Setelah menunggu sebentar, akhirnya kereta mereka berangkat menuju kota Cendrawasih.
Kursinya memang keras tetapi itu tidak masalah, yang terpenting Christina sudah ada di sampingnya.
Randika duduk di sisi luar dan Christina duduk dekat jendela.
Hampir tidak ada orang yang turun di stasiun ini, oleh karena itu banyak kursi yang masih ditempati orang.
Randika mengamati mereka satu per satu, dia khawatir masalah di kota ini akan ikut bersamanya.
Ketika dia masih memperhatikan, dia melihat pria yang bertelepon dengan suara keras tadi pagi.
"Halo ini aku." Randika menyapanya dengan senyuman. "Aku harap mulutmu tetap bisa diam selama perjalanan."
Pria itu menatap Randika dengan tatapan ketakutan dan tersenyum pahit. Tindakan kekerasan Randika tadi pagi masih membekas di pikirannya. Namun, pria ini berusaha melupakan kejadian itu dan berkata dengan nada dingin. "Santai saja, aku tidak akan berisik karena aku akan menari di atas mayatmu!"
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com