webnovel

Ban 5 Hutan Terlarang (1)

Sore hari saat mereka berjalan menjauh meninggalkan gubuk itu.

Cahaya orange dari matahari senja mengintip disela sela dedaunan, tak menyilaukan, terlihat begitu anggun dan menawan dipandang mata. Semilir angin bertiup pelan membawa aroma khas tanaman hutan. Kiri kanan pepohonan berdiri megah menjulang tinggi.

Sebuah kereta kuda dengan beberapa pengawal menyisir di kedalaman hutan. Meskipun berada di tengah tengah hutan, mereka masih terkadang menjumpai beberapa  penduduk kerajaan Zu, membawa beberapa kayu bakar, buah buahan atau beberapa hewan hasil buruan mereka. Jika dikatakan sebelumnya bahwa kerajaan Zu merupakan kerajaan yang memiliki sumber daya yang melimpah, maka hutan ini adalah salah satu penyebabnya. Hutan yang masih berada dalam wilayah teritorial kerajaan Zu.

Terbaring lemah didalam gerbong kereta yang bergerak maju, naik turun tak beraturan akibat tekstur tanah yang tidak rata dengan beberapa urat dari berbagai pepohonan besar terkadang muncul dipermukaan. Mencoba mengamati keadaan sekitar dari celah celah gerbong yang bisa dicapainya. Meskipun area yang bisa dilihatnya sangat kecil, itu sudah cukup memberitahunya bahwa sekarang mereka berada ditengah hutan. Melihat beberapa orang yang mengendarai kuda disamping kereta alisnya berkerut.

'Ada apa dengan orang orang ini, mengapa pakaian mereka sangat aneh?'

Kembali tenggelam dalam kebingungan, berbagai pertanyaan sebelumnya yang tak kunjung menemui pencerahan,  sekarang hal hal yang disaksikan disekitarnya membuat kepalanya ingin pecah.

Bergerak semakin dalam di hutan, tak ada lagi penduduk seperti yang mereka jumpai sebelumnya, tak ada lagi cahaya sore hari yang indah. Itu sepi seperti tak ada kehidupan disekitar sini.

Beberapa saat berlalu, kereta kuda tiba tiba berhenti melaju, beberapa prajurit berjalan kesisi kereta, membuka kereta memperlihatkan seorang gadis terbaring lemah, yang bahkan untuk bergerak saja sangat sulit. Beberapa prajurit membopong gadis itu, berjalan beberapa meter menjauh dari kereta, tanpa perasaan membuang tubuh itu dan membiarkannya tergeletak ditanah begitu saja lalu berbalik dan beranjak pergi.

Itu sudah malam, cahaya purnama bersinar sangat terang. Dan disinilah gadis itu berada, terbaring lemah dengan tubuh penuh luka di tepi hutan terlarang, beralaskan tanah beratapkan langit. Udara yang sebelumnya hangat perlahan berubah menjadi dingin membuat luka lukanya semakin perih, dengan sekujur tubuh yang juga ikut mengginggil. Bagaimana tidak, tubuhnya hanya mengenakan pakaian tipis dan itu sudah sobek dimana mana dengan noda merah bermekaran memenuhi gaunnya menambah kesan yang sangat menyedihkan.

Perlahan membuka matanya, dengan bantuan cahaya bulan mencoba mengamati sekitar. Itu sangat sepi, sunyi. Tak ada suara hewan malam yang seharusnya terdengar, juga tak ada suara gemirisik dedaunan yang diterpa angin, seperti sesuatu yang umumnya terjadi dihutan hutan. Sangat aneh baginya, seolah semua makhluk itu takut akan sesuatu hal. Jika ia ingat dengan jelas, semasa hidupnya ia tak pernah mendengar ada hutan seperti ini.

Sebuah pemikiran tiba tiba muncul dibenaknya, dalam posisi terbaring ia menajamkan penglihatannya, memusatkan semua energi yang tersisa di tubuhnya kematanya, berharap bisa melihat dengan jelas hal hal yang ada disekililingnya tanpa penghalang, namun pada akhirnya tak ada yang terjadi, semua yang tampak didepan matanya tak ada yang berubah.

