webnovel

Chapter 25 : Loving To Be In Your Side

Tok. Tok.

"Masuk."

Cklek..

Pintu ruangan terbuka, diikuti dengan gerakan tangan Kakashi yang menyembunyikan sebuah benda di laci mejanya seraya mengalihkan atensinya ke arah pintu yang terbuka, mendapati sosok yang ditunggunya telah datang.

"Permisi, apa tuan Hokage memanggil Saya?" Tanya sosok Sai yang sudah berdiri di depan pintu.

Kakashi tersenyum di balik maskernya, menopang dagunya menggunakan kedua tangan, " Ya, kemarilah Sai, ada yang perlu kubicarakan denganmu."

Sai yang berdiri di depan pintu lantas melangkah mendekat ke arah meja Kakashi, "Ada apa Tuan Hokage?" Tanya Sai setelah berdiri di depan meja Kakashi.

Kpak.. Kpak..

Tep..

Sebuah Elang pembawa pesan baru saja bertengker di jendela yang berada tepat di belakang Kakashi, membuat kedua sosok yang berada di ruangan itu menoleh ke arah jendela.

Kpak.. Kpak..

Elang kembali terbang setelah Kakashi mengambil gulungan yang tersemat di kaki burung itu, mulai membuka ikatan gulungan yang menampilkan untaian kata yang membentuk sebuah pesan dari muridnya, Haruno Sakura.

Kakashi-sensei.

Aku dan Naruto sudah memulai misi pengintaian dan seperti yang kau duga, ada yang salah dengan pemimpin desa ini.

Tidak banyak yang aku dan Naruto ketahui tentang Gengo, pria itu sangat menutup rapat informasi mengenai dirinya maupun desa yang dia pimpin dari orang luar.

Tapi kami pastikan, Gengo sedang merencanakan sesuatu yang besar, namun sampai saat ini belum ada sesuatu yang mencurigakan terjadi di sini, mungkin ada, namun hal itu tidak bisa menguatkan kecurigaan kita pada Gengo.

Yang kami bisa dapatkan hanyalah, disini orang orang tidak bisa keluar dari desa, apapun alasannya, dan Gengo sering mengadakan sebuah pertemuan di kastil yang sangat tertutup untuk orang luar, kami agak kesulitan mengorek informasi lebih dalam lagi.

Hanya saja, orang-orang bawahan Gengo sering sekali mengatakan hal yang berkaitan dengan 'Revolusi', entahlah, kami belum mengetahui maksudnya.

Bahkan untuk anbu yang kau kirim sebelumnya sama sekali tidak bisa mengorek informasi apapun yang berkaitan dengan 'Revolusi' Gengo itu.

Kami akan tetap melanjutkan misi, mungkin kami sebentar lagi dapat menemui titik terang terkait masalah ini, Naruto merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Gengo, terkait dengan perkataannya, Naruto seolah olah merasakan ada sesuatu yang membuat dia mempercayai perkataan Gengo tanpa menimbulkan kecurigaan sedikitpun.

Mungkin itu semacam genjutsu, kami belum tau pasti, saat ini kami sepertinya belum dicurigai, tapi lambat laun mungkin Gengo akan mengetahui maksud sebenarnya dari kedatangan kami ke sini.

Mungkin itu saja dariku, kami sepertinya tidak akan mengirim pesan dalam waktu dekat, kami takut Gengo akan curiga jika kami terus mengirim pesan.

"Hmm.." Kakashi memejamkan matanya, membuat Sai hanya bisa menatapnya dengan bingung.

"Surat dari Sakura, Rokudaime?" Sai merasa kali ini ingin sekali mempercayai instingnya.

Kakashi mengalihkan atensinya ke arah Sai, kedua matanya membentuk sabit, menandakan dia saat ini sedang tersenyum.

"Ya, tebakanmu boleh juga!" Kakashi bersuara dengan nada jenaka-nya.

"Kau mau membacanya?"

"Tidak, lagipula bukankah suratnya ditujukan secara pribadi untukmu?"

