webnovel

Bagian 12: Pencarian

Selagi mereka berfoto ria dan tertawa, satu jam kemudian mama dan adiknya Justin kembali datang membawa beberapa plastik cemilan. Asley masuk terlebih dahulu ke dalam kamar di susul oleh sang mama.

"Kak Mike, Kak Justin sudah ada pacar." Asley dengan heboh memberitahukannya kepada Justin.

"Iya ? Wah, kak Justin baru kasih tau juga tadi sama kakak." Mike mengelus kepala Asley dan tertawa.

"Mike ? Kapan datang ? Ayo sini makan cemilan dulu." Mama Justin senyum sambil meletakkan plastik belanjaan.

"Tante, sini saya bantuin." Vera segera mengambil keranjang kosong di atas meja lalu menyusun beberapa bungkus snack di dalam keranjang dan meletakkannya di atas meja dengan rapih.

"Terimakasih tante. Mike juga bawa buah untuk Justin." Mike menyerahkan serangkaian buah dalam keranjang.

"Wah, terimakasih. Kalian berdua sampai repot-repot membawa buah." Mamanya Justin menerima keranjang berisi buah dan meletakkannya di atas meja.

Tok!tok!tok!

Pintu kamar kembali diketuk, masuklah seorang suster sambil membuka pintu lebih lebar. Suster tersebut mendorong masuk sebuah kursi roda.

"Maaf bu, saudara Justin sudah di tunggu dokter untuk pemeriksaan lengkap." Suster tersebut senyum sambil mematikan aliran tetesan infus dan menurunkan infus dari tiangnya.

"Ah, iya sudah waktunya ya pemeriksaan ?" Rasa khawatir mamanya Justin kembali lagi.

"Sini aku bantu." Mike langsung membantu Justin turun dari tempat tidur.

"Hati-hati kak. Pelan-pelan saja." Vera juga ikut membantu di sisi satunya.

"Iya terimakasih ya Mike, Vera, Asley." Justin tersenyum sembari berjalan ke arah kursi roda.

"Kakak hati-hati ya, semoga gak ada apa-apa ya." Asley mencium pipi kakaknya tersebut dan melambaikan tangannya.

"Ma, Justin periksa dulu ya, bye bye," Justin melambaikan tangan ke arah mamanya dan melanjutkan bicaranya, "Kau Mike, tunggu aku." Justin membuat ekspresi imut sambil melihat Mike.

"Dasar anak ini." Mike ngedumel di dalam hatinya.

"Saya permisi membawa Justin ya Bu." Suster itu kembali mendorong kursi roda ke luar ruangan. Setelah Justin di bawa untuk pemeriksaan terakhir, Vera mengobrol dengan mamanya Justin sedangkan Mike ikut menonton tv serial kartun bersama Asley.

Di markas para malaikat di surga, Mikael memanggil Zadkiel dan memerintahkannya untuk pergi ke gunung Horeb untuk menjumpai seseorang disana.

"Zadkiel, pergilah ke gunung Horeb. Temukan seorang malaikat yang menyamar menjadi seorang manusia disana. Tanya kepada penduduk setempat dimana kamu bisa menemukan pengetahuan." Mikael memberikan sebuah pedang milik dirinya.

"Saya akan menjalankan perintah anda, saya permisi." Zadkiel berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Mikael.

"Zadkiel, perjalan kamu tidaklah mudah, ingatlah apa yang pernah saya ajarkan kepadamu. Pergilah, berkat Tuhan beserta engkau." Mikael tersenyum.

"Saya akan mengingatnya, terimakasih." Zadkiel melebarkan sayapnya yang berbulu warna putih dan begitu kokoh kemudian ia terbang turun ke bumi menuju gunung Horeb.

Zadkiel terbang dengan begitu cepatnya, diantara semua malaikat bawahan Mikael, yang memiliki kemampuan terbang di atas rata-rata hanya Zedkiel. Tidak perlu waktu lama bagi Zadkiel untuk mencapai tempat tersebut, tetapi di suatu tempat yang tandus sebelum gunung Horeb ia kejutkan dengan hadiah berupa sebuah anak panah api yang hampir mengenai dirinya, dengan segera Zadkiel mendarat dan ia disambut oleh se sosok makhluk neraka dengan wajah yang dingin, memakai celana panjang berwarna hitam, kemeja hijau, rambutnya berwarna putih dan memiliki tanduk.

"Wah, wah, wah, siapa malaikat tampan dan gagah ini." Ucap sang iblis dengan tertawa.

"Pergilah, aku sedang menjalankan tugas. Jangan halangi jalanku." Zadkiel hendak kembali terbang, tapi iblis tersebut melemparkan sebuah bola api dari tangannya, dengan sigap ia menghindar dan menatap sang iblis.

"Aku tidak ada memiliki urusan denganmu. Aku sedang tidak ingin berduel." Zadkiel terbang dengan kencangnya melewati si iblis.

"Hahahaha, ini sangat menyenangkan." Iblis tersebut mengejar sang malaikat dan melempar bola api kembali ke arah Zadkiel.

