingi ruangan itu. Warna cat dindingnya yang berwarna abu-abu dan sedikit dikombinasikan dengan warna hitam menambah kesan warna kesukaan laki-laki. saking gelapnya dan Arini tidak tahu cara menghidupkanlampu kamar Panji jadi dia langsung membuka tirai jendela berharap cahaya matahari bisa masuk dan kamar Panji bisa sedikt terang.

Setelah cahaya matahari mulai masuk , kedua mata Arini langsung tertuju kepada pria yang sedang tidur namun dengan telanjang dada. Arini melihatnya begitu geli baru kali ini dia melihat cowok yang tidur dengan dada terbuka. Arini mendekatinya dan membangunkan Panji. Kalau dilihat-lihat dada Panji begitu sispek dan putih mulus. Membuatnya langsung gemetar.

"Tuan...Tuan."Arini mengusap-usap lengan kanan Panji dengan halus. Namun tidak ada respod dari Panji. sebenarnya Arini sendiri merasa takut ketika membangunkan Panji namun dengan sekuat tenaga dia menepisnya karena ini merupakan perintah dari majikannya.

"Tuan...tuan ini sudah pagi."Arini mengusap lengan Panii sedikt kasar.

"Huammmmmm."Panji menguap dan mengucek-ucek kedua matanya.

Panji akhirnya bangun tapi masih dalam keadaan setengah sadar jadi matanya sedikit kabur ketika melihat sekitar. Namun terlihat sekali dari matanya ada pancaran wajah cantik nan imut yang terkena sinar matahari. Dia berusaha fokus melihat wajah tersebut. Ketika pandangannya sudah fokus, wajah cantik nan imut yang muncul tadi ternyata adalah Arini. Dia kaget sekali, dia kira itu Raisa pacarnya. Mana mungkin itu Raisa ini kan masih pagi masak dia sudah bangun dan rela-relain ke rumahnya untuk membangunkannya.

"Kamu."Panji langsung bangun dari tidurnya. Arini langsung terkejut hingga dia langsung mundur kebelakang.

"Ngapain kamu kesini."tanya Panji dengan heran. Perasaan ketika asisten rumah tangganya masih Bibui Ayu, tidak pernah membangunkannya. Tapi ini Arini yang baru saja bekerja di rumahnya malahberani masuk ke dalam kamarnya dan membangunkannya.

"Maaf tuan. Saya hanya melaksanakan perintah untuk membangunkan tuan."Arinibingung memanggil Panji dengan Mas apa tuan. Akhirnya dia memanggil Panji dengan panggilan tuan. Arini merasa bersalah telah membangunkan tidur tuan mudanya. Walaupun sebenarnya dia juga tidak sepenuhnya bersalah karena itu utusan dari majikannya.

"Siapa yang menyuruhmu membangunkanku?"bentak Panji karena menganggap Arini telah lancang masuk ke dalam kamarnya dan membangunkannya. Apalagi dadanya telanjang jadi Arini bisa melihatnya. Walupun dalam benak Arini tidak ingin melihatnya.

"Perintah dari Nyonya Diana tuan."Arini menjawab sedikit takut karena Panji sudah menatapnya dengan marah. Panji langsung menghembuskan nafasnya. Dia kira atas inisiatif Arini sendiri.

"Sarapan telah siap tuan."Arini memberitahu Panji sambil menunduk.

"Ya aku mau siap-siap mandi."ucap Panji, Arini langsung pamit keluar.

Arini turun ke bawah menuruni tangga. Disana dia langsung menyapu semua lantai. Walaupun masih sepagi ini dia sudah mandi dan terlihat cantik sekali meskipun tanpa polesan make up sama sekali. Dia memang gadis yang masih polos yang belum mengerti tentang make up. Kalaupun dia mengerti juga pasti dia tidak bisa membeli make up karena selama ini dia belum bekerja.