Kakashi diam untuk sementara, kembali duduk di kursi hokagenya.

"Bacalah." kali ini Kakashi terdengar serius dalam mengatakannya, tidak lagi menampakan sabit di kedua matanya.

Sai tidak bergeming, sedikit kaget dengan perubahan Kakashi yang tiba-tiba memasuki mode serius-nya.

Sai lantas mengalihkan atensinya ke arah gulungan yang diletakan di atas meja, mulai mendekat ke arah meja agar bisa membaca isi surat yang dimaksud oleh Kakashi tadi.

Sai memutar bola mata-nya dengan cepat, membaca kata demi kata yang tertulis di gulungan itu, mulai memahami isi surat dari Sakura.

"Kenapa kau menunjukkan ini padaku?" Sai sebenarnya agak bingung dengan maksud sosok di depannya itu, menunjukkan sebuah laporan misi padanya, dia kan tidak ikut dalam misi pengintaian Sakura dan Naruto.

"Hmm, ini berkaitan dengan hal yang ingin aku bicarakan denganmu." Kakashi tersenyum kembali, membuat Sai semakin bingung melihatnya.

"Apa kau ingin memberiku sebuah misi?" Tanya Sai memastikan, kiranya hanya itu yang terlintas di benaknya, Sai mencoba sekali lagi mempercayai instingnya.

"Ya! Kau benar sekali!" Ucap Kakashi sembari menyatukan kedua telapak tangannya, dan masih tersenyum.

"Biar ku tebak sekali lagi, misi-ku kali ini berkaitan dengan misi pengintaian yang dilakukan Naruto dan Sakura bukan?"

Sai mulai memahami arah pembicaraan dari lawan bicaranya itu, kali ini dia sudah tidak merasa bingung.

Kakashi hanya mengangguk antusias, dan entah kenapa senyum mata itu tidak pernah lepas dari wajahnya.

"Baiklah, bisa aku minta detailnya?"

Seketika itu ekspresi wajah Kakashi berubah, matanya sekarang mulai menatap tajam ke arah Sai, menunjukkan kembali bahwa Hokage ke enam itu mulai serius sekarang.

"Misi ini aku kategorikan misi kelas A, tugasmu adalah mencari tahu apa yang sebenarnya Gengo rencanakan, dan kali ini kau akan melakukannya sendiri." Nada bicara Kakashi tidak lagi terdengar jenaka, kali ini nadanya benar benar sangat serius.

"Lalu bagaimana dengan Naruto dan Sakura? bukankah secara tujuan, misiku sama dengan mereka?"

"Kau benar, tapi ada baiknya aku mengutus seseorang yang sangat ahli dalam misi khusus seperti ini, dan mungkin kau adalah orang yang dimaksud."

"Apa maksud anda?"

"Aku tahu kau adalah seorang mantan anbu root, aku juga dulu adalah seorang anbu, jadi aku percaya hanya kau yang bisa diandalkan dalam misi khusus seperti ini."

Sai terdiam sebentar, kadang dia masih berpikir apakah Kakashi ini mempercayainya sebagai rekan satu tim seperti Kakashi mempercayai Naruto atau hanya memanfaatkan Sai karena dia seorang mantan anggota anbu root.

"Selama misi ini, Naruto dan Sakura tetap akan menjalankan misi mereka, aku menugaskanmu sebagai back up plan, jika kalau Naruto dan Sakura mendapatkan jalan buntu dalam misi mereka kali ini."

'Back up plan?'

'Apakah sebenarnya aku benar benar anggota tim tujuh?'

'Apa Kakashi-sensei mempercayaiku? sama seperti dia mempercayai anggota tim tujuh yang lainnya'

"Sai?"

Sai masih terus fokus dalam pikirannya sendiri, ada gejolak batin di sana, ada suatu yang terasa menjanggal di hatinya, ingin sekali dia menanyakan apa yang ada di pikirannya kepada Hokage yang berada di depannya itu.

