webnovel

FIRST LOVE | 03

Setelah beres memakaikan skincare pada wajah, Lova berdiri dari kursi meja rias. Menatap pantulan wajahnya di dalam cermin. Lova memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri beberapa kali. Yakin jika skincare sudah terpakai secara merata di seluruh wajah, Lova bergegas keluar kamar. Berjalan pelan menuruni tangga di rumahnya yang berlantai dua menuju meja makan yang menyatu dengan dapur menghampiri daddynya yang pasti sudah menunggu di sana.

Lova bukan berasal dari keluarga yang kaya raya. Daddynya hanya seorang arsitek yang kebetulan memiliki perusahan arsitektur yang sudah berdiri sebelum memutuskan untuk hijrah ke Indonesia, negara kelahiran sang ibu setelah grandma dan grandpa, orang tua daddynya meninggal dunia. Perusahaan arsitektur itu dibangun dengan hasil keringat serta kerja keras daddynya sendiri tanpa campur tangan grandma dan grandpa yang notabene bisa memberikan semua itu dengan mudah.

Perusahaan arsitektur yang terpaksa harus dipindahkan pusat kantornya ke Indonesia, kini sudah mendapatkan pengakuan internasional. Terbukti dari dua penghargaan Asia Pacific Property Award yang berhasil disabet oleh perusahaan itu tahun ini. Penghargaan pertama untuk kategori arsitektur perkantoran. Penghargaan kedua untuk kategori arsitektur multifungsi.

Sesampainya di meja makan, Lova tidak menemukan keberadaan daddynya. Lova berjalan masuk lebih ke dalam dapur tapi ... daddynya juga tidak ada di sana. Kemana daddy? Tidak biasa-biasanya. Lova menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Lova menoleh dan sedikit mendongak ke arah jam berbentuk bulat warna hitam yang terpasang di dinding dapur. Kening Lova mengerut melihat jarum panjang berhenti di angka dua belas sementara jarum pendek berhenti di angka tujuh. Pukul tujuh malam, jika tidak ada acara lain seharusnya di jam segitu sudah waktunya untuk makan malam.

Lova menatap kitchen island lengkap dengan empat bar stools. Bersih. Di atas permukaan meja berbahan granit dengan corak marmer itu tidak ada apa-apa. Lova mengalihkan pandangan ke arah meja makan. Berjalan mendekati meja yang memiliki enam kursi itu. Kosong. Belum ada satu piring makanan pun yang bisa disantap bersama daddynya tersaji. Lova berkacak pinggang seraya menghela nafas pelan.

"Daddy kemana, coba?" gumam Lova lirih. "Aku coba cari di kamar daddy kali, ya?" pikir Lova sambil mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuknya.

"Looking for daddy, hm?"

"Astaga?!" teriak Lova sambil memegang dada sebelah kiri yang sedang berdetak kencang dengan kedua tangan. Badannya sampai terlonjak. Kedua mata Lova terpejam rapat. Tenggorokannya tiba-tiba saja kering. Lova menelan salivanya susah payah.

"Are you surprised, princess?"

Kegiatan Lova menarik hembuskan nafas mencoba untuk menormalkan nafasnya yang tak beraturan tertahan. Dengan gerakan secepat kilat menoleh ke samping kanan, arah dari suara bass itu berasal. "For God's sake, daddy?!" protes Lova keras. "Dan-- ada apa dengan pertanyaan daddy tadi itu?" tanya Lova tak habis pikir.

Lova menatap daddynya dengan tatapan sengit ketika mendengar suara kekehan pria itu. "Good job, daddy. Daddy sudah berhasil membuat Lova kaget setengah mati." sindir Lova tajam.

Pria dengan nama belakang Archelaus terkekeh geli mendengar kalimat hiperbola yang diucapkan oleh putrinya itu. Tangan kanannya terulur mengacak pelan rambut panjang Lova yang sedang dicepol asal. Tenggorokannya kering. Alex berjalan pelan menuju kitchen island. Berdiri menghadap Lova.

Lova melirik ke atas mencoba melihat kondisi rambutnya. Mulutnya berdecak kesal dengan kaki kanan menghentak keras ketika melihat rambutnya sudah acak-acakan akibat ulah tangan jahil Alex, Alexander Archelaus, daddy tercintanya itu.

Gerakan tangan kanan Alex yang sedang mengangkat gelas seketika terhenti di udara. Kembali meletakkan gelas itu di atas kitchen island. Alex perlahan mengangkat wajahnya menatap Lova lekat. "Watch your manners, princess." tegur Alex dengan suara pelan.