Dengan telaten Arini menyapu semua lantai hingga bersih. Semua jendela dilap satu per satu hingga bersih. Dia tidak mau ada debu sedikitpun masih menempel di kaca jendela. Terlihat Nyonya Diana sedang turun dan telah memakai pakaian cantik dann mewah. Arini hanya melirik sekilas saja dan langsung fokus lagi ke kaca jendela. Ketika Nyonya Diana sedang mengambil makanan, Panji juga terlihat sedang turun dari tangga untuk menuju meja makan. Panji begitu terlihat gagah dan tampan ketika memakai kemeja navy dan celana hitamnya. Tidak lupa dia juga mencincing jas warna hitamnya menambah penampilannya semakin sempurna.

"Selamat pagi anakku."Nyonya Diana memberikan salam kepada anaknya yang sudah rapi dan duduk disebelahnya.

"Pagi mamah."jawab Panji dengan singkat dan langsung mengambil makanan.

"Mamah mau kemana?"tanya Panji masih sibuk memilih dan mengambil makanan.

"Mamah ada arisan di rumah teman ."Nyonya Diana menatap Panji.

"Kok sepagi ini perginya."tanya Panji dengan heran.

"Itu mau sekalian jalan-jalan juga gitu ceritanya."jawab Nyonya Diana. Panji memakluminya.

"Arini."pangil Nyonya Diana tidak sengaja melihat Arini sedang mengelap kaca jendela. Kedua mata Panji reflek mencari keberadaan Arini. Merasa namanya dipanggil Nyonya Diana, Arini langsung menghetikan aktivitasnya dan menghampiri Nyonya Diana di meja makan.

"Ya Nyonya. Ada apa?"tanya Arini dengan sopan dan raut muka polos.

"Udah sarapan?"tanya Nyonya Diana dan Arini langsung menganggukinya.

"Bagus kalau gitu. Saya nanti ada acara diluar tolong rumah kamu bersihkan semua ya."kata Nyonya Diana sambil menatap seluruh ruangan rumahnya. Arini hanya mengangguk saja pertanda mengerti. Sedangkan mata Panji masih menatap Arini dengan perasaan kagum. Betapa tidak masih sepagi ini Arini sudah terlihat cantik dan bersih. Wajah polosnya itu membuat orang yang memandangnya begitu tenang dan senang termasuk Panji.

"Ya sudah lanjutkan bersih-bersihnya."suruh nyonya Diana dan Arini langsung pamit meninggalkannya. Mata Panji masih menatap punggung Arini yang kini sudah menjauhnya. Panji mengamati rumahnya, terlihat kalau lantainya sudah bersih dan kaca-kaca jendela terlihat bening.

"Anak itu rajin sekali. Masih sepagi ini dia sudah membersihkan semuanya."batin Panji sambil memandangi kondisi rumahnya.

Saat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh Panji dan Nyonya Diana langsung pergi satu persatu dengan kendaran pribadi mereka masing-masing. Arini hanya bisa melihat dari balik kaca jendela. Dalam benaknya dia ingin menjadi orang sukses dan bisa memiliki rumah sendiri suatu saat nanti seperti majikannya itu. Ditengah lamunannya, tiba-tiba bunyi klakson mobil Panji berbunyi. Entah kenapa berbunyi, mendengar bunyi klakson yang keras itu membuatnya tersentak dan berhenti melamun.

Ketika dia sedang menjemur pakaian majikannya, tiba-tiba telepon rumah berbunyi. Arini langsung mengangkatnya. Ternyata yang menelpon itu adalah Panji.

"Tolong bawakan tas saya yang masih tertinggal di kursi meja makan."suruh Panji. Kedua mata Arini langsung menatap kursi bekas diduduki Panji saat sarapan tadi. Dan disana memang terlihat ada tas kecil berwarna hitam.

"Ya tuan."jawab Arini.

"Antarkan ke PT. Suka Jaya. Sekarang."kata Panji terdengar memaksa. Arini tidak bisa menolaknya.

"Ya Tuan."Arini langsung menyanggupinya. Mendengar jawaban Arini, Panji langsung mematikan teleponnya. Sikap Panji yang dingin itu membuat mulut Arini menjadi manyun ke depan.