Namun entah dia urungkan niatnya itu, tidak mau terlalu memikirkan hal yang menurutnya tidak penting, ada misi yang lebih penting, bukankah seorang anbu selalu mengutamakan misinya? Tentu saja itulah hal yang membuat Sai mengurungkan niat untuk bertanya.

"Baiklah Tuan Hokage, aku akan melakukan misi ini." Sai mulai mendapatkan kesadarannya kembali, mengalihkan atensinya ke arah Kakashi yangs edang menatapnya dengan raut wajah kebingungan.

Kakashi kembali tersenyum, sebelum akhirnya kembali berkata,

"Kau bisa berangkat hari ini, lebih cepat lebih baik, dan jika kau butuh bantuan. Mintalah Naruto dan Sakura untuk membantumu, bilang jika aku yang mengirimmu kesana."

"Baiklah kalau begitu aku permisi."

Sai membalikkan badannya, membuka pintu yang tertutup lantas berjalan keluar, meninggalkan ruangan Hokage.

"Aku mengandalkanmu, Sai."

——————

"Oii Sai!"

Sai menghentikan langkahnya, tepat saat seseorang memanggilnya dari belakang, Sai sebenarnya berniat mengabaikan, tapi entah kenapa tubuhnya bergerak sendiri, tidak mematuhi keinginannya.

"Ada apa Shikamaru?" Sai menoleh, tersenyum melihat Shikamaru yang tengah berlari menghampirinya di lorong menara Hokage.

"Hei Sai, apa kau sibuk hari ini? Ino memintaku untuk mengajakmu makan di Yakinku Q, apa kau mau?"

Shikamaru menguap lebar, pertanda dirinya baru saja selesai melakukan hibernasinya, sepertinya Ino yang kali ini membangunkan pemuda malas itu.

Sai masih tersenyum, namun pikirannya tidaklah mencerminkam senyuman itu, ada rasa ingin menuruti kemauan Ino, tapi ada misi yang harus dia kerjakan sekarang, dan tentu Sai sudah tahu apa yang menjadi prioritasnya sekarang.

"Ah, aku baru saja mendapatkan misi dari Rokudaime, sepertinya aku tidak bisa Shikamaru, aku titip salam saja ya ke Ino!" Ucap Sai seraya berbalik, kembali berjalan meninggalkan menara Hokage.

"Ck, mendokusai"

———————

"Shikamaru! Disini!"

Shikamaru dengan malas mengalihkan atensinya ke arah Sosok Ino yang tengah melambai dari kejauhan, dilihatnya Ino saat ini sedang duduk bersama Chouji, menikmati daging Yakiniku di meja.

"Lho? Sai mana?" Ino terlihat menatap ke arah belakang Shikamaru, mencari-cari sosok yang harusnya datang bersama Shikamaru.

"Dia tidak ikut, ada misi katanya." Ucap Shikamaru sembari mengorek kupingnya, lantas duduk di sebelah Chouji yang tengah fokus melahap daging yang baru saja dia panggang.

Ino menunduk dengan lesu, sedikit kecewa Sai tidak datang, padahal Ino sangat berharap Sai mau mengikuti ajakannya itu.

"Wah baiklah kalau gitu, jadi jatah Sai untukku ya!" Chouji dengan cekatam mengambil sebuah piring yang di atasnya sudah terdapat banyak sekali daging, mulai melahapnya dengan rakus.

Saking mengharapkan kedatangan Sai, Ino sengaja memisahkan beberapa daging yang sudah di panggang untuk Sai, karena dia tahu, Chouji akan menghabiskan semua daging jika dia tidak melakukan hal itu.

"Yah, kenapa kau tidak memaksanya ikut Shikamaru? setidaknya ajaklah dia kesini sebentar." Ucap Ino sembari meletakkan beberapa dagknv dipanggangan.

"Ck, mendokusai, mana bisa aku melakukan hal itu? Sai sendiri yang bialng kalau itu misi langsung dari Rokudaime."

Shikamaru dengan malas ikut meletakkan beberapa daging di panggangan, kali ini lebih baik dia mengisi perutnya, dibanding mendengar keluh kesah dari Ino.

