"Aku hanya mengantar makanan seperti biasa. Kau bilang menyuruhku agar tidak salah memberikan makanan dan sudah kulakukan. Tapi Tuan Fitzroy mendadak bilang tidak selera makan dan mau makan di luar. Itu saja, apa lagi yang ingin kau ketahui?"
Pelayan laki-laki itu menjawab desakan Emy. Ada nada kesal dalam kalimatnya. Di dalam hati, dia kembali menggerutu, kenapa jadi dia yang dibentak-bentak karena hal yang bukan kesalahannya?
"Lalu dia pergi sendirian?" Emy masih menatap pelayan itu dengan mata melotot, mendesak jawaban jujur tanpa kebohongan.
"Tidak, beliau mengajak perempuan yang ada di atas juga." Alis pelayan tersebut mengerut. Semakin lama, dia merasa apa saja yang ditanyakan oleh Emy semakin tidak normal. Apa hubungannya makanan yang dikembalikan dengan bos mereka yang pergi sendiri atau tidak?
"Sudah, kan? Bisakah aku kembali sekarang?"
Berada di sana semakin lama, dia merasa akan kembali dicerca dengan pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal. Apalagi, melihat dari ekspresi Emy, tampaknya wanita itu ingin mengucapkan kalimat lain dan tak akan membiarkannya pergi begitu saja. Makanya, dia sudah melangkah, bersiap kembali ke dalam hotel.
"Tunggu! Aku belum selesa—"
Kalimat Emy terpotong, karena kemunculan dua orang lain dari arah mobil-mobil yang terparkir. Matanya membelalak lebar melihat siapa yang berdiri di sana, membiarkan kalimatnya menggantung tanpa terselesaikan.
"Selamat malam, Tuan Fitzroy." Pelayan yang akan pergi itu segera menyapa ketika melihat bos mereka tengah berjalan menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai dasar hotel. Kepalanya menunduk hormat.
Skylar membalasnya dengan anggukan singkat, lantas mengedik menuju pintu lift. "Bantu aku buka liftnya." Tangannya sedang memegang macam-macam tas belanjaan. Di tangan kiri terdapat tas belanja besar berisi pakaian, sementara di tangan kanannya ada satu kardus pizza.
Menurut, pelayan laki-laki di sana segera pergi meninggalkan Emy dan memencet tombol lift hingga pintunya terbuka. Skylar sendiri juga seolah mengabaikan keberadaan wanita itu di sana, kemudian berjalan santai melewatinya.
Tentu saja, mendapat perlakuan seperti itu memunculkan api di dalam dada Emy. Dia segera menatap tajam pada Alexa yang berada di samping orang yang paling dia hormati. Tatapannya amat tajam hingga gadis itu terkesiap, kemudian bergeser dan bersembunyi di balik punggung tuannya.
Tangan Emy mengepal. Bisa-bisanya anak itu hanya membawa satu kantong plastik kecil, sementara membiarkan bosnya membawa barang-barang yang berat! Namun dia tak bisa melakukan apapun dan hanya diam melihat tiga orang itu menghilang di lift setelah pintunya menutup.
Tapi ada hal yang lebih penting. Apakah Tuan Fitzroy sempat mendengar pembicaraannya dengan pelayan barusan?
…
Setelah acara makan malam mereka yang singkat, Skylar membawa mobilnya menuju ke tempat perbelanjaan. Seperti yang sudah bisa diduga, dia menyeret Alexa ke toko pakaian, berdalih membelikan pakaian baru yang membuatnya bisa lebih mudah bergerak dengan luka-luka di tubuhnya.
Alexa, tentu saja, tidak bisa menolak. Pilihan yang dia miliki adalah menurut. Meskipun dia sudah membeli beberapa pakaian pendek untuk musim panas, tetap saja Alexa tak memiliki gaun terusan panjang. Tidak mungkin dia mengenakan celana panjang ketika ada luka di pahanya.
Pada akhirnya, mereka pulang dengan membawa beberapa potong pakaian baru dan juga satu kotak pizza. Dalam perjalanan pulang, mobil kembali berbelok ke supermarket. Skylar mengatakan ingin membeli sereal dan susu untuk sarapan selama Alexa dilarang memasak. Dia berdalih rindu makan sereal sejak Alexa terus membuatkan sarapan untuknya.
Begitulah asal-usul barang bawaan mereka yang jadi cukup banyak malam ini.
Pemuda itu memaksa Alexa membawa barang yang ringan, sementara sisa barang ada di tangannya. Langkahnya terbentuk menuju lift basement dan berniat naik ke atas. Namun setelah berbelok, Skylar mendengar suara bentakan seseorang di jarak beberapa meter darinya.
Awalnya, dia mengira itu adalah pertengkaran antara tamu hotelnya. Biasanya, Skylar akan mengabaikan dan melewatinya begitu saja, selama orang-orang itu tidak membuat keributan hingga menimbulkan kerugian properti. Namun, setelah mendengar kalimat, "Lalu dia pergi sendirian?" dari wanita di depan sana, langkahnya berhenti, kemudian mengamati dari jauh.