Lova cengengesan. Menatap Alex sungkan. "So sorry for my bad, daddy. Mulut Lova sedikit, cuma sedikit saja kelepasan tadi."

Alex geleng-geleng kepala.

"Tidak akan Lova ulangi lagi." Lova mengangkat jari kelingking tangan kanan. "Lova janji, daddy."

Alex hanya mengangguk kecil. Melanjutkan lagi niatnya tadi yang ingin minum. Memalingkan wajah ke samping dan tangan kiri bertumpu pada tepi kitchen island, Alex meneguk air putih di dalam gelas banyak-banyak.

"Daddy ..." rengek Lova dengan suara manja. Lova berjalan menghampiri Alex seraya membetulkan cepolan rambutnya.

"Hmm?" gumam Alex. Matanya melirik Lova yang sudah berdiri di seberang kitchen island dari balik gelas.

Lova menempelkan dadanya di tepi kitchen island. "Daddy, belum memasak apa-apa, ya? Perut Lova berbunyi. Lova sudah laparrr ... sekali sampai mau meninggal, daddy." terang Lova berlebihan sambil memegang perut dengan kedua tangan. Lova menggembungkan kedua pipinya.

Alex terkekeh kecil melihat wajah memelas Lova. Perlahan menjauhkan ujung gelas yang sudah kosong dari bibir seraya bergeser sedikit menghadap putrinya itu. "Malam ini kita makan di luar saja bagaimana princess? Daddy juga belum belanja lagi." balas Alex sambil meletakkan gelas di atas kitchen island.

Lova memajukan bibirnya bagian bawah seraya manggut-manggut.

Alex tertawa kecil. "Dan, karena kebetulan sekali besok sudah weekend, yang artinya princess daddy ini libur. Kita bisa belanja sekaligus kencan malam minggu. Seru bukan?"

Lova melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap Alex datar. "Yang benar saja, daddy. Tidak ada kencan yang berurusan dengan sayur-sayuran, daging-dagingan atau detergen."

Alex terkekeh pelan. "Okay, baiklah. Kita bisa nonton film sebelum atau sesudah belanja. Deal, princess?" tawar Alex.

Lova tersenyum sumringah. "Super deal, kalau kita ke toko buku juga. Bagaimana daddy? Ada novel baru yang ingin Lova beli." Lova menatap Alex dengan puppy eyes, senjata andalannya yang tak pernah gagal dalam merayu.

Alex menghela nafas pelan. Tak lupa menganggukan kepalanya juga. "Okay, princess. You got what you want. Happy?"

"Yes!" Lova bersorak senang sambil mengepalkan kedua tangannya di depan dada. Menatap Alex dengan mata berbinar. "Of course!" jawab Lova dengan penekanan menatap Alex jumawa.

Alex geleng-geleng kepala. Lalu menepuk tangannya satu kali. "Problem solved. So, princess--" Alex merentangkan kedua tangannya memegang tepi kitchen island dan menatap Lova lamat-lamat. "Daddy wanna tell you something."

"What?" tanya Lova menatap Alex penasaran.

"Sekarang, daddy sedang ingin makan pecel lele. Is it okay, princess?"

Lova mengangguk kecil seraya menjauhkan dada dari tepi kitchen island dan melepaskan kedua tangannya dari perut. "Yah. It's okay, daddy. Sudah lama juga kita tidak pernah makan pecel lele lagi. Dan harus Lova akui sekarang."

Sebelah alis Alex naik. Terdiam menunggu kelanjutan dari kalimat Lova.

"Pilihan daddy memang tidak pernah salah." puji Lova sambil memainkan kedua alisnya naik turun menggoda Alex.

Alex tergelak. "Sudah. Ambil dulu jaket kamu, princess. Di luar masih gerimis lumayan besar. Daddy tidak mau sampai princess daddy ini kedinginan."

Lova tertawa kecil. Menempelkan tangan kanan di pelipisnya memberi hormat. "Aye-aye captain!" kekeh Lova sambil menurunkan tangannya. "Daddy juga harus pakai jaket. Nanti biar Lova saja yang ambilkan. Daddy tunggu Lova di depan saja."

Alex tersenyum menatap Lova haru. Tangan kanannya terulur mengelus rambut halus Lova sayang. "Thank you, princess."

Lova tersenyum manis. "My pleasure." Lova menyempatkan menjawab ungkapan yang diucapkan Alex terlebih dahulu sebelum berlalu meninggalkan dapur.

