webnovel

3

"Apa hubungannya denganku?"

Clara kembali dengan ekspresi malasnya sambil mentap malas ke tanah

"Ra?! Apa kamu lupa?"

"Lupa apa?"

Diva kembali menyadari kejadian yang menimpa Clara kemudian memijit keningnya sambil menghela nafas.

"Hahh... sepertinya paman juga lupa memberi tahumu kan? Ra, para kandidat perempuan yang telah terpilih akan bersaing dalam turnament untuk menjadi selir dan permaisuri"

"Terus?"

"Kau salah satunya"

"Hah?!, Aku?!, ikut bersaing untuk jadi permaisuri? Gak banget! "

Clara beranjak dari posisi malasnya yang nyaman dan pergi menjauhi Diva, belum beberapa langkah ia menuruni tangga untuk pergi dari sana Diva kembali mengejarnya

"Clara... bukannya kau suka dengan pangeran Alveno? Sekarang saatnya kau menunjukkan dirimu dan segala kelebihanmu"

"Aku nggak pernah suka padanya"

"Mungkin kau lupa tapi kau harus tahu dulu kau sangat mencintainya dan terus mengejar-ngejar nya dengan berbagai cara, sampai akhirnya ketika pemilihan calon permaisuri kau lolos terpilih"

Clara menghentikan langkahnya dan mereka sudah berada di atas jembatan sebuah kali yang dihiasi banyak dengan daun teratai yang sedang mekar

"Jadi, jika aku menang dalam pemilihan ini aku akan menjadi permaisuri? Kemudian jika tidak aku akan menjadi selir atau sama sekali tidak mendapat apa-apa?" Tanya Clara pada Diva

"Yap, tapi karena hanya sedikit perempuan yang terpilih belum ada yang keluar tanpa gelar selir atau permaisuri"

"Kalau begitu biarkan aku yang keluar"

"Ra, nama kamu sudah dikenal oleh masyarakat, semua orang sudah tahu kandidatnya. Lagian kamu gak bisa mundur begitu aja setelah dipilih oleh istana"

"Aish....."

Clara menghentak-hentakkan kakinya kesal, ia sama sekali tidak tertarik untuk ikut bersaing memperebutkan posisi permaisuri atau selir  terlebih lagi ia memang tidak ingin terikat di dunia ini sampai ia kembali ke dunia asalnya.

"Diva, bagaimana kalau aku kalah dalam semua kompetisinya kemudian memilih nggak menjadi selir sama sekali?"

"Hemm... aku tidak tahu, selama ini semua perempuan selalu berusaha menjadi permaisuri atau selir"

"Jadi ratu Angelina dulu merupakan pemenangnya? Dimana selir sang raja?"

"Semenjak raja meninggal para selir dipulangkan ke asalnya masing-masing tapi terkadang mereka datang ke istana"

Clara menganggukkan kepalanya mengerti dan kembali melangkahkan kakinya untuk menyebrangi jembatan. Diva senantiasa ikut disampingnya dan menatap Clara yang asik menatap ke depan dengan pandangan kosongnya, alisnya berkerut menandakan ia sedang berfikir.

"Penilaian nya? Apa saja kompetisi yang akan dilaksanakan nanti?"

"Kata ibuku, biasanya akan ada adu ketangguhan, kepintaran, ketelatenan , dan keanggunan ... "

"Wah...aku bisa menggambarkan apa yang akan ku hadapi sekarang" gumam Clara

"Uji ketangguhan bisa memanah dan pedang, kecerdasan tentang pengetahuan umum, keanggunan dengan sikap seorang putri dan ketelatenan dalam merangkai bunga atau membuat kerajinan"

Setelah mendengar penjelasan Diva, Clara membulatkan matanya. Ia tak percaya tentang pedang, jika memanah ia sudah pandai karena sering berlatih panah dengan temannya untuk beberapa waktu.

"Ada apa?" Tanya Diva melihat ekspresi Clara

"Apa dulu aku pandai berpedang?"

"Tidak, kau tidak pandai pedang atau memanah sekalipun, tapi keanggunan, kecerdasan dan ketelatetan akan dimenangkan oleh mu, tenang saja" bangga Diva dengan senyuman

Ekspresi clara tidak lagi bisa digambarkan dengan kata-kata ia hanya diam seolah menerima nasib yang akan diterimanya. Akhirnya Ia dan Diva memilih berjalan jalan di sekitar desa untuk menikmati taman bunga dan ramainya penduduk, hal ini bisa membuat Clara senang seketika karena melihat perbedaan dan kehidupan kerajaan barat yang sangat klasik seolah berdesain Vintage, semua wanita memakai gaun yang menurut Clara sangat indah, bahkan ia menyukai gaun yang dipakai masyarakat bawah. Ia lupa gaun yang dipakainya jauh terlihat lebih berharga.