Benar benar merepotkan.

"Hmm, ngomong-ngomong soal misi khusus, bukankah hari ini delegasi dari desa sekutu akan datang ke Konoha?" Ino yang merasa teringat sesuatu, segera mengalihkan topik pembicaraan, tidak mau terlarut dalam kekecewan karena Sai yang tidak datang.

"Ya, kau benar, aku baru saja bertemu delegasi dari Desa Suna." Shikamaru berbicara seraya menyeruput teh Ocha-nya.

"Delegasi dari Suna? lalu yang lainnya kemana?" Chouji ikut bersuara, mulai tertarik dengan pembicaraan yang dilakukan Ino dan Shikamaru.

"Entahlah, aku baru saja dapat kabar Desa Kumo tidak akan mengirim delegasi mereka kali ini, sepertinya mereka sedang berhadapan dengan masalah yang serius." Shikamaru mulai menjelaskan dengan malas, sembari menopang wajah-nya dengan salah satu tangan-nya.

"Masalah yang serius?" Ino kali ini tertarik, mencoba mengorek informasi dari Shikamaru.

"Ya, Rokudaime bilang di Negara Petir, ada sebuah desa yang mencurigakan, entahlah Rokudaime bilang itu berkaitan dengan hal revolusi semacam itu, aku belum tahu pasti."

"Negara Petir? bukankah Naruto dan Sakura sekarang berada di sana?" Ino terlihat antusias, dirinya penasaran dengan bagaimana keadaan sahabat-nya itu, melihat mereka hampir empat bulan tidak pernah bertemu lagi.

"Ya begitulah, kudengar mereka sedang menjalani misi khusus di sana, entahlah akhir-akhir ini Rokudaime sering memberi misi khusus kepada mantan murid-nya." Shikamaru kembali menjelaskan, ya walaupun agak merepotkan, entah kenapa kalau menyangkut dengan Naruto, dirinya tidal pernah merasa bosan.

"Aku iri dengan Sakura, kisah cinta-nya benar-benar bak film romantis yang sering kutonton." Ino mulai tersenyum.

Terbayang kembali di ingatannya saat Sakura curhat kepada dirinya, bagaimana Sakura menceritakan perjalanan misi-nya saat di bulan, Ino tidak menyangka Naruto bisa seromantis itu, sungguh romantis.

"Mendokusai, tapi, aku turut senang Naruto akhirnya bisa mendapatkan cinta pertama-nya itu." Shikamaru ikut tersenyum, rasanya dia juga mulai merasakan Naruto yang mulai berubah, tentu dalam hal yang baik.

"Lalu bagaimana dengan Hinata? bukankah Hinata menyukai Naruto dari dulu?" Ucap Chouji sembari mengambil daging yang sebelumnya Ino letakkan.

"Entahlah aku lihat Hinata tidak terlalu bersedih akan hal itu, lagipula bukannya sudah ada si orang baru? siapa namanya? ah, Toneri!"

Terbayang di ingatan Ino sosok Toneri, perawakannya bisa dibilang tampan, mungkin Toneri lebih cocok dibandingkan Naruto untuk bersanding dengan Hinata, karena Ino menyadari Naruto hanya cocok disandingkan dengan sahabat pinky-nya itu.

"Aku masih belum terlalu percaya dengan orang itu, dia sudah hampir membunuh Naruto waktu itu." Terserat kekesalan dari tatapan mata Shikamaru, jangan salahkan, Shikamaru memang orang yang tidak akan percaya semudah itu dengan orang asing, apalagi orang itu pernah menjadi musuhnya.

"Hei hei biarkan otak-mu rileks Shikamaru, jangan curiga berlebihan seperti itu deh!" Ino mengayun ayunkan telapak tangan-nya, berusaha membuat suasana yang sempat tegang kembali mencair.

"Lagipula aku jadi penasaran, Sakura dan Naruto sedang apa ya disana? ck pasti mereka yang sangat menikmati waktu berdua, a-aah aku benar benar iri!"