Arini mengambil tas tersebut. Dia bingung mau ke kantor Panji mau naik apa. Naik ojek online tidak punya uang, kakinya langsung menuju ke garasi. Dilihatnya ada sebuah sepeda gunung berwarna hitam. Dan tidak mau pikir panjang , Arini langsung mengambil sepeda tersebut untuk digunakannya menghantarkan tas Panji. Arini tidak tahu dimana letak kantor Panji hingga dia memberanikan diri untuk bertanya ke salah satu penduduk warga. Ternyata orang yang ditanyainya itu tahu dimana lokasi PT. Suka Jaya.Dia ditunjukkan arah jalan menuju kantor tersebut. Tidak semudah itu dia langsung mengerti arah jalan menuju PT. Suka Jaya. Karena baru kali ini dia keluar rumah majikannya dan mencari kantor Panji.

Selama perjalann Arini sering berhenti hanya sekedar bertanya kepada warga untuk menunjukkan jalan menuju PT. Suka Jaya. Karena dia juga lupa dengan arah jalan yang telah ditunjukkan salah satu warga tadi. Ternyata semua warga yang ditanya itu tidak asing dengan alamat perusahaan tersebut.Mungkin perusahaan tersebut terkenal jadi semua orang jadi tahu dimana lokasinya.

Mengikuti arah jalan yang ditunjukkan warga, Arini bisa tiba di PT. Suka Jaya dengan selamat. Walaupun dia tidak tahu apakah kedatangannya itu terlambat atau tidak. Tapi dia tidak mau banyak memikirkannya. Arini melihat gedung megah dan menjulang tinggi keatas dengan gaya arsitektur mewah disana. Di atas gedung tersebut ada tulisan PT. Suka Jaya yang begitu besar dan jelas sekali ketika dilihat dari bawah.

"Pak permisi saya mau ketemu Tuan Panji."ucap Arini pada salah satu security yang berjaga di depan kantor tersebut.

"Mbak siapa ya?"tanya security heran melihat pakaian Arini yang hanya memakai kaos lengan pendek berwarna abu-abu dan celana hitam. Security nampak asing dengan Arini.

"Saya asisten rumah tangganya tuan Panji. Dan sekarang saya disuruh menyerahkan ini kepada beliau."jawab Arini sambil menunjukkan tas milik Panji. Mendengar pengakuan dan penjelasan Arini, security langsung mengizinkannya untuk masuk ke kantor.

Arini masuk ke dalam kantor dan sepedanya ditinggalkan di dekat pos security. Saat memasuki kantor tersebut, dirinya dibuat takjub sekali dengan suasana di dalam kantor. Kantor tersebut begitu mewah dan bersih sekali. Terlihat sekali beberapa karyawan berlalu lalang dengan penampilan rapi. Kini dia langsung menatap penampilannya sendiri. Dia merasa malu ketika pakaiannya hanya biasa-biasa saja.

"Maaf ada yang bisa saya bantu?"tanya salah satu karywan laki-laki menghampiri Arini.

"Oh ya. Saya mau bertemu dengan Pak Panji."Arini terkejut melihat ada laki-laki yang berpenampilan rapi menghampirinya.

"Oh Pak Panji ada di ruangan paling atas sendiri."jawab laki-laki tersebut dengan ramah.

"Makasih atas infonya."ucap Arini sambil menundukkan kepalanya.

Arini langsung menuju lantai atas sendiri. Dia tidak tahu cara menggunakan lift, hingga akhirnya dia memutuskan untuk naik tangga saja. Dia menaiki tangga darurat dengan cepat. Dia tidak mau terlambat menghantarkan tas milik tuannya itu. Biarpun banyak sepasang mata menatapnya, Arini tidak menghiraukannya. Setibanya di lantai empat, Arini kehilangan keseimbangan saat berlari hingga akhirnya dia tersungkur ke lantai. Tidak sengaja dahinya terbentur tembok dekat tangga. Beberapa karyawan melihatnya langsung memberikan pertolongan padanya. Tapi Arini tidak mau merepotkan orang lain jadi dia berusaha dengan sekuat tenaganya untuk berdiri walaupun sedikit sempoyongan.

Saat tenaganya sudah pulih, Arini melanjutkan langkahnya menuju lantai atas sendiri. Tidak lupa Arini mengucapkan terima kasih karena beberapa karyawan berniat menolongnya. Beberapa karyawan menatapnya dengan tatapan heran.

"Akhirnya sudah sampai."Arini ngos-ngosan setalah sampai di lantai atas sendiri. Dia melihat sekelilingnya. Hanya terlihat satu ruangan disana. Arini mendekati pintu tersebut dan langsung mengetuknya.

