webnovel

9. Perjanjian dibatalkan

Setelah melihat tulisan itu, Jimin segera kembali ke kamar dan membangunkan Taehyung untuk memberitahunya tentang tulisan itu.

"Tetaplah berada di sampingnya dan jika dia terbangun, cegah dia untuk keluar."

Taehyung mengangguk mengerti.

Saat Jimin telah kembali ke ruang keluarga, Jungkook telah menghapusnya setelah mengambil gambar tulisan itu. Ada CCTV di setiap sudut, jadi pasti para Hyung yang lain melihatnya. Tapi kenapa mereka belum juga menghubungi ponsel Jimin? Apa mereka masih tidur? Tapi sekarang sudah jam 7 pagi. Namjoon selalu bangun saat matahari telah terbit dan hal pertama yang ia lihat adalah CCTV rumah itu.

Drtt..

Drtt...

"Kenapa lama... nomor siapa ini?" tanya Jungkook kepada Jimin. Jimin yang melihatnya hanya menggeleng tidak tahu.

Nomor tidak di ketahui menelpon ponsel Jungkook, dia mengira itu adalah salah satu Hyung tapi nyatanya bukan. Jungkook memberi kode kepada Jimin untuk menutup gorden, Jimin yang melihatnya langsung menutup semua gorden jendela dan menyalakan alat perekam. Membiarkan Pria itu berbicara dengan Jungkook.

"Kalian sudah melihatnya?" Penelpon itu menggunakan alat perubah suara.

"Apa maumu?"

"Mauku? Apa semua pesan yang dikirim oleh anak buahku hanya kau anggap lelucon?"

"Tentu saja tidak jika itu terkait dengannya."

"Baguslah jika kalian mengerti. Aku telah memberi kalian pilihan dan terima kasih telah memilih salah satunya. Ini akan menjadi permainan yang sangat menyenangkan."

"Kami tidak akan pernah bermain di dalam permainanmu yang melibatkan Kim Daehyun."

"Kalian telah masuk ke dalamnya." Orang itu mengatakannya dengan tegas.

Jungkook dan Jimin terdiam sejenak, menahan emosi mereka.

"Dari semua pria, wanita, dan anak yang berada di pelosok Korea selatan bahkan dunia, kenapa kau memilihnya?" tanya Jimin.

"Jawabannya cukup simpel, dia berbeda dengan yang lain. Hei, jangan berpikir aku akan memperlakukannya dengan buruk karena statusku sekarang."

"Apa kau pikir kami percaya?! Penjahat sepertimu pasti menginginkan sesuatu dar- kenapa kau menghentikanku, Hyung?!" seru Jungkook saat Jimin tiba-tiba merampas ponselnya dari tangannya.

Jimin menyuruh Jungkook untuk menenangkan dirinya. Jungkook hanya bisa membantingkan dirinya ke sofa dan menutup wajahnya dengan bantal lalu berteriak.

Jimin pergi menjauh lalu kembali berbicara dengan penelpon itu.

"Kau pernah bertemu dengannya?"

"Tentu saja. Bagaimana aku tahu tentangnya jika aku tidak pernah bertemu dengannya?"

"Apa kau pertama mendekatinya?"

"Tangannya masih bersih."

"Apa maksudmu?"

"Dia yang pertama mendekatiku. Apa kau dengar? Bukan aku, tapi dia."

Jimin sangat terkejut, tapi dia tetap tenang.

"Kapan kalian bertemu?"

"Apa yang akan kudapat setelah memberitahumu? Apa aku akan menemuinya?"

"Di dalam mimpimu."

"Mimpiku? Aku selalu menemuinya disana. Hanya saja, aku lebih memilih bangun ketimbang tidur kembali."

"Hentikan omong kosongmu dan cepat beritahu aku... bagaimana bisa kalian bertemu?"

