Tiada henti-henti nya Alona sejak tadi diam-diam melirik gelagat Ken yang selalu terlihat sedang menahan rasa nervousnya. Ken pun menyadari hal itu, dan dia berusaha tetap terlihat sok cool di depan Alona. Gadis cantik dan manis yang membuatnya merasakan debaran hati yang tak biasa.
"Kamu lucu banget sih, Ken? Biasa aja dong, jangan gerogi gitu. Aku kan jadi canggung juga," ucap Alona membuka suara. Sejak tadi mereka hanya saling mencuri pandang dengan melihat sekeliling taman.
"Ah, enggak tuh. Siapa yang gerogi? Aku hanya sedikit gelisah saja," jawab Ken mengeles.
"Gelisah? Ada apa? Oh, kau ada janji lain ya? Ehm, maafkan aku Ken. Ayo kita pulang saja," sembari membenahi tas gandeng yang Alona letakkan di kursi taman, dia hendak berdiri.
"Aku gelisah karena bertemu gadis yang sangat manis, jadi aku takut terkena penyakit diabet karena terus mendapat senyuman manismu." Ujar Ken dengan lugas. Tanpa berpikir ulang jika ucapannya itu terdengar seperti rayuan gombal.
Alona tercengang mendengarnya, lalu kemudian menghempaskan nafas lega dengan menggelengkan kepalanya, dengan sengaja dia justru melempar senyuman manis pada Ken yang menatapnya saat ini.
"Kenzooo, kau menyebalkan!" balas Alona. Hal itu semakin membuat Ken tersipu malu.
Setelah akhirnya suasana kecanggungan yang sejak tadi mengelilingi mereka mulai mencair karena kekonyolan Ken yang ternyata bisa di imbangi oleh Alona. Mereka mulai banyak berbincang dan bercerita untuk mengenal satu sama lain. Dari hal masa kecil Alona, begitu pun Ken yang tak sedikitpun merasa malu menceritakan hal yang terdengar menggila sekalipun.
"Hahaha, ya ampun Ken. Kamu itu gila ya ternyata, ku pikir hanya aku yang selalu bersikap konyol hanya untuk kesenangan ku sendiri. Karena sejak ibu ku pergi, aku menjadi sosok yang selalu ingin melakukan hal yang gila. Karena hanya dengan itu, aku merasa tidak kesepian lagi. Saat itu aku masih duduk di bangku SMP, dan kau bisa bayangkan bagaimana aku harus melawan rasa terpurukku harus menjalani hari-hari tapa seorang ibu di sisi ku, Ken." Ucapan Alona kali ini membuatnya perlahan-lahan mengeluarkan suara lirih. Kedua manik matanya tampak berkaca-kaca, namun dia tetap mampu melempar senyuman manisnya walau itu terpaksa.
"Pasti berat menjadi sosok sepertimu, kau berhasil menguakan hatimu dengan senyuman manis itu. Meski dengan sekuat tenaga kau berusaha menebarnya di balik rasa sedih dan sepi mu." Ujar Ken dengan sangat hati-hati dalam nada bicaranya. Dalam hati dia mulai merasa takjub melihat gadis yang di depannya kini mampu melewati kehidupan yang cukup menyedihkan. Kehilangan seorang ibu sudah tentu akan menjadi hal yang paling menyedihkan sepanjang hidup, dan tidak semua orang akan mampu melewatinya dengan mudah.
Tapi dia…
Dalam hati Ken kembal memujinya diam-diam. Ketika Alona hanya tersenyum dengan menaikkan satu alisnya, berkali-kali dia menarik nafasnya dalam-dalam.
"Btw, nama mu terdengar unik. Tapi sesuai dengan parasmu, cantik. Hehe," kembali Ken menggombalinya untuk menghibur hati Alona saat ini.
"Ken, kau menggombal lagi. Huh, dasar! Hem, memang banyak yang berkata demikian, kakekku yang memberiku nama Alona. Sebenarnya itu hanya panggilan, nama ku Jealona. Yang artinya, memiliki hati dan pemikiran yang luas seperti Moana, hihihi." Alona menjelaskannya di barengi dengan tawa geli.
"Mo-ana?" tanya Ken tampak heran.
"He-em, Moana di film petualangan fantasi musikal animasi. Masa gak tau sih, itu film kan sangat terkenal dan di gemari di lingkungan seusia kita."