"Silahkan masuk."jawab Panji dari dalam ruangan tersbut.

"Permisi Pak. Eh Permisi Tuan. Ini tasnya."Arini menata nafasnya agar tidak terdengar ngos ngosan. Meskipun ngos-ngosannya masih tetap terdengar. Panji langsung kaget melihat Arini telah berdiri di depannya dengan memakai pakaian santainya itu. ditambah lagi terdengar nafasnya yang ngos-ngosan.

"Kalau di kantor panggil Pak. Taruh meja."suruh Panji.

Saat Arini mendekati mejanya, kedua mata Panji melihat ada memar merah di dahi Arini. Arini segera meletakkan tas tersebut.

"Kenapa dahimu itu?"tanya Panji sambil mengernyitkan dahinya. Arini langsung memegang dahinya. Betepa kagetnya dia ketika tangannya menepuk-nepuk dahinya malah menimbulkan rasa sakit.

"Oh ini tadi ja..... Nggak papa kok Pak."Arini menghentikan ucapannya ketika jatuh tadi yang kemungkinan membuat dahinya sakit itu. Arini berusaha menutupi kejadian tadi.

"Kamu tadi kesini naik apa?"tPanji tidak mau ambil pusing ketika Arini berusaha menutupinya.

"Maaf pak. Saya tadi naik sepeda yang ada di garasi. Maaf kalau saya lancang."jawab Arini dengan polos. Rama mengerti kalau Arini pasti tidak ada uang untuk memesan ojek online untuk menghantarkannya dan malah naik sepeda miliknya itu.

"Ya sudah silahkan pulang."suruh Panji langsung mengalihkan pandangannya dari Arini.

"Saya pamit pulang dulu pak." Arini pamit dan Rama menganggukinya.

"Nggak bilang terimakasih malah. Udah dibantu. Huuuuuh"batin Arini sambil berpura-pura tersenyum ketika meninggalkan ruangan Panji.

Arini kembali ke rumah dengan sepeda tadi. Setibanya di rumah dia langsung melanjutkan pekerjaannya. Ketika tubuh Arini sudah terasa lelah, dia langsung istirahat di pinggir kolam sambil mendongak ke atas.

"Apa rasa sakit di dahiku ini gara-gara aku jatuh di kantor Panji."Arini membatin sambil mengelus-elus dahinya yang sakit itu.

Jam istirahat kantor telah tiba, Panji langsung keluar ruangan untuk menuju kantin. Selama perjalanan menuju kantin telinganya tidak sengaja mendengar beberapa karyawan menggosipkan tentang wanita yang tadi pagi datang. Pasti yang dimaksud mereka adalah Arini tidak lain adalah asisten rumah tangganya.

"Tadi yang dibicarakan itu siapa?"tanya Panji kepada salah satu karyawannya yang telah bubar dari kerumunan.

"Oh itu tadi ada cewek cantik yang naik tangga dengan cepat. Kayaknya dia tergesa-gesa. Sampai-sampi dia terjatuh dan kepalanya menghantam tembok di lantai empat Pak."karyawan tersebut menjelaskan kepada bosnya.

"Apa jatuh?"alis Panji terlihat hampir menyatu.

"Ya pak."jawab karyawan tersebut.

"Kenapa nggak naik lift."tanya Panji dengan heran.

"Mungkin dia tidak mengerti cara menggunakan lift disini pak."karyawan tesebut berusaha menebak. Panji langsung mengerti.

"Apa memar di dahinya tadi itu karena jatuh tadi."batin Panji sambil menunduk.

"Maaf pak. Saya permisi dulu."ucap karyawan tersebut menyadarkan Panji dari lamunannya pada Arini. Panji mempersilahkan karyawannya meninggalkannya.

Panji melangkahkan kakinya menuju kantin dan makan disana. Panji tidak peduli kalau dia seorang bos dan harus makan di kantin bersama dengan karyawan-karyawannya sendiri. Panji tidak peduli dengan omongan orang.

"Apa benar tadi dia terluka gara-gara mengahantarkan tas ku. Sebegitunya dia."Panji malah jadi kepikiran dengan Arini.