Selama mereka mengitari jalan dari rumahnya kearah pasar clara tak pernah berhenti tersenyum dan terkagum-kagum, kini mereka sedang mengikuti jalan yang mengarah ke istana. Clara tidak tahu kemana Diva menuntun jalannya karena ia hanya asik melihat lihat sekitar.

Tettttt

Suara terompet terdengar dengan jarak yang masih lumayan jauh, tapi suara itu membuat Clara dan Diva berbalik badan.

"Apa itu?" Tanya Clara

"Kau akan melihatnya nanti"

Mereka masih berada di jalan pemukiman rakyat Orion, para warga yang ada di dalam rumah keluar dan meninggalkan kegiatan mereka kemudian berdiri di pinggir jalan. Diva juga menarik tangan Clara untuk ikut menepi dari jalan.

Sekali lagi suara terompet terdengar dan diiringi langkah kuda yang terdengar seperti lebih dari satu, dan benar saja lima ekor kuda perlahan  muncul dengan penunggang yang memakai pakaian resmi istana, mereka adalah prajurit istana.

"Pemberitahuan Dari Istana Orion oleh ratu Angelina, pemilihan calon permaisuri untuk pangeran Alveno yang akan diangkat menjadi raja akan dimulai besok, para rakyat diundang sepenuhnya untuk menyaksikan pertandingan yang akan berlangsung untuk beberapa waktu"

Tepuk tangan terdengar bergemuruh, pemilihan pasangan untuk pangeran calon Raja sangat menarik bagi mereka, terlebih lagi pangeran Alveno dikenal tampan dan baik hati di mata warga. Mereka sangat penasaran siapa perempuan pendampingnya nanti untuk membina kerajaan.

Setelah pengumuman itu kelima prajurit itu kembali menunggangi kudanya pergi. Para warga juga sudah kembali dengan aktifitasnya.

"Va, apa berarti besok aku bertarung diistana?"

"Maksudnya?" Tanya Diva keheranan

"Pedang, memanah, kau dengar kami akan di adu didepan warga besok"

Diva yang mendengar itu diam sebentar sebelum tertawa dan membuat clara keheranan

"Hahahha....astaga ra, besok itu masih acara pembukaan dan penjadwalan pertandingannya, jadi kau hanya perlu berdandan yang cantik saja untuk hadir disana kemudian mendengarkan jadwal pertandingan. Biasanya waktu pertandingan itu sebulan atau lebih, gak langsung semua dilaksanakan jadi kau bisa berlatih"

"Huft...."

Nafasnya ia hembuskan sambil mengusap dadanya yang merasa lega. Setidaknya ia masih bisa menyusun banyak rencana. Akhirnya Clara tahu tujuan diva membawanya ketempat mereka beridiri sekarang, yaitu untuk mendengar langsung pengumuman dari kerajaan.

Mereka kembali berjalan menuju rumah tetapi Diva lebih dahulu sampai ke tempat tinggalnya sehingga mereka berpisah dengan Clara yang melanjutkan langkahnya menuju rumah, pikirannya melayang - layang tak tentu arah sambil terus berjalan.

"Ma... kenapa gak cerita soal pemilihan permaisuri" sahut Clara pada sang mama setiba di rumah

"Bukannya kamu sudah tahu? Besok acaranya kan?" Jawab sang mama dengan santai

Tidak ingin memperpanjang masalah Clara hanya mengangguk dan beranjak menuju kamarnya, ia melepas gaunnya karena gerah sehingga hanya meninggalkan pakaian putih yang lengkap dengan celana dan atasan, baju dalam sebuah gaun seperti di film kolosal yang ia lihat di TV dulu. Tubuhnya sudah ia telentangkan diatas tempat tidur besarnya.

"Clara apa kau sudah menentukan pakaian mu besok?" Teriak sang mama dari luar.

"Belum ma, pakai yang biasa aja"

"Kesini sebentar"

Dengan cepat Clara duduk kembali dan beranjak dari posisi malasnya, ia segera keluar kamar untuk menghampiri sang ibu.

"Astaga Clara.... mana baju mu"

"Ini kan baju ma, tebal dan besarnya sudah menutupi badanku kan"

Clara duduk di kursi meja makan dengan celana selutut yang membuatnya leluasa mengangkat kaki. Sang mama yang melihat itu panik karena perubahan sikap anaknya yang sangat liar dan tidak anggun sama sekali.

"Kaki mu Clara!"

Akhirnya sang mama menjewer telinga Clara dan membawanya kembali ke kamarnya, Clara hanya tertawa sambil meringis kecil, ia senang benar-benar mendapatkan perlakuan dari seorang ibu yang sudah lama tak ia rasakan.