Ino mendadak kesal, membayangkan Sakura yang sudah mengakhiri dilema cinta-nya, sementara Ino? Ino juga tidak tahu, ah Ino saat ini benar benar iri dengan sahabat-nya yang satu itu.

"Hmm, mungkin?"

-----------

"Hachi!"

Sakura baru saja bersin, digerakan telunjuk-nya pada pakal hidung yang terasa gatal, agaknya Sakura menjadi agak curiga.

'Apa ada yang membicarakanku ya?'

"Sakura-Chan, Kamu gak apa apa?" Naruto bertanya khawatir.

Sakura segera sadar, mengalihkan atensinya ke arah Naruto yang sedang memasang wajah khawatir.

"Aku gak apa-apa kok, mungkin ini karena udara dingin saja." Sakura tersenyum-agaknya detak jantungnya mulai tidak beraturan lagi-mencoba membuat Naruto agar tidak terlalu khawatir.

"Dingin ya?" Naruto memejamkan matanya sebentar, lalu mulai memegang jaket hitam yang menutupi tubuhnya.

Pluk.

"Eh?"

Jaket hitam itu sudah berpindah ke tubuh Sakura, mulai menghangatkan tubuhnya, yang sebenarnya tidak terasa dingin.

Sakura kaget, Naruto baru saja menutupi tubuh-nya dengan jaket hitam-nya, membuat detak jantung-nya semakin cepat, dan Sakura mulai merasakan wajah-nya yang mulai memanas.

"Dingin kan? apa ada yang salah?" tanya Naruto memastikan, takut perilakunya tadi adalah sebuah kesalahan.

Sakura membuang muka, tidak tahan dengan wajah-nya yang semakin memanas setelah Naruto melihat ke arahnya,"T-Tidak," Sanggah Sakura cepat.

"Makasih" Ucap Sakura dengan menundukkan kepalanya, menyembunyikan semburat merah yang tak kunjung hilang.

"Hmm, Baguslah!" Naruto tersenyum hangat kepada Sakura sembari melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Sakura tidak mengindahkan perkataan Naruto, fokus mata-nya saat ini tertuju kepada jaket Naruto yang seolah-olah memeluk dirinya, mulai merasakan nyaman, detak jantungnya sudah mulai normal, hanya menyisakan perasaan senang yang begitu kentara.

'Hangat dan nyaman'

Sakura terus tersenyum, tanpa mempedulikan Naruto yang sudah menghentikan kembali langkahnya tidak jauh dari tempat Sakura berada.

Menoleh dengan heran, mendapati Sakura masih tetap tidal bergeming dsri tempatnya berdiri, "Oii Sakura-Chan, sampai kapan kau mau diam seperti itu?" Ucap Naruto setengah berteriak.

Teriakan Naruto sontak membuat Sakura sadar, mengalihkan atensi-yang sejak tadi fokus pada jaket yang menyelimutinya-ke arah sosok yang menjadi sumber suara dari teriakan sebelumnya, mendapati Naruto tengah menatapnya dengan heran.

"Hei, tunggu aku Naruto!" Ucap Sakura seraya berlari kecil dengan memegang erat jaket hitam Naruto.

Blush.

Semburat merah kecil menghiasi kedua pipi Naruto, menyadari sosok Sakura yang begitu lucu di penglihatan-nya, entah jaket-nya yang terlalu besar atau memang tubuh Sakura yang kecil, Sungguh Sakura begitu menggemaskan sekarang.

"Naruto?" Sakura sudah berada di depan Naruto sekarang, kali ini giliran Sakura yang menatap dengan heran ke arah Naruto.

Naruto segera mengalihkan pandangannya, membuat kedua alis Sakura bertautan melihatnya.

Sakura hanya menghela nafasnya, mendapati Naruto sepertinya tidak mengindahkan perkataannya barusan, memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan Naruto yang masih tidak bergeming sedikitpun.

'Cantik'

Itulah yang sekarang ada di pikiran Naruto sekarang, tentu saja kata itu dimaksudkan untuk Sakura.