"Aku tidak akan memberitahumu soal itu, tapi aku akan memberitahumu pendapatku tentang dirinya. Dia terlihat sangat lemah, tapi memiliki keberanian yang besar. Mengejutkannya, aku baru menyadari bahwa dia bukanlah anak biasa setelah semua jerih payahku telah menguak semua info tentangnya, mungkin. Biasanya aku hanya membutuhkan setidaknya 4 jam untuk menemukan semua informasi tentang mangsaku, tapi dia, aku membutuhkan setidaknya 4 bulan untuk mendapatkan informasinya. Cukup menantang. Tapi tenang saja, aku tidak mengincar kepintarannya itu. Tujuanku menghubungi kalian hanya untuk memberitahu kalian satu hal," pria itu menjeda pembicaraanya,

"aku akan mendapatkan apa yang kuinginkan dan... aku telah tahu semuanya berkat keamanan kalian yang masih renggang. Sayangnya sekarang telah di perkuat oleh Daehyun. Anak itu benar-benar luar biasa."

Jimin tidak menyahutnya langsung. Ia duduk dan menyandarkan dirinya di pintu kamar tempat Taehyung dan Daehyun berada. Ia menyentuh rambutnya dan sesekali mengacaknya dengan kasar.

"…kau tahu dia masih anak-anak, kan? Jadi, kumohon tinggalkan dia sendiri. Dia masih berumur 12 tahun… hanya seorang anak yang masih membutuhkan perlindungan."

Jimin mengatakannya dengan penuh mohon.

"Aku tidak peduli dia masih anak-anak atau tidak. Sekali lagi aku akan memberitahumu, kalau aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan tanpa terkecuali." Pria itu mengatakannya dengan sangat serius dan suaranya lebih dalam. Itu membuat Jimin sedikit bergidik ngeri. "Beri tahu Daehyun, kalau aku akan menjemputnya, jadi bersabarlah sedikit." Nada suaranya kembali. Lebih ceria dan terdapat kehangatan didalamnya, dan itu membuat Jimin semakin gelisah.

Tuut...

Ponsel diputus oleh penelpon itu secara sepihak.

Jungkook merebut ponselnya kembali dan menumbrukkannya di dinding. Ponselnya hancur dan tangannya terluka bercucurkan darah. Jimin hanya diam melihatnya karena jika emosi Jungkook naik, dia tidak bisa melakukan apa-apa dan menunggu dia tenang sendiri.

Daehyun terbangun akibat suara benturan itu. Taehyung sudah berusaha untuk menahannya, tapi Daehyun semakin sulit untuk dihentikan dan curiga telah terjadi sesuatu. Taehyung melepaskannya sebab Daehyun mulai memberontak.

Daehyun segera membuka pintu kamar, untung saja Jimin tidak sedang bersandar. Jika iya sudah pasti ia akan tersentak atau langsung dalam posisi tertidur.

"Jimin Hyung, apa yang kau lakukan duduk disitu dan apa Hyung mendengar suara itu?"

"Hanya bersandar. Aigo~ kau bahkan belum membasuh wajahmu. Ayo, kita ke kamar mandi." Jimin berusaha untuk menghalangi kondisi Jungkook dari Daehyun.

"Jawab pertanyaanku dulu."

Daehyun berhasil mengelak tangan Jimin saat ia melihat kedua tangan itu sudah siap mendorongnya menjauh dari Jungkook.

Ia melihat Jungkook sedang berjongkok membersihkan sesuatu.

"Jungkook Hyung, apa kau me- darah?!" seru Daehyun saat melihat ada tetesan darah di lantai dan dindingnya.

"Ah... Daehyun, jangan khawatir ini sama sekali tidak sakit," sahut Jungkook lalu mengambil tissu dan membersihkan darahnya hingga bersih.

"Tapi itu terlihat sakit di mataku. Arahkan ke atas dan duduklah di sofa."

Daehyun langsung membuka laci tempat penyimpanan kotak First Aid. Ia mengambil air dan kapas untuk membersihkan darah yang bercucuran disela-sela jari. Setelah ia membersihkannya, barulah ia menutup dengan perban untuk menghindari adanya debu yang masuk. Ia melakukannya dengan sangat mahir.