"Bersihkan dirimu dan istirahatlah besok kau harus ke istana jangan sampai matamu hitam karena kelelahan"

---------------------------------

Matahari pagi sudah menyingsing dan menembus gorden putih di kamar Clara, sedangkan sang pemilik kamar sudah lebih dahulu beranjak sebelum tempat tidurnya disilaukan.

"Pakai gaun merah hati ini sayang, atau yang ungu muda" sahut sang mama memilihkan gaun indah untuk clara.

"Ih norak ma, aku mau yang hitam"

"Gelap sekali, gak cocok sama acara"

"Kalau begitu yang warnanya gak nge jreng dan norak ma"

Sang mama bingung dan tak mengerti akan bahasa yang digunakan anaknya.

"Maksudnya norak apa, mama gak ngerti biasanya kau suka warna warna ini"

Clara kembali dengan tumpukan gaun yang dibawa penjahit andalan sang mama, baju yang dibawa memang dominan warna feminim yang lembut. Ia memeriksa semua gaun yang dibawa wanita gendut bergaun mahalnya itu, akhirnya Clara menemukan sebuah gaun yang sangat terlihat modern, tidak terlalu kembang dan tak perlu memakai kawat baju agar kembang sempurna. Gaun yang sederhana dan belum pernah terlihat dipakai orang di zaman yang tua ini.

"Apa ini buatan mu?" Tanya clara

"Tentu saja, itu karya terbaruku tapi tidak cocok dipakai pesta karena tidak kembang dengan besar, gaun itu aku buat untuk dipakai tanpa kawat baju"

"Ini bagus sekali aku akan memakai ini" lanjut Clara

Wanita perancang gaun itu terseyum senang mendengarnya, selama ini orang lain tidak ada yang mau memakai gaun terbarunya itu.

"Apa kau yakin?" Tanyanya sekali lagi

"Gaun mu indah, terlihat jatuh dan kembang dengan indah tanpa kawat, sederhana tapi elegan" lanjut clara,

Gadis itu sudah membawa gaun pilihannya dan beranjak menuju kamar, meninggalkan perempuan gendut siperancang baju yang terus tersenyum senang

"Bagaimana?" Tanya clara ketika keluar dengan gaun biru yang sudah melekat ditubuhnya yang putih

"Cantik sekali"

Sang mama yang datang dari dapur kembali ketempat Clara berada dan melihat anaknya dengan gaun yang belum pernah dipakai orang lain.

"Kurang kembang, seharusnya bawahnya lebih bulat" sahut sang mama

"Ma... ini desain terbaru dan sangat bagus malah, asal mama tahu suatu hari nanti gaun yang kembang dengan besar dan lapis yang banyak juga dengan kawat tidak akan dipakai lagi" jelas Clara.

Sang mama hanya diam, sejujurnya ia suka dengan pakaian yang dipakai anaknya itu tapi pakaiannya terlihat berbeda dengan yang lain.

Saat hendak dirias clara menolak untuk dirias orang lain, ia mengambil alat alat rias yang ada dan membawanya ke kamar. Semua orang menunggu di luar bahkan sebuah kereta kencana yang sudah siap ditarik kuda juga menunggu di luar. Beberapa saat kemudian Clara membuka pintu kamarnya, rambutnya ditata sederhana dengan rambut gelombangnya yang digerai sepinggul dan sanggul kecil hasil dari setengah rambutnya yang diikat. Riasan wajahnya sederhana tidak terlalu mencolok dan masih natural.

"Wah penampilanmu sangat cantik"

"Iya kan? Heheheh" sahut Clara dengan tawa malunya, sang perancang baju masih tak menyangka dengan tampilan Clara sekarang.

"Yasudah pakai kalung ini"

Ibu Clara memasangkan sebuah kalung perak dengan bandul berbentuk bunga, setelah itu Clara segera keluar untuk menuju istana bersama sang ayah.

"Cantik sekali calon ratu kita" sahut sang ayah yang sudah menunggu diluar

"Karena papanya tampan"

Ayah dan anak itu tertawa bersama kemudian menaiki kencana, mereka berdua pun berangkat ke istana.

Sesampainya di sana dapat dilihat beberapa kencana mewah di sekitar taman istana, masyarakat juga sudah ramai di lapangan untuk pembukaan acara pemilihan permaisuri ini. Gadis-gadis terpilih seperti Clara juga sudah berada disana dengan gaun gaun mewah milik mereka.

"Pantas saja ibu tidak yakin aku memakai baju ini" gumam Clara ketika melihat gaun besar yang orang lain pakai.

Semua gadis memakai gaun super kembang, kepala mereka ada yang dihias dengan mahkota yang menandakan mereka putri kerajaan lain, dan ada yang dihias dengan topi kecil dan pernah pernik lainnya.