Itu adalah pakaian koki dan pelayan di hotelnya. Apalagi, salah satu dari mereka adalah orang yang kemarin membuat masalah, dan Skylar belum punya waktu untuk memanggilnya dan menegur serta memecat seperti rencananya. Sehingga, dia berhenti melangkah dan menyuruh Alexa diam, bersama-sama mendengarkan pembicaraan antara dua orang itu dari kejauhan.
Skylar mengernyitkan alis setelah mendengar beberapa penggal kalimat dari kejauhan, kemudian dia memutuskan kembali berjalan menuju lift sambil mengabaikan dua orang di sana. Sampai akhirnya pelayan laki-laki itu menyadari keberadaannya dan memberi salam.
Tentu saja dia tetap mengabaikan karyawan wanita di sana, meski sempat menyadari jika Alexa tampak sedikit ketakutan. Dari sudut matanya, Skylar mengetahui jika ada aura permusuhan di sana, sehingga dia segera mengajak Alexa pergi dari sana, sebelum terjadi hal-hal tak diinginkan lainnya.
Gadis itu terus diam selama berada di dalam lift, hingga mereka sampai di lantai 51. Keduanya keluar dan menuju dapur untuk meletakkan barang belanjaan di sana.
Ketika baru membuka kulkas untuk memasukkan pizza, Skylar bicara tanpa menoleh, "Apa yang dia lakukan padamu saat di tempat parkir bawah tanah tadi? Sampai-sampai kau sembunyi di belakangku."
Skylar tidak memberi kesempatan Alexa untuk menghindar dengan menambahkan kalimat 'sembunyi di belakangku'.
"Tidak ada … Saya hanya takut dengan pandangannya, makanya saya sembunyi…"
Skylar hanya menggumam singkat sebagai balasan, kemudian menutup kulkas. "Aku kembali ke atas dulu," katanya sambil berjalan keluar dari dapur.
Alexa pun menyusul dengan membawa tas berisi pakaian baru ke dalam kamarnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, lemari pakaian di kamar terlihat penuh. Banyak pakaian yang menumpuk dan menggantung. Sangat berbeda dengan pakaian yang Alexa miliki saat tinggal bersama bibinya dulu.
Setelah memasukkan pakaian barunya ke dalam keranjang pakaian kotor untuk dicuci, Alexa mengambil kotak obat dan berniat mengganti perban di tangan serta pahanya.
…
Keesokan paginya, mereka sarapan pizza yang dibeli semalam seperti yang sudah direncanakan. Setelahnya, Alexa mengumpulkan pakaian-pakaian kotor, untuk setelahnya diserahkan pada petugas laundry di hotel. Entah apa yang akan dia lakukan setelah ini, berhubung Alexa masih belum diizinkan mengerjakan hal-hal yang memberatkan.
Sementara itu, setelah sarapan, Skylar kembali ke kamar untuk mandi dan naik ke lantai tiga. Ada cukup banyak dokumen yang harus dia urus hari ini, karena nanti malam dia harus meluangkan waktu untuk menyelesaikan kepentingan yang tertunda.
Dua jam duduk di kursinya, Skylar mengambil telepon dan menghubungi lantai 51. Beruntung gadis itu sedang membaca buku di bawah, sehingga Skylar tak perlu menutup dan menghubungi lantai 52.
"Kau sedang apa?"
"Saya sedang baca buku. Apakah Tuan ada keperluan?"
"Tidak. Bagaimana keadaan lukamu? Masih basah?"
Alexa mengerjap beberapa kali. Benar, setiap hari tuannya selalu bertanya mengenai lukanya. Sayangnya, pagi ini pemuda itu lupa bertanya. Jadi, apakah dia menelepon hanya untuk mengatakan ini?
"Sudah agak kering, tapi masih sedikit sakit," jawab Alexa jujur.
Tak peduli seberapa ingin dia kembali bekerja, Alexa tidak mau jika lukanya semakin parah dan menimbulkan bekas. Jangan-jangan, nanti tidak akan ada yang mau menikah dengannya jika melihat bekas luka bakar yang jelek pada kulitnya.
Ada gumam pelan sebelum penelepon di seberang membalas, "Kau pasti bosan. Kuizinkan kau jika ingin main game di lantai dua." Kemudian, telepon diputus tanpa Alexa sempat membalas.
Skylar cukup tahu jika Alexa pasti kebosanan karena tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan. Lebih baik menyuruhnya bermain saja. Paling tidak, hal itu bisa membuat moodnya sedikit membaik untuk nanti malam.
Di sisi lain, setelah menutup telepon, Skylar kembali menekan tombol di sana, menghubungi dapur yang sedang tidak terlalu sibuk, karena jam sarapan sudah lama berlalu.
"Ah, Mr. Smith. Sampaikan pada kokimu kalau aku ingin mereka berkumpul di ruang rapat lantai 40 nanti malam setelah restoran tutup."