webnovel

Kau adalah Babuku 2

Dia benar-benar jadi babu seekor kadal!

Luna tidak bisa untuk tidak mengumpat dalam hati, setelah menguasai rumahnya hingga Luna harus membungkus sampah beberapa kali dalam satu hari, kini Aodan sepertinya terlihat ingin menguasai para tetangganya.

Kadal hitam tidak tahu diri itu sepertinya benar-benar menganggap dirinya sebagai manusia, ia bahkan dengan percaya diri berbicara dengan wajahnya yang menyebalkan pada wanita karir di seberang rumah Luna.

"Aodan!" teriak Luna dari teras sambil berkacak pinggang, persis seperti seorang Ibu yang memanggil anaknya. "Kemari!"

Aodan menoleh, ia mendengkus dan mengucapkan beberapa patah kata para wanita itu dan berjalan ke arah Luna.

"Kenapa sih ... kau sepertinya tidak suka melihat aku bahagia."

"Sialan kau!" Luna mengumpat, ia melempar baju kotor yang akan dicucinya ke wajah Aodan. "Aku sibuk mengurus rumah seharian dan kau malah …."

"Kau kan babuku." Aodan tersenyum miring, Luna bahkan tidak tahu darimana Aodan bisa mengetahui kosokata Babu itu.

"Kalau begitu mulai hari ini, aku mengundurkan diri!" Luna berkacak pinggang. "Pergi dari rumahku!"

Luna masuk ke dalam dan hendak membanting pintu, tapi Aodan dengan cepat mendorong dan membuat separuh tubuhnya masuk.

"Tidak bisa, aku sudah membantumu sampai seluruh tenagaku habis memecahkan bola lampu, sekarang saatnya kau membantu hidupku."

"Dengan jadi babumu?! Tidak!" Luna mengangkat kakinya dan menendang pintu, Aodan meringis melihat betapa kejamnya kekuatan Luna untuk menjepit tubuhnya. "Ambil saja semua yang kau punya lalu pergi! Lebih baik aku jadi miskin dan menderita, daripada mengurusi kadal tidak tahu diri!"

Wajah Luna merah padam, ia sudah menahannya seharian ini.

"Ah, kenapa kau marah?" Aodan menerobos masuk ke dalam rumah, mengikuti wanita itu dengan was-was. Setelah diingat-ingat, "Oke, oke maafkan aku! Aku tidak akan main wanita di belakangmu!"

Luna merasakan darahnya semakin mendidih, apa yang sebenarnya ada di dalam kepala Aodan, apa dia pikir Luna marah karena dirinya berbicara dengan wanita lain, apa segila itu Luna di mata Aodan?

"Hei," ucap Aodan lagi, ia menarik tangan Luna hingga wanita itu berhenti. "Aku benar-benar minta maaf, aku memang seenaknya tadi."

Luna mendengkus, ia berbalik ingin marah tapi mendapati laki-laki itu berubah lagi menjadi seekor kadal dan menatap dirinya dengan mata yang memelas.

Luna menjatuhkan dirinya di atas sofa dan menghela napas.

Sebenarnya ia juga bingung dengan dirinya sendiri, mungkin karena ia sudah mengalami pengkhianatan yang begitu dalam, ia memiliki ketakutan tersendiri. Ketika melihat Aodan yang biasanya bersamanya berbicara dengan orang lain, Luna merasa jengkel.

Kadal hitam yang memelas itu merayap naik dan mengusapkan kepalanya ke tangan Luna, melingkarkan ekornya ke pergelangan tangan dan menempel dengan erat.

"Apa kau pikir dengan ini aku bisa terbujuk? Kau bukan kucing!"

Luna menghentakkan tangannya dengan keras, tapi kadal hitam yang menempel itu seperti punya lem, bahkan tidak bergeser sedikit pun dari posisinya.

"Terserah."

Luna memejamkan matanya, merasa konyol dengan dirinya sendiri. Setelah panggilan Gerald terakhir kali, laki-laki itu tidak menghubunginya lagi, Luna juga tidak sedikit pun memiliki niat untuk menghubunginya balik.

Bukan karena dia tidak ingin, tapi dia lupa. Perhatiannya sudah sepenuhnya diambil alih Aodan.

Masa bodoh dengan apa yang dilakukan Gerald dan Rachel sekarang, Luna tidak peduli.

Tapi ketidakpedulian Luna tidak berlangsung lama. Begitu sore menjelang, sosok yang gagal menghubungi Luna telah berdiri di depan pintu.

"Apa yang ingin kau lakukan?"