Tidak terasa hari sudah semakin sore. Arini sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumahnya sejak tadi siang. Kini tinggal menyiapkan makan malam saja. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Namun Nyonya Diana dan Panji belum pulang. Sembari menunggu kedatangan majikannya, Arini menyempatkan untuk meyiiram tanaman di depan rumah.

Saat Arini asyik menyiram beberapa tanaman, terdengar bunyi klakson mobil Panji berbunyi. Pak Masyur langsung membukanya. Pak Mansyur adalah satpam di rumah Nyonya Diana. Setelah mobil itu masuk garasi terlihatlah Panji mulai turun dari mobil.

Arini mengalihkan pandangannya dari Panji dan melanjutkan menyiram tanaman. Panji melihat Arini sedang asyik menyiram tanaman. Saking asyiknya itu, malah membuat mata Rama tak bisa berhenti mengalihkan pandangan dari Arini.

"Selamat datang tuan. Apa ada yang bisa saya bantu."Arini bingung ketika Panji terus melihatnya ketika menyiram tanaman. Panji langsung tersentak kaget.

"Nggak ada."jawab Panji dengan singkat dan langsung meninggalkannya. Arini merasa kecewa dengan sikap Panji yang terlihat masih dingin dengannya. Tapi dia harus menguatkan hatiinya ketika menghadapi Panji seperti itu. Biarmanapun juga Panji itu adalah anak dari majikannya dan dia harus menghormatinya.

Panji langsung masuk ke dalam rumah sedangkan Arini menatap punggung Panji hingga menghilang. Arini baru ingat kalau Panji sudah pulang jadi dia harus memasak untuk menu makan malam di rumah majikannya itu.

"Kemarilah."suara panji tiba-tiba terdengar di telinga Arini. Tubhnya reflek menengok ke belakang ternyata Panji berdiri di belakangnya sambil membawa kotak putih. Panji langsung pergi dan Arini segera mengikutinya. Tidak lupa Arini mematikan kompornya dulu.

Arini mengikuti setiap langakah Panji yang ada di depannya itu. Hingga akhrinya Panji duduk di sofa dekat kolam renang. Dia tahu posisinya sebagai apa di rumah itu, Arini langsung duduk bersimpuh di bawah dekat meja. Sedangkan Panji duduk di sofa.

"Kenapa kamu duduk disitu?"tanya Panji dengan tatapan heran pada posisi duduk Arini. Arini hanya bisa linglung sendiri karena tidak tahu maksud ucapan Panji barusan.

"Duduk diatas."suruh Panji. Arini langsung menurutinya. Kini Arini duduk di sofa dekat dengan Panji.

"Ini untuk mengobati luka kamu."Panji melempar kotak P3K dan Arini gelagapan menangkap kotak tersebut yang melayang ke arahnya. Syukurnya Arini bisa menangkapnya dan langsung merasa lega karena kotak tersebut tidak jatuh. Panji melihatnya ingin ketawa karena ekspresi Arini begitu lucu ketika menangkap.

Panji langsung beranjak dari kursi dan menuju kamarnya hendak mandi. Karena dia tadi belum sempat mandi. Arini melihat kotak P3K tapi tidak segera menggunakannya karena dia tidak perlu mengobati lukanya. Dia menganggap sepele lukanya itu, sejak kecil dia kalau terluka seperti itu pasti tidak diobati pasti nanti akan sembuh dan hilang sendiri. Akhirnya Arini menaruh kotak P3K tersebut kedalam laci.

Arini sudah memasak semua menu makan untuk dihidangkan malam ini. Di meja makan sudah tertata rapi dengan beberapa makanan. Kini dia tinggal ke kamar mandi untuk mandi dulu. Setelah mandi dia langsung mengganti pakaiannya dengan kaos warna pink dan celana abu-abu.

"Hei kenapa lukamu nggak kamu obati?"Arini langsung menoleh kearah sumber suara yang berada di belakangnya. Ternyata Panji melihatnya sambil berdiri.

"Apa dia sedang bicara denganku tadi?"batin Arini sambil memandangi Panji dan menunjuk dirinya sendiri.

"Apa kamu tuli aku bicara sama kamu ."bentak Panji sambil menatap tajam mata Arini.