Naruto perlahan mengalihkan atensi-nya ke arah sosok Sakura yang tengah membelakanginya, fokus ke arah lambang yang tercetak di belakang jaket-nya.

'Lambang itu sangat cocok berada di punggungmu, Sakura-Chan.'

Naruto tersenyum, menggambarkan bayangkan masa depan impiannya, sosok Sakura dengan lambang Uzumaki yang tercetak di punggungnya.

Dengan begitu Naruto kembali melanjutkan langkahnya, menyusul Sakura yang sudah lebih dulu berjalan di depannya.

------------

"Sakura-Chan."

"Hmm?"

"Entah kenapa, ini terasa aneh bagiku." Ucap Naruto  melanjutkan perkataannya.

Saat ini keduanya tengah berjalan di sisi bantaran sungai, menikmati langit sore yang tampak sendu sekaligus indah disaat yang bersamaan.

"Sasuke jauh dari desa, namun dia masih melindungi desa kita dari kejauhan." Ucap Naruto sembari menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala.

"Kau benar, sepertinya Sasuke memang sudah berubah sekarang." Sakura tersenyum, menyadari  anggota ketiga tim tujuh akhirnya kembali ke jalur yang benar sekarang.

"Hmm, dia hebat sekali, rasanya aku juga ingin seperti itu." Naruto cemberut, sedikit berkeinginan agar dirinya juga bisa melakukan hal yang sama, sama seperti yang Sasuke lakukan.

"Ck, kau ini, lalu yang sekarang kita lakukan bukannya hal yang sama?" Sakura tertawa kecil, melihat Naruto yang sepertinya tidak menyadari sesuatu.

"Hmm?" Naruto menaikkan salah satu alisnya, memejamkan mata sebentar, mencoba memikirkan maksud Sakura tadi.

"Ah iya!, bagaimana aku tidak bisa menyadarinya ya? Bodohnya aku." Naruto mengelengkan kepalanya sebentar sambil tersenyum, merasakan dirinya yang begitu bodoh.

"Sejak kapan kau pintar?" Sakura memasang senyum mengejek.

"Hei!" Sahut Naruto tidak terima, Naruto tidak perlu diingatkan dengan hal semacam itu.

"Hei sepertinya kau terlihat senang sekali." Naruto kembali berbicara, mendapati Sakura sekarang tengah tersenyum, tidak lagi memasang senyum mengejek.

"Bagaimana tidak, karena dirimu akhirnya tim tujuh bisa berkumpul lagi seperti sekarang, ya walaupun jarak tetap memisahkan kita." Sakura masih tersenyum, menyadari perjuangan Naruto akhirnya memiliki ending yang bahagia.

"Hei bukan aku saja, kau, Kakashi-Sensei, semuanya juga, kita sama-sama berjuang bukan?"  Naruto tersenyum kepada Sakura, mencoba mengingatkan Sakura bahwa dirinya tidak berjuang sendiri.

"Dasar kau ini." Sakura tersenyum, pujian Naruto benar benar membuatnya senang.

"Ngomong-ngomong soal tim tujuh, bagaimana keadaan Kakashi-Sensei dan Sai ya?" Naruto mulai mengingat kedua sosok yang berada di tim tujuh selain dirinya, Sakura dan tentu saja Sasuke.

"Entahlah, sepertinya Sai sekarang mulai dekat dengan Ino."

Sakura kembali mengingat kejadian saat dirinya curhat kepada Ino, di sana Ino terus saja membicarakan buku buku yang Sai baca, mungkin sahabatnya itu juga mulai dekat dengan orang lain, tidak lagi mengejar Sasuke, sama seperti dirinya.

"Eh?! Sejak kapan mereka dekat, aku baru tahu!" Sahut Naruto yang sedikit kaget mendengar perkataan Sakura.

"Hei aku sekarang sedang tidak mood untuk bergosip ya!" Sahut Sakura, merasakan Keingintahuan Naruto yang tercetak begitu jelas di wajah si pemuda.