"Kenapa nak?" Tanya sang ayah yang menyadari kebimbangan anaknya itu

"Tidak ada apa-apa pa, ayo kita turun"

"Sebentar" sahut sang ayah sambil menahan tangan Clara, ia mengeluarkan sesuatu benda kecil dari jubahnya.

"Ibumu memberimu kalung, maka ayah memberimu gelang ini meski sebenarnya ayah ingin memberi cincin, tapi ayah pikir biarlah hanya suamimu saja laki-laki yang memasangkan cincin dijari manismu nanti"

Gelang perak dengan batu ruby kecil berwarna biru laut sudah terpasang ditangan Clara, terlihat sangat senada dengan gaunnya.

"Terimakasih pa, apa papa berharap aku menjadi permaisuri pangeran Alveno?"

"Bukankah kau mencintainya?" Tanya sang ayah bingung

Clara tertawa, ia pikir ayahnya benar-benar ingin dia menjadi seorang ratu ternyata itu hanya semata-mata karena dulu putrinya yang sebenarnya menyukai Alveno.

Kaki mereka sudah menginjak tanah istana, mereka berdua berjalan menuju tempat yang sudah disediakan. Sang ayah sebagai penasihat istana pergi duduk disamping ratu dengan petinggi istana lainnya sedangkan Clara mengikuti arah para gadis terpilih yang lain.

Semua orang penting sudah hadir dan acara pembukaan dimulai, barisan tempat Clara berada menjadi pusat perhatian oleh warga. Bahkan beberapa kerajaan lain ada yang datang untuk melihat persaingan ini.

Ditengah tengah penonton sudah ada laki-laki yang mengamati Clara, ia terus memperhatikan perubahan gadis yang ia cintai itu.

"Siapa wanita berbaju biru itu? Pakaiannya terlihat bagus"

"Aku belum pernah melihat gaun seperti itu"

"Dandannya sangat cantik memperlihatkan aura wajahnya"

Bisik-bisikan orang yang menonton terdengar oleh Rezvan. Laki-laki dari kerajaan seberang yang berstatus sebagai Panglima kerajaan Gimbora, bertemu dengan Clara saat ia berkunjung ke Orion dan pergi ke pelatihan panahan. Disana ia melihat Clara dengan kemampuan memanahnya yang buruk dan langsung menyukai Clara sejak itu. Sayangnya ia harus kembali ke Gimbora untuk tugas dan baru sempat kembali sekarang, berita mengenai terpilihnya Clara membuatnya ingin segera mengambil hati Clara sebelum jadi milik orang lain.

Pembukaan acara sudah dimulai, semua gadis terpilih diperkenalkan di depan penonton. Wanita bergaun merah hati kembang dengan mahkota dikepalanya yang berambut coklat menuruni tangga dan menuju lapangan, namanya Putri Brienna dari kerajaan Gimbora.

Perempuan kedua dengan gaun Hijau kombinasi dengan merah muda dan benang emas yang menghiasinya menyusul, kelembutan perempuan ini dapat dilihat dari wajahnya. Namanya Rose putri dari sahabat lama mendiang raja.

Wanita ketiga dengan gaun kuning keemasannya dan rambut  pirang yang disanggul indah dipanggil dan ikut berdiri dilapangan. Namanya Bianca Adik dari Pangeran Charlo.

Terakhir Perempuan bergaun biru dengan rambut hitam yang tergerai hingga punggung ikut memasuki lapangan, namanya Clara putri dari penasehat kerajaan sekaligus sahabat ratu dan raja.

"Aku lebih suka gadis pirang itu, terlihat sangat elegan dan lihatlah tatapan matanya"

"Putri dari gimbora sepertinya sangat cocok"

"Eh coba perhatikan Clara, aku merasa aneh dengan pakaian yang dipakainya, tapi dia justru  sangat cantik sampai aku ingin memiliki gaunnya, penampilan yang bagus dan unik"

Para penonton mulai menilai nilai penampilan calon permaisuri itu. Sampai akhirnya pengumuman kedatangan pangeran Alveno di umumkan.

Alveno datang dan duduk di singgasananya di samping ratu Angelina, ke empat gadis cantik yang tadi mencuri perhatian kini melihat pangeran Alveno yang baru saja datang di sebelah kanan mereka.

Setelah duduk Alveno memperhatikan ramainya penonton pembukaan acara, ia pun mengalihkan pandangannya menuju 4 perempuan yang berada dilapangan, ia bisa melihat putri dari kerajaan gimbora yang sering berjumpa dengannya, kemudian dua wanita yang belum ia kenal sama sekali. Dan terakhir ia kontak mata dengan Clara yang hanya menatapnya datar.

.

.

.

.

.

.

Jangan lupa mengundi dan beri komentar ❤️

-----------------------------------------

Nächstes Kapitel