"Ambil obat yang ada di kotak P3K. Obati lukamu itu."suruh Panji dengan keras. Arini langsung takut mendengarnya .

"A..anu ini nggak usah diobati. Saya udah biasa dengan luka kayak gini."Arini berbicara sendiri sambil menunduk.

Tanpa butuh waktu lama Panji kembali mengambil obat dan memberikannya kepada Arini. Arini hanya bisa melongo saja ketika melihat obatnya. Panji tidak bisa menahan emosinya menghadapi Arini yang keras kepala.

"Duduk."suruh Panji dan Arini segera duduk di kursi. Panji masih berdiri dan mulai memberi obat pada dahi Arini.

Dengan telaten Panji mengobati luka yang ada di dahi Arini. Luka Arini kini sudah ditutupi dengan kapas dan hansaplas oleh Rama. Arini menatap wajah Panji dengan dekat ketika sibuk mengobatinya. Dibalik sikap dinginnya ternyata dia juga memiliki jiwa baik dan peduli sama orang lain.

"Jangan tatap aku terus."kata Panji karena tahu kalauArini terus memandangnya.

"Maaf tuan."Arini masih diam pada posisinya tapi kini matanya turun kebawah alias tidak menatap Panji lagi. Panji melihatnya malah jadi ketawa sendiri.

Setelah mengobati luka Arini, Panji langsung menuju meja makan karena dia telah merasa lapar. Arini langsung kabur meninggalkan Panji dan menuju depan rumah. Terdengar ada suara mobil masuk garasi. Ternyata Nyonya Diana pulang. Arini berdiri di dekat pintu bermaksut untuk menyambut kedatangan majikannya.

"Selamat datang Nyonya."Arini menundukkan kepala ketika Nyonya Diana hendak melewatinya.

"Siapa ini tante?"tanya seseorang. Nyonya Diana berhenti sejenak.

Arini mendongakkan kepalanya ternyata di depannya ada tamu. Nyonya Diana ditemani seorang cewek yang cantik sekali dan gaya berpakaiannya begitu modis sekali. Arini melihatnya dari atas ke bawah. Dalam benaknya memuji kecantikan yang dipancarkan cewek itu.

"Mbak ini cantik banget. Tapi kayaknya dia cantik karena make up yang tebal di mukanya."batin Arini sambil menatap cewek itu. Sedangkan cewek itu melihat Arini dengan begitu sinis.

"Ini pengganti asisten rumah tangga disini."ucap Nyonya Diana sambil melihat Arini dan cewek itu bergiliran.

"Oh asisten rumah tangga ya."jawabnya dengan sinis.

"Itu kenapa dahimu ?"tanya Nyonya Diana sambil menunjuk dahi Arini yang terlihat terluka tapi sudah diobati.

"Nggak papa kok Nyonya."Arini berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Cantik sih anak ini. Tapi sayangnya dia cuma asisten rumah tangga."batin cewek itu pada Arini.

"Arini ini Raisa. Pacarnya Panji."Nyonya Diana mengenalkan cewek itu pada Arini. Arini hanya mengangguk saja.

Nyonya Diana masuk ke dalam rumah diikuti Raisa. Melihat dari gaya pakaian Raisa kayaknya dia juga berasal dari keluarga kaya. Jadi wajar saja dia bisa bersanding dengan Panji. Arini tidak henti-hentinya melihat Raisa yang berjalan menjauhinya.

"Cantik memang. Tapi sopan santunnya kurang."batin Arini sambil melihat Raisa.

"Sayang."panggil Raisa sambil berlari dan langsung memeluk punggung Panji dari belakang. Panji terkejut sekali melihat Raisa datang dan langsung memeluknya.

"Ayo kita sekalian makan Raisa."ajak Nyonya Diana pada Raisa. Raisa langsung ikut makan dan duduk disamping Panji.

Mereka bertiga makan bersama-sama. Arini hanya memandangi dari kejauhan. Raisa begitu nafsu sekali ketika berada di dekat Panji. Terlihat sekali Raisa ingin menyuapi Panji namun ditolak Panji. Panji memang tidak suka mengumbar kemesraan di depan umum. Nyonya Diana melihat mereka hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saja.