"Oh, ya. Aku tau itu, astaga. kau juga suka film itu? Hahaha, ku pikir kau dan dia memang ada kesamaan. Tapi kau, moana di dunia nyata yang diciptakan untuk ku." Jawab Ken dengan gaya bicara yang tak lagi membuat Alona terkejut. Dia mulai bisa mengenali sisi lain dari pria yang saat ini membuatnya merasa nyaman dengan apa dirinya saat ini.
"Iih, lagi-lagi kau menggombal."
"Hem, ya udah kalau gak percaya." Balas Ken dengan menyembikkan bibirnya.
Setelah hari mulai petang, akhirnya Ken berpamitan lebih dahulu untuk pulang karena dia harus membantu sang ayah dan ibu di kedai. Dan mereka pun saling berjanji jika ada waktu luang akan kembali bertemu di lain tempat, sementara mereka memang masing-masing sedang memiliki kesibukan lain.
Sesampainya di kedai, Ken langsung beraksi untuk membantu ayah dan ibu nya sebagai pelayan seperti biasa. Tak lama kemudian ketiga temannya datang, dan mulai saling bersenda gurau sembari menunggu Ken selesai mengantar beberapa pesanan para pengunjung.
Rio yang melihat wajah Ken malam ini mengerutkan kening, dia menyadari perubahan mimik wajah Ken yang menebar senyuman berbeda dari biasanya. Dia terlihat begitu penuh semangat dan keceriaan, dalam hati Rio mulai menangkap sesuatu yang di yakininya.
"Ehhem, sepertinya ada yang berbunga-bunga malam ini." ujar Rio setelah Ken menghampiri. Kemudian Rio memutar kedua bola matanya ke atas dan ke samping setelah Ken menatapnya dengan mata menyipit.
"Haha, ya biasalah. Kita hidup harus selalu menebar senyuman ceria bukan? Agar hidup kita selalu di kelilingi kebahagiaan." Bantah Ken berkelit.
"Hmm, sepertinya memang begitu bro. Terlebih lagi dengan kehadiran seorang wanita yang baru di temui, ya gak?" ujar Rio kembali, lalu tersenyum tipis menunggu reaksi Ken dengan kata siindirannya itu.
"Hahaha, apakah ketahuan? Ah, dasar lu!"
"Hohoho, jadi benar nih Ken kita sudah kembali menemukan tambatan hati yang baru? Wah, gak heran lagi gua." Seru salah satu teman yang lain. Seketikan mereka terbahak-bahak saling melempar kata untuk menggoda Ken malam ini.
Malam pun kian larut, dengan tergesa-gesa Ken membantu sang ayah untuk menutup Kedai setelah teman-teman ken sudah pulang terlebih dahulu. Dan tentunya Ken terburu-buru karena segera ingin membalas mengirim pesan pada Alona. Melakukan panggilan telepon untuk mendengarkan suaranya yang terdengar penuh semangat dan keceriaan. Seakan tak puas mengobrol hanya melalui pesan singkat, mereka beralih pada panggilan untuk bisa saling mendengaran suara masing-masing, membayangkan seolah saling bertatap muka.
Percakapan Ken dan Alona di telepon,
Ken : Apakah tidak mengganggu jika kita mengobrol sampai malam begini? Karena besok kita akan kembali ke sekolah.
Alona : Hem, gapapa kok. Aku sudah terbiasa tidur larut malam, dan aku tidak pernah telat bangun karena harus memasak dulu sebelum pergi ke sekolah, kasian ayah jika harus mengurus adik dan semuanya sendiri,
Ken : Kau memang beda ya, ibu mu pasti bahagia melihat mu di surga sana.
Alona : Ehm, bagaimana dengan mu, Ken? Apakah pacarmu tidak marah?
Ken : Nah, ini aku lagi ngobrol bareng pacar aku.
Sesaat hening dari obrolan mereka, seketika Ken menepuk dengan keras bibirnya. Dalam hati dia merutuki dirinya karena merasa ini terlalu cepat, tapi terkadang suara yang keluar dari mulut secara tiba-tiba adalah ungkapan dari suara hati yang sesungguhnya. Hingga tiba-tiba panggilan telepon mereka terputus begitu saja.
Ken terdiam menatap kosong langit-langit kamarnya saat ini, sesaat dia menarik napasnya dalam-dalam lalu tersenyum sendiri.