webnovel

Mimpi indah

Selesai makan Kiran dan Kay kembali ke kamar mereka. Kini mereka hanya berbaring saling memandangi satu sama lain dengan masih memakai pakaian yang sama. Tangan Kay sesekali membenarkan rambut Kiran.

"Apa kamu yang nguburin anak kita?"

"Iya, aku yang lakuin itu semua. Aku mandiin mereka, aku pakein kain kafan, aku bahkan gendong mereka berdua sampai ditempat terakhir mereka." Kay tanpa sadar meneteskan air matanya. Kiran dengan cepat mengusapnya. Kay menutup matanya sebentar seakan berusaha melupakan kesedihannya dan membuka matanya lagi.

"Aku beruntung, aku beruntung masih bisa lihat mereka. Aku ga tahu kalo sampe hari itu aku naik pesawat mungkin aku ga akan bisa liat wajah mereka."

"Mereka mirip kamu."

"Mereka juga mirip kamu sayang..." Kay menyentuh setiap bagian wajah Kiran seakan menyamakan wajahnya dengan wajah anaknya.

"Aku ga sanggup Kay. Rasanya aku pingin ikut mati aja.."

"Aku juga, tapi apa itu cara yang bener buat nyusul mereka?suatu hari nanti mereka yang jemput kita."

"Kalau ga ada kamu mungkin aku bisa mati bunuh diri."

"Aku ga akan pernah ninggalin kamu lagi. Aku janji." Kay mengecup kening Kiran.

"Mau tidur sayang?"

"Iya."

"Sini.." Kay menarik badan Kiran untuk berada dipelukannya. Dia tahu Kiran lelah. Pasti seminggu ini Kiran tak bisa tidur dengan nyenyak. Pasti seminggu ini bantalnya begitu basah dengan air mata. Kini dia biarkan dadanya menjadi bantalan paling hangat untuk istrinya agar terlelap tidur.

"Biasanya kamu tidur ga pernah pake baju."

"Ya udah aku lepas."

"Ga usah, gini aja."

"Aku bakalan setiap hari peluk kamu kaya gini."

"Aku bakal ikut kamu, aku udah bilang sama bas.."

"Aku udah tahu." Kay lagi-lagi memotong kalimat Kiran yang belum selesai.

"Kalo kamu pingin disini, kamu disini. Aku mau kok disini." Kay sudah memikirkan hal ini. Dia tak akan meninggalkan Kiran lagi meskipun kuliahnya harus dia korbankan.

"Aku bakalan ikutin kamu aja."

"Hm...Gimana kalo kita pergi ke luar kota atau ke luar negeri. Buat nenangin diri aja."

"Terserah kamu."

"Jangan gitu dong. Aku juga pingin ide kamu."

"Aku cuman ke tempat yang ada kamunya."

"Kamu sukanya udara panas atau dingin ya?"

"Aku ga suka dua-duanya."

"Ayo kita bikin rencana. Kita wujudin yang kamu mau."

"Aku cuman pingin istirahat."

"Iya sayang. Kita akan cari tempat supaya kamu bisa istirahat."

"Ayo ke Australia besok."

"Besok?ga bisa dong. Aku belum prepare sayang. Tunggu beberapa hari lagi ya.." Kay membuat Kiran menarik dirinya lebih dalam untuk berpelukan. Rasanya nyaman tidur seperti ini. Tidak butuh waktu lama Kiran tertidur. Dia sepertinya lelah dan sangat lelah. Kay menciumnya sebelum dia juga benar-benar ikut terlelap. Dirinya pun sama lelahnya dengan Kiran. Melamun, menangis telah menguras tenaganya selama berhari-hari. Biarlah kesedihan itu berakhir hari ini.

***

Kiran dengan tersenyum tampak menyusui anaknya yang begitu dengan lahapnya menghisap setiap air susu yang keluar dari sumbernya. Tangannya sesekali mengusap pelan kepala anaknya yang belum ditumbuhi oleh rambut. Wajahnya benar-benar menyerupai suaminya. Dia adalah potret Kay saat kecil. Jari-jari mungil itu kini berada digenggaman Kiran sementara anaknya itu menggenggam kuat tak ingin di lepas. Disisi lain Kiran menatap Kay yang tengah berdiri sambil menggendong si kembar Keyra yang begitu anteng melihat kearah jendela yang memperlihatkan pemandangan yang tak begitu terlihat jelas rupanya. Hanya pemandangan putih bercahaya yang ada disana tapi Keyra mampu tersenyum dan sesekali tertawa kecil meskipun tak dapat Kiran dengar suara bayi mungilnya itu. Kay terus menciumi pipi bayi kecilnya itu. Mungkin dia gemas. Entah ada angin apa tapi keempatnya hanya mengenakan pakaian serba putih. Kini Kay berjalan menghampirinya dan terlihat wajah Keyra semakin berseri.

