webnovel

Keanehan pada Leo

Setelah beberapa hari, Leo masih terbaring di rumah dengan infus yang menggantung di sebelahnya, dia belum siuman, membuat Aiden dan Laela sangat khawatir, dengan penuh pertimbangan, Aziz memutuskan untuk mencari Marvin ke rumahnya yang berada di kota.

"Besok pagi aku akan pergi ke kota untuk mengabarkan keadaan Leo pada ayahnya, untuk sementara kamu yang jaga Leo di sini." Pinta Aiden pada istrinya. "Iya pa, aku mengerti." Jawab Laela dengan penuh harap.

Meskipun Aiden merasa tidak punya peluang banyak untuk menemukan kakaknya, dia harus mencobanya.

Sebelum matahari terbit Aiden sudah siap berangkat menuju kota untuk mencari Marvin, "Aku berangkat sekarang." Ucap Aiden pamit kepada Laela, "Ya, Hati-hati di jalan". Jawab Laela, berharap suaminya bisa menemukan Marvin.

Sesampai Aiden di rumah Marvin, dia melihat rumah tersebut sudah kosong, "Selamat siang, apa ada orang di rumah?" Teriak Aiden dengan suara keras berdiri di luar gerbang, berharap Marvin ada di rumah.

Namun tidak ada jawaban apa pun, rumah itu sepertinya sudah tidak di huni cukup lama.

Beberapa waktu kemudian, karena suara Aiden yang terus-terusan berteriak, membuat tetangga di sebelah rumah Marvin keluar.

"Apakah anda mencari Pak Marvin?" Tanya wanita paruh baya berpakaian glamor dengan riasan tebal di wajahnya. Aiden yang mendengarnya sedikit tersentak dan segera mengangguk sopan, membenarkan pertanyaan wanita glamor itu.

"Pak Marvin tidak pernah pulang cukup lama, sepertinya dia memiliki rumah baru di kota lain, aku dengar dia membuka bisnis." Wanita paruh baya menjelaskan dengan cepat.

Setelah mendengar penjelasan dari wanita paruh baya tersebut, Aiden merasa sangat kacau, namun dia tidak menyerah lalu memutuskan bertanya kepada warga sekitar kompleks, berharap ada petunjuk mengenai Marvin, namun tidak ada yang tahu, karena Marvin tidak memberi kontak atau kabar tentang kepergiannya kepada siapapun.

Di sisi lain, Leo mulai tersadar, kepala dan kakinya masih terasa sakit membuatnya hanya bisa terbaring lemas, dia melihat bibinya duduk tertidur disebelahnya.

Leo mulai mengingat beberapa kejadian yang telah dialaminya, namun kepalanya masih sedikit sakit untuk berpikir dan mengingat lebih banyak, dia pun hanya merasakan ada yang aneh pada dirinya.

Sedangkan Aiden tidak bisa menemukan petunjuk apa pun tentang Marvin, dia memutuskan untuk kembali, dan langsung menuju rumah sakit, sesampainya di sana, Aiden melihat Leo sudah tersadar, dan istrinya duduk tertidur sambil memegang tangan Leo.

"Leo, kau sudah siuman?" Ucap Aiden terkejut, mendengar suara Aiden, Laela langsung terbangun, "Paman, bibi." Suara Leo lema, dia menatap kedua sosok di hadapannya sambil tersenyum tipis.

"Leo, Kamu baik-baik saja nak? apakah ada yang masih sakit? aku akan memanggil dokter." Laela yang baru saja bangun sangat gembira melihat Leo yang telah sada.

Sebelum Laela beranjak pergi untuk memanggil dokter, Leo meraih tangannya, "Bibi, itu tidak perlu aku sudah baikan." Ucap Leo dengan suara lemas sambil tersenyum ringan, Laela segera memegang tangan kecil Leo dan memeluknya dengan sedih.

"Leo istirahat saja dulu, bibi akan menyiapkan makanan, kamu pasti lapar." Lanjut Laela tersenyum ringan, dia segera bangkit, dan menatap suaminya dengan ekspresi penasaran.

"Leo, Paman keluar sebentar yah, kamu lanjut istirahat," Aiden berkata dengan senyuman tulusnya, kemudian keluar bersama Laela.

Di luar ruangan yang cukup jauh dari kamar Leo, Aiden memberitahukan perihal Marvin kepada Laela.

"Aku tidak bisa menemukan Marvin, dia sudah tidak tinggal di rumahnya lagi, entah ke mana perginya bajingan itu, aku juga tidak menemukan kontaknya, sepertinya kita harus merawat Leo lebih lama lagi sampai ayahnya datang menjemput, apa kau baik-baik saja dnegan hal itu?" Tanya Aiden ingin mendengar tanggapan istrinya.

"Aku tidak masalah dnegan Leo, dia sudah seperti anakku sendiri, tapi aku tidak menyangka kakakmu cukup kejam. meninggalkan seorang anak yang baru berusia 5 tahun sendirian. bagaimana kita memberitahu Leo nantinya?" Balas Laela lemas tak berdaya.

Di malam hari, Leo yang masih terjaga menghadapkan kepalanya ke langit, ia merenung sambil melihat bintang-bintang melalui jendela kayu kamarnya yang terbuka, Entah apa yang dipikirkan Leo saat itu.

Tersadar ketika air mata yang membasahi pipi menetes di tangannya, "Ahh ... Apa ini? Apakah aku menangis? Apakah selama ini aku selalu seperti ini?" Leo mengusap air matanya, menarik napas dalam lalu melepasnya perlahan, saat itu pandangan dan raut wajah Leo mulai berubah, dengan pandangan dingin seakan tidak peduli dengan apa pun lagi.

Esok harinya selesai sarapan, "Paman aku ingin sekolah" Ucap Leo dengan tiba-tiba kepada pamannya, "Kaki kamu kan masih sakit, besok kalau kakinya sudah sembuh, kamu boleh sekolah." Kata Laela tanpa sedikit pun curiga dengan sikap Leo yang sedikit berubah.

"Kalau begitu apakah aku boleh mendapatkan beberapa buku? Aku merasa bosan tidak bisa melakukan apa pun." Balas Leo sambil tersenyum tipis.

Sedangkan Aiden mulai curiga, ia merasa ada yang aneh pada Leo, tapi ia tidak tahu itu, namun, sekarang yang terpenting baginya adalah Leo sudah bisa tersenyum dan tidak murung lagi.

"Baiklah, nanti paman belikan buku yang sesuai dengan kelas disekolahmu." Aiden langsung menyetujuinya, bagaimana pun itu adalah permintaan pertama Leo selama tinggal bersama. "Terima kasih banyak sudah mau mengerti, paman dan bibi memang yang terbaik". Jawab Leo sambil tersenyum bahagia.

Di tengah malam, Aiden terbangun ingin pergi ke toilet, dia melihat pintu kamar Leo masih sedikit terbuka, "Pintu kamar Leo masih terbuka, apakah dia belum tidur?" Pikirnya dengan heran, dia mendekat pelan dan melihat Leo yang masih terjaga.

"Tunggu saja, aku akan membuatmu menyesalinya!" Kalimat yang terdengar samar di telinga Aiden dari balik pintu kamar Leo, mendengar itu, Aiden mulai mengerti dengan sikap Leo belakangan ini. "Apakah yang di maksud oleh Leo adalah ayahnya sendiri?" Batin Aiden sedikit merinding, entah bagaimana dia merasa tertekan.

Nächstes Kapitel