Mencoba untuk yang kedua kalinya, tapi hasilnya sama saja. Itu nihil.

"Tidak bisa, Tidak bisa, Ini tidak akan berhasil." Memilih membuang pemikirannya tentang menggunakan salah satu kemampuannya berpikir bahwa itu percuma saja karena energi yang ada ditubuhnya sangat lemah, jangankan untuk menggunakan kemampuan itu,  beberapa saat yang lalu saja ketika orang orang dengan pakaian aneh itu mulai membawanya, ia mencoba berkali kali ingin berontak dan membebaskan diri tapi gagal, yang bahkan tidak bisa menggerakkan badannya sedikitpun.

Penurunan suhu disekitarnya membuat napasnya semakin berat, sangat dingin, dingin yang menusuk tulang.

"Mengapa hidupku begitu menyedihkan, apakah tidak cukup bagiku untuk merasakan perasaan sekarat untuk kedua kalinya?"

Pandangannya mulai mengabur, perlahan ia memejamkan matanya, memilih menyerah dengan kondisinya. Karena ia sangat yakin, bahwa kali ini ia akan benar benar berakhir.

Terbaring dalam keputusasaan, memikirkan tentang segala hal yang terjadi dihidupnya, bulir demi bulir air berjatuhan dari pupilnya yang menutup, membasahi tanah yang mungkin menjadi pembaringan terakhirnya.

***

"Apakah cuma aku yang merasakannya?" Tanya seorang pria yang memiliki surai hitam, dengan suara sedikit berbisik namun masih mampu memecah keheningan.

"Apa?" Menoleh kesamping melihat temannya yang sedang duduk dicabang pohon, pria dengan surai putih menanggapi dengan serius.

"Aroma manusia!"

"Ahh, aku juga samar-samar merasakannya,  mengira hidungku yang bermasalah jadi tak begitu aku perhatikan," jawab pria bersurai putih.

"Jadi?" Dengan lirikan penuh maksud, pria dengan surai hitam kembali bertanya.

"Jadi apa? Itu hanya ras manusia, makhluk yang sangat lemah, kamu... Jangan berpikir untuk menimbulkan masalah," balasnya dingin.

"Aku hanya ingin melihatnya. Tak bolehkah??" Tanggapnya lagi dengan mimik muka menggoda

"Apakah kamu lupa dengan aturan dunia ini?"

Kata pria bersurai putih kembali mengingatkan.

"Ya..ya..ya.. bangsa kita tidak boleh menampakkan diri dihadapan manusia," jawabnya dengan nada mencemoh

"Kalau begitu, apakah kamu sudah bosan hidup? Mungkin aku perlu memberitahu yang mulia lord bahwa salah satu pengawal setianya sangat tertarik dengan manusia."

Senyum dibibirnya menegang "oh.. tidak ..tidak.. jangan Momo. Ayolah, ini tak memakan waktu lama, aku hanya penasaran manusia seperti apa yang berani memasuki hutan yang sangat berbaya ini." Pria bersurai hitam kembali dengan mimik menggoda.

"Sekali lagi kamu memanggilku dengan nama itu, akan kupatahkan lehermu," ancam pria bersurai putih, ia tak habis pikir dari mana temannya itu mendapatkan nama menjijikan itu untuk dirinya.

"Ahh ya, baik tuanku yang terhormat, jadi bagaimana? Kita bisa sembunyi agar tidak dilihat oleh mereka, lagipula tugas kita sudah selesai, masih ada cukup waktu. Aku pikir kamu juga penasaran," ungkapnya tersenyum jahil

"Ahhh terserah kau saja," memilih menyerah, pria dengan surai putih itu menyetujui untuk menghentikan rengekan menjijikan orang yang ada disampingnya.

"Terimakasih temanku yang sangat terkasih," ungkapnya pria bersurai hitam menggoda.

"Terkasih Pantatmu."

Nächstes Kapitel