"Untung saja tidak ada yang masuk. Komponen ponsel itu bisa saja membuat lukamu memburuk. Kita harus menggantinya dengan yang baru nanti siang atau malam. Jika terdapat keluhan yang lain lebih baik kita pergi menemui dokter untuk memeriksanya lebih lanjut. Apa kita harus menelpon Hoseok Hyung dan Namjoon Hyung?" tanya Daehyun lalu segera bangkit dari duduknya untuk mencari ponselnya.

"Kau melakukannya dengan sangat rapi... terima kasih dan maaf telah membuatmu kaget. Tapi aku baik-baik saja, tidak perlu menghubungi mereka."

Daehyun kembali duduk di samping Jungkook.

"Sama-sama... Hyung, apa ada yang mengganggu pikiranmu?"

Bukannya menjawab, Jungkook malah mengacak rambut Daehyun dan memulai topik baru.

"Kau tidak perlu khawatir. Ayo, kita pesan pizza untuk sarapan," sahut Jungkook.

"Hamburger!" seru Taehyung.

"Tunggu, tunggu, pizza dan hamburer? Pagi hari?" tanya Jimin. Dia sebenarnya tidak masalah, tapi apa mereka berdua lupa dengan CCTV yang terpasang? Bagaimana jika Hoseok melihatnya?!

"Memangnya kenapa? Kita sudah lama tidak memakannya," sahut Jungkook yang langsung mengambil ponsel Jimin untuk memesan.

"Bagaimana jika mereka melihatnya," bisik Jimin pelan.

"Aku tidak peduli," sahut Jungkook.

Mereka kembali ribut hanya tentang makanan, mereka pergi ke ruang makan untuk membahasnya lebih lanjut. Daehyun yang melihatnya merasa lega karena wajah bahagia mereka telah kembali. Tapi ia tetap curiga.

"Apa yang mereka sembunyikan?"

Dia mengambil permen susu di rak buku dan membuang pembungkusnya di tempat sampah.

"Huh?"

Ia melihat sebuah kain yang terkena sesuatu yang berwarna merah, ia mengira itu adalah darah, tapi segera mengubah pendapatnya, warnanya berbeda dengan noda darah yang berada di tissu. Itu adalah kain yang digunakan oleh Jungkook untuk menghapus tinta pilox itu. Jungkook hanya membuangnya sembarang karena telah dimakan emosi tadi.

"Bau Pilox? Dan masih ada beberapa bagian yang basah."

Ia mengecek semua jendela yang ada. Masih berdebu. Daehyun langsung menuju pintu kaca geser di ruang keluarga. Keluar lalu menyentuh sisi luar pintu kaca itu. Basah.

"Telah terjadi sesuatu saat aku tidur. Sayangnya, mereka telah menghapus buktinya... apa tulisannya?"

Ia berpikir apa dia harus menanyakannya atau tidak? Setelah berpikir sejenak, ia lebih memilih untuk tidak bertanya kepada mereka mengingat kejadian yang baru saja menimpa Jungkook.

***

3 hari telah berlalu, Daehyun semakin dekat dengan para Hyung, termasuk Namjoon dan Hoseok yang selalu makan di Resto&Cafe. Tapi sore harinya, sosok yang Daehyun benci kembali muncul di hadapannya.

"Selamat datang," kata Daehyun kesal. Dia sama sekali tidak menunjukkan minatnya kepada pelanggan yang berada di hadapannya.

Ia sebelumnya tidak pernah membenci seseorang karena hal sepele, tapi untuk saat ini ia membenci Seokjin. Dia sudah memberitahu Seokjin identitas pelanggan itu bahkan perlakuannya saat mereka berdua pertama kali bertemu, ia tidak ingin melayaninya! Tapi tetap saja ditolak. Seokjin mengatakan, "Kita harus profesional soal pekerjaan… walau kita tidak menyukainya. Itu adalah tuntutan pekerjaan. Lagipula, statusnya di sini bukan hanya sebagai pelanggan, tapi juga pemilik Resto&Cafe."