"Makanannya enak tante."Raisa merasakan setiap kunyahan makanan tersebut di dalam mulutnya.

"Ini masakan Arini."jawab Nyonya Diana. Mendengar jawaban Nyonya Diana, Raisa langsung terkejut da langsung memuntahkan makanannya. Seketika Nyonya Diana dan Panji langsung menatap heran pada Raisa.

"Kamu kenapa ?"tanya Panji dengan datar pada Raisa.

"Nggak papa kok sayang."jawab Raisa dengan manja.

"Apa tante."Raisa mengusap mulutnya yang belepotan dengan tissue.

"Ini masakan Arini."jawab Nyonya Diana.

"Ternyata orang itu jago masak juga."batin Raisa. Entah kenapa Raisa tiba-tiba benci pada Arini. Padahal Arini tidak berbuat salah padanya.

Mereka bertiga telah selesai makannya. Arini segera menghampiri meja makan dan segera membersihkannya. Walaupun disana masih ada Panji dan Raisa yang sedang asyik mengobrol, Arini tidak memperdulikannya. Dua pasang mata melihat Arini tanpa henti. Arini masih fokus sama pekerjaanya untuk membereskan semua makanan.

Arini membiarkan Panji dan Raisa terus bermesraan di meja makan. Sedangkan dirinya sibuk memindahkan semua piring kotor ke dapur untuk dicucinya.

"Sayang dia itu baru ya disini?"Raisa memeluk tangan Rama yang sedang asyik memainkan ponsel. Panji fokus pada layar ponselnya.

"Dia menggantikan bi Ayu. Asiten rumah tanggaku dulu."jawab Panji menatap Raisa.

"Kok bisa sih."ucap Raisa.

"Maksutnya."Panji tidak tahu maksud dari ucapan Raisa barusan.

"Dia itu kayak gimana gitu kalau dilihat-lihat."Raisa tiba-tiba menunjukkan rasa tidak sukanya pada Arini di hadapan Panji. Arini masih bisa mendengar perkataan Raisa dengan jelas tapi dia berpura-pura tidak mendengarnya.

"Dia itu baru bekerja menggantikan bibinya. Dia juga baru lulus SMA ."kata Panji. Raisa membelalakkan kedua matanya menatap Arini yang masih sibuk memindahkan beberapa makanan ke dapur.

"Pantas saja kelakuannya kayak anak kecil. Dasar."Raisa ngomel sendiri sambil menatap sinis pada Arini. Panji melihat Raisa hanya ketawa sendiri. Raisa terlihat lucu ketika ngomel sendiri.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Arini kembali ke kamarnya. Selama berjalan ke kamar Arini tidak melihat keberadaan Panji dan Raisa mungkin Raisa telah pulang dan Panji telah tidur di kamar. Perasaannya lega sekali ketika mereka sudah pergi dari hadapannya.

Entah kenapa perasaannya tiba-tiba begitu sedih sekali. Dilihatnya tidak ada satupun orang di dekatnya. Dia memutuskan untuk pergi ke kolam renang. Ingin rasanya dia menumpahkan rasa sedihnya dengan menangis disana. Kebetulan kolam renang itu jauh jadi tidak akan ada orang yang mendengarnya menangis.

"Hiks....hiks... hiks."tangisan Arini mulai deras menetes di pipinya.

Dia menangis sambil merindukan kedua orangtuanya yang tega meninggalkannya sejak kecil dan dia harus dititipkan kepada bibinya. Tapi disisi lain dia juga merasa beruntung telah memiliki bibi sebaik bibi Ayu yang bersedia merawatnya sejak kecil hingga sekarang. Tapi perasaannya tidak bisa dipungkiri kalau dia telah menahan rasa rindu teramat dalam pada orangtuanya. Dia hanya bisa mendoakan agar kedua orangtuanya selalu sehat selalu dan tidak kekurangan apapun. Dan suatu saat nanti dia bisa bertemu dengan kedua orantuanya di lain waktu.Akibat menangis terus Arini merasa capek sendiri dan matanya sembab akhirnya malah ngantuk. Karena malam semakin larut jadi dia langsung memutuskan kembali ke kamar dan langsung tidur.

Nächstes Kapitel