"Iblis! Kembalilah ke neraka!" Zadkiel memutar haluannya dan terbang dengan kencang ke arah si iblis sambil mengeluarkan pedangnya dan menebas tangan sang iblis.

"Aakkh! Malaikat sialan! Hahahaha" Si iblis berpura-pura kesakitan saat tangannya terpenggal lalu kembali tertawa.

"Cih! Kau sangka hanya dengan begitu bisa membinasahkanku." Tangan dari sang iblis kembali tumbuh dan ia mengeluarkan sebuah benda seperti jantung kecil yang berapi-api dan ia kembali menelannya. Zadkiel mengambil ancang-ancang untuk memulai pertarungan, ia juga mengeluarkan perisainya. Dengan secepat kilat si iblis berlari dan mengarahkan tombaknya ke arah sang malaikat, Zadkiel menghalaunya dengan mengayunkan pedannya ke arah ujung tombak sang iblis. Kemudian Zadkiel kembali mengayunkan pedangnya menuju perut sang iblis.

"Akh! Malaikat sial!" Nafas si iblis terengah-engah dan bekas tebasannya tidak dapat pulih, kemudian dia berkata kembali, "Sial! Kenapa lukaku tidak dapat pulih!" Si iblis kembali mengumpat.

"Kau tidak akan bisa pulih, kau akan binasah hari ini. Segel pertahanan aktifkan." Zadkiel memposisikan pedangnya tegak dengan badannya lalu muncullah lingkaran putih di bawah sang iblis.

"Tarian ke sembilan, tarian pedang suci!" Zadkiel segera terbang ke atas dan terbang menungkik kebawah sambil memposisikan pegangan pedangnya diatas kepala dirinya dan menusuk sang iblis tepat di jantungnya.

"Akh! A-aku akan m-membalasmu!" badan sang iblis seketika menghitam dan terbakar, Zadkiel segera terbang menjauh dan melanjutkan perjalanannya.

Sesampainya Zadkiel di kaki gunung Horeb, berubah wujudlah ia seperti manusia biasa dan berjalan diantara mereka sambil menanyakan dimanakah ia bisa mendapatkan pengetahuan, tetapi semua orang yang ia tanya mentertawakan dirinya. Zadkiel tetap tidak berputus asa, ia tetap berjalan menelusuri setiap sudut kota dan menanyakan keberadaan sang pengetahuan. Sampai sore hari datang Zadkiel belum menemukan informasi apapun, ia memutuskan untuk mencari penginapan dan berniat melanjutkan pencariannya ke esokan harinya saat berjalan mencari penginapan ia tak sengaja menabrak seorang gadis kecil yang buta.

"Astaga, maafkan saya nak. Kamu tidak apa-apa ?" Zadkiel membantu anak tersebut dan membantunya memasukkan buah apel kedalam keranjang yang ia bawa.

"Saya tidak apa-apa tuan, maafkan saya. Saya seorang gadis buta, maafkan saya menabrak tuan." Sang gadis kecil meraba-raba dan menggenggam tangan Zadkiel dan meminta maaf.

"Tidak apa-apa nak, siapa nama kamu ?" Zadkiel mengelus rambut gadis kecil tersebut.

"Nama saya Tania tuan, apakah tuan bersedia ke rumah saya ? Saat ini juga sudah sore hari tuan tidak baik berada di luar rumah."

"Baiklah, saya akan mengantarkan kamu. Dimana kamu tinggal nak?"

"Di penginapan White House tuan, mari tuan." Tania berjalan dengan mengarahkan tongkatnya ke tanah, Zadkiel tersenyum dan mengikuti Tania, sesekali ia mengingatkan Tania jika ada jalan yang berlubang atapun bebatuan. Hari sudah gelap dan mereka sampai di sebuah penginapan yang tidak terlampau mewah.

"Mari tuan, silahkan masuk." Tania membuka pintu rumahnya dan memanggil seseorang, dan keluarlah seorang lelaki muda yang ternyata kakak dari Tania yang juga merupakan seorang yang buta.

"Tania, siapa itu ?" Kata kakaknya.

"Ada seorang taun pengembara tadi, tuan ini menolongku kak. Sepertinya ia tersesat, bisakah kakak berikan satu kamar ?" Tania mendekati kakaknya.

"Baiklah, Tuan silahkan langsung saja naik ke lantai dua kamar dekat tangga ya tuan, maaf karena kondisinya sangat sederhana." Senyum kakaknya Tania.

"Tidak apa-apa nak, ini sudah sangat bagus. Terimakasih sudah memberikan saya tempat tinggal, saya meletakkan tas dahulu ya nak."

"Baik tuan silahkan tuan. Makan malam akan segera siap tuan, sebaiknya tuan istirahat terlebih dahulu. Silahkan tuan." Kakak Tania mempersilahkan Zadkiel.

Zadkiel langsung pergi kelantai dua dan mencari kamarnya untuk beristirahat sejenak.

Nächstes Kapitel