Alex tersenyum menatap punggung kecil Lova hingga hilang di anak tangga teratas rumahnya. Dia sangat bersyukur memiliki putri seperti Lova yang penurut dan penuh pengertian disaat dia tidak dapat memberikan sebuah keluarga yang sempurna.

-firstlove-

Lova berdiri beberapa langkah di belakang Alex. Terdiam menatap punggung lebar milik daddynya itu. Seketika Lova teringat akan betapa kokoh punggung itu ketika dia berada di atasnya. Ketika Alex menggendongnya. Terakhir kali Alex mengendongnya dengan gaya piggyback sudah beberapa tahun yang lalu. Tapi rasanya seperti baru saja terjadi kemarin.

Lova sudah besar. Sekarang dia adalah gadis remaja enam belas tahun bukan lagi Lova gadis kecil yang baru akan tertidur lelap jika Alex sudah menggendongnya di belakang dan mengajaknya berjalan mengitari rumah. Namun, berbeda dengan dia yang setiap harinya terus bertumbuh, daddynya itu seperti masih stuck berada di tempat yang sama. Alex terlalu sibuk menyembuhkan lukanya sampai-sampai melupakan kenyataan bahwa daddynya itu memiliki luka sama yang harus disembuhkan juga.

Lova tersenyum getir jika mengingat kejadian itu lagi. Kejadian yang merubah total bukan hanya hidupnya saja tetapi juga hidup Alex. Ahh ... Kenapa malah jadi ingat dengan hal itu lagi? Lova mengipas-ngipas kedua matanya yang sudah berkaca-kaca dengan kedua tangan mencegah air matanya menetes seraya menghembuskan nafas kasar sebelum berjalan menghampiri Alex yang sedang berdiri di teras rumah dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku sweatpants warna abu-abu yang sedang daddynya itu kenakan.

Alex langsung berbalik badan ketika telinganya samar-samar mendengar derap suara langkah kaki mendekat. Terdiam memperhatikan Lova yang sedang mengunci pintu rumah. Celana pendek Lova sudah digantikan legging hitam panjang. Cepolan pada rambut putrinya itu sudah dilepas. Rambut panjang halus Lova dibiarkan tergerai indah.

Lova memasukan kunci rumah ke dalam saku jaket hoodie sebelum berbalik badan menghadap Alex. "Ini--" Lova mengulurkan sweater berwarna senada dengan jaket hoodie yang sedang dia kenakan pada Alex. "Dipakai dulu, daddy."

Alex mengangguk patuh seraya mengeluarkan kedua tangannya dari dalam saku agar bisa menerima sweater yang diulurkan tangan kanan Lova. "Thank you, princess." kata Alex yang langsung dibalas Lova dengan sebuah anggukan kepala. Alex tersenyum hangat.

Lova dan Alex, keduanya berjalan beriringan menyusuri jalanan sepi kompleks perumahan tempat tinggal mereka. Lova bergeser sedikit lebih merapatkan tubuhnya pada Alex yang sedang memegang payung dengan tangan kiri sementara tangan kanan merangkul bahunya erat.

Alex menunduk sedikit agar bisa melihat wajah Lova. "Kenapa, princess?"

"Hmm?" gumam Lova pelan seraya mendongak sedikit menatap Alex yang memang lebih tinggi darinya.

"Princess daddy kedinginan, hm?"

Lova tersenyum kecil. "Just a little bit, daddy." balas Lova sambil mengangkat ibu jari dan telunjuk tangan kanannya yang didekatkan membentuk tanda sedikit.

Alex hanya mengangguk singkat. Semakin mengeratkan rangkulan di bahu Lova seraya mengangkat kepalanya kembali menatap ke depan. Alex mengusap-usap lengan atas Lova naik turun mencoba mengurangi hawa dingin yang menusuk tubuh putrinya itu.

-firstlove-

Lova tersenyum kecil menatap pria yang berusia diakhir dua puluhan yang terlihat sedang membuat pesanan pelanggan. "Malam, A' Jaka ..." sapa Lova riang.

Jaka langsung menoleh. Senyum lebarnya terbit. "Eh?! Neng geulis? Malam juga, neng Lova. Baru kelihatan lagi, ya neng?"

Lova mengangguk pelan. "Iya, nih A' kayanya terakhir makan di sini itu

... kalau gak salah inget dua minggu yang lalu bareng sama tiga biang rusuh."

Jaka mengangguk setuju sambil tertawa kecil. "Kalau sekarangnya neng Lova ke sini sama sia-- loh?" raut wajah Jaka langsung berubah terkejut melihat sosok Alex yang baru saja berdiri di belakang Lova. "Sama Mr. Bule ternyata."

