webnovel

Hadiah untuk daddy 2

"Apa ini?"

"Buka aja..." Jesica lalu memberikan sebuah kotak dan dengan segera Kenan membukanya. Tanpa butuh waktu lama mata Kenan langsung tertuju pada sebuah ponsel canggih keluaran terbaru yang Kenan inginkan sejak melihat iklannya di tv belakangan ini.

"Selama ini Mas udah sibuk bantuin aku sampe kemarin-kemarin Mas sempet ga enak badan juga padahal ga biasanya Mas gitu artinya Mas udah kecapean. Aku pingin Mas tahu waktu aja, Mas juga butuh istirahat, ga harus mikirin kita melulu. Makasih ya Mas, Mas udah jadi suami sama Ayah yang baik buat kita. Aku ga pernah ngasih apapun buat Mas selama ini..."

"Sayang..." Kenan membenarkan posisi duduknya agar menghadap Jesica.

"Mas ga ngarepin apapun kok dengan kamu bilang makasih aja Mas udah seneng belum bonus dikasih ciuman. Mas seneng sayang..."

"Aku tahu, nyenengin Mas itu emang ga susah. Aku nurut pake gaya apapun juga Mas udah senengkan?" Canda Jesica membuat Kenan tertawa.

"Sekali-sekali aku pingin ngasih hadiah yang berkesan dong buat Mas. Kemarin Mas bilang pingin ganti handphone tapi belum sempet aja karena ngurusin Kris, ngurusin kakak belum kepotong Dariel ulang tahunlah, jadi mumpung aku yang inget, aku yang beli."

"Makasih sayangku..." Kenan menarik dagu Jesica dan menciumnya sementara Jesica kini mengalungkan tangannya dan tak peduli jika selimut yang menutupi dadanya terjatuh, dia tetap beranjak naik ke pangkuan Kenan.

"Aku bersyukur punya Mas, Mas jangan berubah ya. Biasanya orang makin tua makin cuek, romantisnya udah ga ada sama pasangannya. Aku sengaja rencanain hari ini pake dandan ala-ala yang Mas mau supaya kita makin deket, ga berantem lagi kaya kemarin."

"Cuek?kamu kali. Kalo tidur pelukkinnya Kris mulu Mas engga." Protes Kenan membuat Jesica tersenyum.

"Mas ga mungkin berubah sayang, Setiap kali Mas kesel atau marah Mas pasti inget moment kamu ngelahirin Kris, Mas mana berani sama kamu.."

"Emang Mas kesel sama aku?"

"Kadang, Mas kesel kalo kamu seharian udah sibuk sampe ngobrol sama Mas aja engga tahu-tahu udah tidur aja, Ini suami kamu loh bukan patung."

"Iya-iya Maaf.."

"Kris udah gede suruh pindah aja kamarnya ya, Mas kadang ga enak kalo kita lagi gitu, takut dia bangun terus liat..."

"Iya, nanti kita coba pelan-pelan Mas. Mas...aku pingin makan ayam sama kulit usus gitu.."

"Sekarang?"

"Iya Mas, ada ga ya?"

"Ada tuh depan minimarket, kalo engga dijalan-jalan suka banyak ngejajar."

"Makan yuk Mas.."

"Ya udah bersih-bersih dulu sayang nanti Mas beliin."

"Aku pingin makannya disana."

"Kris?"

"Aku titipin aja sama Kay atau Jay, jam segini mereka pasti belum tidur.."

"Ya udah, ayo ke kamar mandi dulu." Kenan membuat Jesica beranjak dari pangkuannya dan segera membersihkan diri sebelum pergi mencari makan.

****

Suara ketukan terdengar membuat Ara membuka pintu kamarnya.

"Iya mom, kenapa?"

"Dibawah ada Dariel tuh.."

"Suruh pulang aja.."

"Udah dong kak marahnya, kasian tuh samperin sana.."

"Iya-iya.." Ara menutup pintunya sekarang dan berjalan ke arah Dariel. Terlihat dia sedang duduk menunggu Ara.

"Kenapa?" Ara dengan nada juteknya sambil duduk di sofa yang bersebrangan dengan Dariel.

"Ngobrolnya jauh banget sih." Dariel mendekati Ara dan duduk disampingnya.

"Maaf..aku kesini mau minta maaf."

"Hm..." Ara singkat lagi.

"Masih marah sama aku?" Pertanyaan Dariel dijawab diam oleh Ara.

"Sayang maaf, jangan marah gini dong.."