Luna menautkan kedua alisnya, kedatangan Gerald terlalu heboh dengan mobil mewah dan setelan jasnya, para tetangga tentu tidak akan melewatkan tontonan yang sangat menarik ini.

Aodan masih berwujud seekor kadal, ia merayap di atas bahu Luna dan menjulurkan lidah dengan mata yang menyipit.

"Kau tidak mengizinkan aku masuk?" Bukannya menjawab, Gerald malah balik bertanya.

"Tidak," sahut Luna dengan tegas. "Sebaiknya kau pergi."

"Aku dengar kau tinggal dengan laki-laki asing itu." Gerald sepertinya tidak mendengarkan perkataan Luna, ia melirik ke arah kadal hitam lalu ke dalam rumah. "Apa itu benar?"

Kadal hitam di bahu Luna mendesis dengan keras.

Luna menatap Gerald dengan sedikit terluka, seandainya saja itu dikatakan oleh Gerald sebelum mereka bercerai, mungkin ia akan bahagia. Tapi untuk sekarang, Luna justru merasa jijik.

Laki-laki ini cemburu pada seekor kadal?

"Apa untungnya kau bertanya?"

Gerald menyadari ada nada tidak senang setiap kali Luna membuka mulutnya, ia mengerutkan kening dan menghela napas. Tatapan matanya menyiratkan seolah-olah ia kasihan pada wanita yang pernah menjadi istrinya itu.

"Kau … kau adalah seorang janda, tidak baik untuk pergi ke laki-laki lain secepat it …."

"Lalu kau sendiri apa?" Luna mengangkat dagunya tinggi-tinggi dan menatap tajam Gerald. "Kita bahkan baru beberapa hari bercerai waktu itu ... tapi kau sudah menggandeng Rachel di depan mataku, jangan berpura-pura lagi di depanku karena aku tidak akan pernah peduli padamu."

"Luna! Aku mengatakan ini demi kebaikanmu." Gerald menggertakkan giginya, ia menarik napas dan melihat jika mereka benar-benar menjadi tontonan yang menarik bagi para tetangga. "Bisakah aku masuk? Kita bisa membicarakan ini baik-ba …."

"Aku bukan istrimu!" Luna berteriak nyaring, mendorongan Gerald mundur.

Gerald tanpa sadar mundur dan menatap Luna dengan tidak percaya. Seingatnya dulu wanita yang ada di depannya ini tidak pernah sekaras ini.

"Luna, apa laki-laki itu sekarang mempengaruhimu? Kau menjadi kasar sekarang!" Gerald berkata dengan setengah berteriak, sepertinya emosinya ikut tersulut.

Luna menarik kadal hitam yang sedari tadi berisik di bahunya dan melemparnya ke dalam rumah.

"Sudahlah Gerald, kita sudah berakhir. Mari kita hidup tanpa mengurusi satu sama lain. Tidak perlu mengatur aku tinggal dengan siapa karena sekarang aku bukan lagi istrimu."

Luna mengatakan itu dengan lancar, jika itu dulu, mungkin dia akan berurai air mata dan terbata-bata. Sekarang perasaannya pada Gerald telah membeku.

"Luna, dengarkan aku dulu …."

"Kau laki-laki yang tidak tahu malu."

Suara seseorang muncul dari dalam, tampak Aodan muncul dengan kancing baju yang setengah terbuka, ia menguap lebar.

Gerald melotot, siapa pun yang melihat Aodan sekarang pasti akan berasumsi bahwa laki-laki itu baru saja bangun dari tidurnya.

Terbangun dari tempat tidur seorang janda, apa artinya ini?!

"Lu …."

Aodan berjalan cepat dan mencengkeram mulut Gerald hingga laki-laki itu terhuyung. "Apa kau tuli? Luna sudah berkali-kali mengatakan kalau kalian sudah berakhir."

Gerald menarik dirinya dan mengusap kasar mulutnya.

Aodan berbalik dan menyuruh Luna masuk ke dalam rumah, ia tersenyum miring pada Gerald.

"Luna bukan milikmu, sekarang dia adalah milikku."

Luna adalah Babunya. Meski ia sudah minta maaf, Luna tetap akan jadi Babunya.

Tidak ada yang boleh mengusik Babunya kecuali dirinya sendiri.

"Apa-apaan kau!"

Aodan mendekat ke arah Gerald, tangannya dengan cepat menyentuh bahu laki-laki itu dan Gerald merasakan ada sesuatu yang bergejolak di dalam tubuhnya, seperti perasaan ingin muntah mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam perutnya.

"Kalau aku melihatmu datang dan mendekati Luna lagi … aku tidak akan segan meledakkan apa yang ada di dalam perutmu."

Nächstes Kapitel