"Liat nih kakak, kerjaannya minum telus.." Ledek Kay sambil memperlihat Keyza kearah Keyra yang mungkin tak mengerti apa-apa. Kiran hanya tersenyum dengan komentar Kay. Anak laki-lakinya itu memang tak henti menangis jika Kiran melepaskan dekapannya. Kay menyodorkan Keyra kearahnya dan anak itu mencium pipi ibunya dengan bibir mungil nan lembut. Kiran tersenyum dan membalas dengan ciuman kecil di pipinya juga. Mereka benar-benar menjadi keluarga yang bahagia. Kini Cahaya putih yang menjadi pemandangan tadi lama kelamaan mendekatinya, cahaya itu terus mendekat sampai Kiran merasa silau dan menutup matanya. Kiran tersadar. Tadi itu hanya mimpi. Mimpi yang terasa begitu nyata. Dia menggendong anaknya. Dia merasakan tangannya benar-benar melakukan itu. Kiran sedih kembali dalam pelukan Kay yang masih terlelap tidur.

"Kenapa?" Kay terbangun saat menyadari suara terisak Kiran. Dirinya tak tahu apa yang membuat Kiran menangis sepagi ini. Bukankah kemarin malam semuanya sudah baik-baik saja?.

"A..aku..aku mim..mimpi anak kita." Kiran masih bersembunyi dibalik dada suaminya. Dia menceritakan mimpi yang baru saja terjadi kepadanya. Dia ingat betul raut wajah anaknya. Saat tersenyum apalagi. Begitu manis dan menenangkan hatinya. Rasanya ciuman itu begitu nyata terasa dipipinya. Anaknya tadi baru saja memberikan salam perpisahan.

"Anak kita mau ngasih tahu, mereka udah bahagia sayang.." Kay dengan tersenyum walaupun tak dipungkiri dia juga sedih mendengarnya. Andai saja anak mereka ada mungkin mimpi itu hanya akan menjadi cerita yang menyenangkan.

"Hari ini kita ke makam yuk. Sejak keluar dari rumah sakit kamu belum pernah nengokin mereka. Mereka pasti lebih bahagia." Kay membuat Kiran mengangguk. Dia tak mendengar lagi penolakan atau ocehan apapun, sepertinya Kiran juga menginginkannya. Dia ingin melihat anak-anaknya.

" Ayo mandi.." Kay mengajak. Kiran terduduk dan menghapus air matanya. Kay membantunya berdiri dia takut masih ada rasa sakit dari operasi yang dijalani Kiran seminggu yang lalu. Kiran melangkah menuju kamar mandinya sementara Kay merapikan tempat tidurnya terlebih dulu sebelum menyusul Kiran. Saat dikamar mandi dia melihat Kiran tengah bertelanjang sambil memandangi dirinya sendiri di balik cermin yang memantulkan bayangannya. Istrinya itu sedang memandangi jahitan di perutnya.

"Aku pernah ngelahirin tapi aku ga pernah dapat anaknya." Ucap Kiran saat tahu keberadaan Kay disana.

"Jangan jadiin itu kenangan buruk. Kamu tahu, Daddy kehilangan jarinya karena dipotong orang jahat tapi Daddy ga pernah nunjukkin rasa sakitnya, rasa pedihnya dia cuman bilang 'Ini bentuk rasa cinta Daddy buat Kris dan buat keluarganya.' begitu pun kamu. Ini bukti kasih sayang kamu buat anak kita. Makasih sayang.." Kay berdiri tepat dibelakangnya lalu melingkarkan tangannya dibahu Kiran lalu menciumi pundaknya.

"Aku ga mau kamu tinggalin aku lagi."

"Iya, engga akan. Aku bakalan ada disamping kamu. Aku siapin airnya ya." Kay melepaskan pelukannya dan pergi menuju Bathtub.

***To Be Continue

Nächstes Kapitel