"Ya habis kamu nyebelin, aku kan cuman diskusi cari jalan yang paling baik Riel, kamu malah ngotot sendiri pingin gitu. Ini kan pernikahan kita bukan kamu aja, bukan aku aja.."

"Iya sayang, aku udah ngobrol sama Daddy kamu. Urusan yang kemarin udah selesai jadi marahnya selesai juga dong." Perkataan Dariel tak direspon lagi oleh Ara.

"Kemarin aku udah ketemu Daddy sama Pak Stefan kita bahas konsepnya, biayanya, termasuk tanggal yang kita mau. Emang ada sedikit perubahan di tanggalnya tapi selain itu semuanya oke."

"Kok aku ga diajak?"

"Kemarin awalnya cuman bahas soal biayanya aja terus Daddy sama bapak nanya mau gimana, mau kapan jadi aku jelasin aja."

"Ish...nyebelin.."

"Udah dong Ra, mau nikah masa marahan?kalo Daddy kamu liat kita kaya gini, dia mungkin bisa berubah pikiran.."

"Masa apa-apa harus ngobrol dulu sama Daddy, sama Bapak baru kamu nurut."

"Sama siapa aja aku nurut Ra, kalo orang yang aku ajak bicara bisa saling ngerti juga, aku pasti nurut kok."

"Ngerti?jadi maksud kamu aku ga ngerti waktu itu?"

"Aku salah ngomong Ra, aku minta maaf..."

"Oke, kamu pulang aja. Ngobrol sama aku ga ada gunanya kan aku ga ngerti." Ara segera berdiri dan beranjak darisana membuat Dariel mengejarnya.

"Ra..Ra..." Dariel mengikuti kemana Ara berjalan sampai tak sadar melewati Kenan dan Jesica yang sedang bermain dengan Kris.

"Permisi om, Tante..." Dariel menyapa sebelum menyusul Ara lagi.

"Tuh kan apa Mas bilang, kakak tuh masih kaya gitu yang, ga kebayang kalo dirumah mereka sendiri gimana."

"Kasih kepercayaan Mas, aku yakin Dariel bisa ngatasinnya. Dia yang milih kakak kok jadi istrinya ya..harusnya udah ngerti sama sikap kakak."

"Iya deh gimana mommy aja ya Kris.." Kenan memandang Kris lagi sementara diatas Dariel terus mengejar Ara.

"Ra..." Dariel menarik tangan Ara.

"Udah kamu pulang aja! Ga usah ngobrol lagi sama aku. Urusan pernikahan obrolin aja sama Daddy sama bapak, aku nurut aja."

"Udah-udah cukup, kamu ga biasanya marah gini." Dariel menarik lagi tangan Ara tak peduli jika Ara meronta untuk melepaskannya lalu dengan paksa Dariel memeluk calon istrinya itu.

"Maaf sayang, maaf....Aku salah ngomong tadi. Aku ga maksud gitu. Cuman kamu yang ngertiin aku."

"Lepasin!!" Ara mencoba pergi namun tenaganya jelas kalah jauh dengan Dariel.

"Kamu udah ga sayang ya sama aku? marah-marah terus."

"Kamu yang ga sayang sama aku, ngomong-ngomong gitu ke aku." Ara sudah tak lagi melawan namun nada bicaranya masih tinggi.

"Ya udah maaf, aku ga akan ngomong gitu lagi. Aku tuh calon suami kamu loh disayang-sayang kek jangan dimarahin terus."

"Disayang?orangnya aja nyebelin.."

"Kalo kita diskusi lagi soal pernikahan terus ada omongan aku yang kamu ga suka di rem dong, dikasih tahu gitu.."

"Aku udah coba kan kemarin, kamunya aja terus ngotot."

"Ya cium kek jadi aku berhenti ngomongnya." Canda Dariel.

"Huh...maunya kamu.."

"Udah jangan marah lagi ya, Kamu tahu ga? aku hari ini sampe tinggalin meeting aku ditengah-tengah karena mikirin kamu. mikirin gimana caranya supaya kamu ga marah.."

"Bohong..."

"Tanya aja Chandra.."

"Kamu anteng-anteng aja 3 hari cuekin aku di kantor."

"Ya habis gimana, samperin kamu pun kamunya masih marah. Udah dong... maaf..."

"Dasar ngeselin.." Ara sambil mengarahkan tangannya kearah pinggang Dariel untuk memeluknya.

"Gini kek dipeluk-peluk."

"Aku ga suka ya omongan kamu tadi."

"Iya, aku ga akan ngomong gitu lagi..." Dariel sambil mencium puncak kepala Ara.

****To be continue

Nächstes Kapitel