"Kenapa Seokjin Hyung menyuruhku melayaninya?! Apa dia berpikir aku akan memaafkannya karena dia mengatakannya dengan sangat sedih?" batin Daehyun lalu kembali berfokus kepada pria di hadapannya.

"Kenapa kau bersikap dingin kepada pelanggan?" tanya Dongwook sambil membalik-balik lembaran menu.

"Maaf, itu hanya perasaan Anda saja. Apa pesanan Anda?" balas Daehyun. Ia benar-benar ingin mengakhiri percakapan itu.

"Aku ke sini bukan untuk itu. Ambil ini," sahut Dongwook lalu memberikan Daehyun sebuah amplop coklat, lagi.

"Aku sedang bekerja," sahut Daehyun menolak. Ia sedikit meninggikan suaranya.

"Ini tentang keluarga yang kabur itu."

Daehyun hanya bisa pasrah jika kalimat itu muncul. Ia dengan kesal mengambilnya lalu membukanya. Sekali lagi ia terkejut dengan apa yang telah keluarga jauhnya lakukan kepadanya.

"Kemas semua barangmu," kata Dongwook dingin lalu melangkah keluar toko, tapi dengan cepat Daehyun menghentikannya.

"Aku akan membayarnya... memang tidak bisa sekarang, tapi tolong beri aku waktu. Aku bahkan belum mendapatkan gaji pertamaku," sahut Daehyun sambil menghalangi pintu keluar, dia tidak mempedulikan tatapan pelanggan yang masih ada disana. "Tolong jangan lakukan ini kepadaku. Bukankah aku sudah menandatangani surat perjanjian?"

Dongwook menatapnya sejenak dan mengeluarkan lembaran perjanjian itu...

Sreet!

Sreet!

Ia merobeknya lalu menjatuhkannya begitu saja. Daehyun hanya dapat membatu saat lembaran itu telah jadi robekan kecil.

"Perjanjian dibatalkan karena keluarga itu telah menemukan orang yang ingin membeli rumah itu, dan itu berhasil menutupi semua utangnya. Mereka sudah membayarnya." Dongwook berhasil menerobos keluar.

Daehyun tidak terima di perlakukan seperti itu. Itu sama sekali tidak adil dan sangat tiba-tiba. Daehyun dengan cepat mengejar Dongwook yang telah naik ke mobil. Ia mengetuk keras jendela mobil, tapi ia tidak mendapatkan balasan. Hal hasil, mobil itu telah pergi menjauh.

Di sisi lain kelima pemuda hanya merasa bersalah. Mereka tidak bisa melakukan apa pun karena perintah langsung dari ketua akibat kasus telepon itu. Jika mereka menolak, maka mereka akan di ilegalkan untuk mengikuti misi yang menyangkutkan Daehyun.

Seokjin menghampirinya, tapi Daehyun dengan cepat mengangkat tangannya agar Seokjin tidak mendekat. Daehyun mengabaikan semua perkataan para Hyung karena ia terlalu sibuk untuk mencerna semua kejadian yang sangat tidak adil ini.

"Ditinggal kabur oleh keluarga yang mengaku kerabatku… tidak masalah. Seorang pria misterius di malam hari yang dingin datang hanya untuk menangih utang dan membuatku mendatangi perjanjian… aku menganggapnya sebagai balasan baikku untuk mereka karena telah mengizinkanku tinggal dirumah mereka." Daehyun berhenti di depan lokernya. "Lalu dengan mudah dibatalkan? Setelah itu apa? Dikejar? Diincar? Sebenarnya apa salahku dengan mereka?!" batinnya kesal.

Dia ingin sendiri. Ia mengganti pakaiannya lalu mengambil ranselnya keluar dari Resto&Cafe. Daehyun hanya berhenti sejenak tadi di depan Seokjin dan mengatakan akan pulang lebih awal lalu meninggalkan toko tanpa mendengar balasannya. Toko kala itu masih memiliki pelanggan terpaksa di beritahu bahwa toko akan ditutup dua jam lebih awal.

TBC:)

Semoga kalian suka:)

Blue_maskedGirlcreators' thoughts
Nächstes Kapitel