Alex tersenyum tipis. "Selamat malam, kang Jaka."

Jaka terkesiap sedikit. "Eh, iya. Selamat malam juga Mr. Bule. Kalau begini tenda saya bakalan ramai ada Mr. Bule di sini."

Alex hanya geleng-geleng kepala. Sementara Lova terkekeh pelan dan menimpali ucapan Jaka. "Alhamdulillah, atuhlah ... A' Jaka gak perlu promo lagi. Gak repot foto-foto terus dimasukin ke Instagram atau TikTok."

Jaka tergelak. "Leres, neng geulis. Leres pisan. Gak ngerti Aa', mah sama mainan anak-anak jaman now, neng."

"Pecel lelenya dua porsi, ya A' kaya biasanya. Aku, nasinya separuh aja. Kalau daddy sambalnya jangan terlalu pedas."

"Siyap! Sakedap nyak, neng geulis."

Lova hanya mengangguk sekilas. Lalu memutar kepala ke belakang menatap Alex yang juga sedang menatapnya. Lova menunjukan cengiran lebarnya yang langsung mendapat hadiah berupa telapak tangan besar yang mendarat di puncak kepalanya.

"Sep! Asep!" panggil Jaka keras membuat pria yang bernama Asep itu dengan cepat mengalihkan pandangan pada Jaka.

"Aya naon, Jak?" tanya Asep sambil berjalan ke arah gerobak mendekati Jaka.

"Siapken meja. Etah, buat neng Lova sama Mr. Bule duduk." titah Jaka sambil menunjuk ke arah Lova dan Alex tanpa melihat keduanya.

Asep memalingkan wajahnya. Tersenyum canggung menatap Lova dan Alex bergantian. "Kalau begitu mangga, atuh neng, Mr. Bule." kata Asep sambil mengangguk kecil. Lalu berbalik memimpin jalan.

"Tolong, gak pakai lama, ya A' Jaka."

Jaka tertawa kecil. "Rebes, atuh neng. Ini, tinggal melayani satu orang lagi aja."

Lova nyengir lebar sambil mengacungkan ibu jari tangan kanannya. Berjalan mengikuti Asep dengan sedikit dorongan dari kedua tangan Alex yang berada di atas kedua bahunya. Lova mengangkat kedua tangannya memegang kedua tangan daddynya itu.

-firstlove-

Lova terdiam memperhatikan setiap gerak gerik yang sedang Alex lakukan. Sudah menjadi kebiasaan dari daddynya jika sedang makan di luar rumah dengan telaten akan kembali mengelap permukaan meja menggunakan tisu. Alat makan juga tidak luput dari kebiasaan higienis Alex. Pria itu juga akan mengelap sendok dan garpu lalu menata di atas meja.

Lova mengalihkan pandangan menyapu seluruh sudut tenda warung Jaka. Warung tenda sederhana milik Jaka dan Asep yang sudah cukup terkenal tampak sangat ramai malam ini. Hampir tidak ada lagi kursi yang kosong. Kedua alisnya menukik tajam. Lova mengikuti arah pandangan dari para kaumnya sedang berpusat. Tak lain dan tak bukan Alexander Archelaus, daddynya. Lova mendengus keras.

Alex langsung menoleh ke samping kanan. Menatap Lova yang sedang memasang wajah cemberut. "Kenapa princess?"

"Daddy benar-benar lupa? Atau sengaja tidak memakai topi?"

Alex langsung menyentuh kepalanya. Matanya melirik ke sekeliling. Sadar jika sedang menjadi pusat perhatian, Alex perlahan menarik turunkan tangannya dan menatap Lova dengan tatapan bersalah. "Daddy benar-benar lupa, princess. Bukan sengaja. Sorry."

Lova geleng-geleng kepala. Beginilah, nasib dia yang mempunyai daddy tampan. "It's okay, daddy. Sudah menjadi resiko Lova karena punya daddy setampan daddy." kata Lova sambil mengangkat kedua bahunya tak acuh.

Alex tertawa kecil. Tangannya terulur menarik pelan kepala Lova lalu mencium pelipis putrinya itu sekilas. "Nice girl."

Kalimat pujian dari Alex tadi menjadi penutup pembicaraan keduanya karena kehadiran Asep yang mengantarkan pecel lele pesanan mereka berdua.

Tbc.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Like it ? Add to library!

Creation is hard, cheer me up! VOTE for me!

Dewa90_creators' thoughts
Nächstes Kapitel