"Aku kan hanya ingin tahu." Sungut Naruto, kesal tidak mendapatkan jawaban dari Sakura.

Sementara Sakura kembali tertawa kecil, Naruto benar benar gampang sekali merajuk.

"Ne Naruto, apa menurutmu Sai orang yang baik?" Tanya Sakura yang sudah menghentikan tawa kecilnya.

"Hmm, memangnya kenapa?" Naruto mulai menatap bingung ke arah Sakura.

"Tidak, hanya saja aku ingin memastikan Ino memilih orang yang tepat untuk dirinya."

"Hmm, menurutku Sai orang yang baik, dia sudah berubah, hanya saja mungkin Sai sedikit kesulitan dalam hal berekspresi." Jawab Naruto sambil memejamkan kedua matanya.

"Menurutmu bagaimana, Sakura-Chan?" Tanya Naruto sembari mengalihkan pandangannya ke arah Sakura.

"Aku juga berpikir seperti itu, sepertinya Ino memilih orang yang tepat ya." Jawab Sakura sembari melihat ke arah langit sore.

"Ya sepertinya." Jawab Naruto setuju dengan pemikiran Sakura.

Hening.

Baik Naruto dan Sakura tidak lagi berbicara, mereka sama-sama menikmati suasana sore yang begitu menenangkan hati, melihat kearah beberapa anak kecil yang tengah bermain kejar-kejaran di taman, sungguh suasana yang sangat ingin Naruto rasakan, ingin rasanya memutar balikkan waktu untuk sekedar menikmati masa kecil seperti itu, namun apa daya dirinya waktu itu tidak memiliki teman sama sekali.

Sakura yang sedari tadi melihat ke arah taman, mulai mengalihkan atensinya ke arah Naruto yang sedang berjalan di sampingnya, mendapati tatapan sendu Naruto yang diarahkan ke arah beberapa anak kecil yang tengah bermain di sana.

Seketika itu hati Sakura begitu sakit, menyadari Masa kecil Naruto yang begitu kelam, ingin rasanya memutar balikkan waktu, sekedar ingin mengajak Naruto bermain bersamanya, Sakura hanya ingin membuat kenangan berharga bersama Naruto, ya hanya dengan Naruto seorang.

"Maafkan aku ya Naruto." Sakura berbicara, menundukkan kepalanya, masih merasakan kesedihan dari pandangan Naruto sebelumnya.

"Untuk apa?" Naruto kali ini benar benar tidak mengerti, Sakura yang secara tiba-tiba meminta maaf membuat kedua alisnya bertautan.

"Aku tidak pernah ada di sisimu waktu itu, aku tidak bisa membayangkan betapa menderitanya dirimu waktu kecil." Sakura kembali menunduk, agaknya saat ini dirinya tidak berani menatap langsung Naruto.

Mata Naruto membulat, tidak percaya Sakura bisa menebak perasaan hatinya, gadis yang satu ini benar benar bisa memikat hati Naruto dengan mudah.

"Tak apa, itu juga bukan salahmu Sakura-Chan, mungkin memang masa kecilku sudah ditakdirkan seperti itu." Naruto tersenyum, kata kata yang dilontarkannya begitu lembut dan tulus.

Sakura terdiam sejenak, merinding mendengar perkataan Naruto, Menyadari takdir yang begitu kejam harus dilalui Naruto, sungguh Sakura tidak habis pikir, sosok sebaik Naruto tidak seharusnya mendapatkan takdir seperti itu.

"Tidak, takdir bisa dirubahkan? Ya setidaknya, tapi adakah yang kau inginkan sekarang? Sungguh aku tidak bisa membayangkan betapa menderitanya dirimu saat itu."

Sakura kembali menunduk setelah melontarkan kata kata tersebut dengan keras di depan wajah Naruto, merasa ada benarnya, dia tidak bisa merubah kenangan masa lalu yang buruk bagi Naruto.

Tanpa diduga, Naruto tersenyum, menatap kearah Sakura yang tengah menunduk.

"Mungkin ada." Jawab Naruto dengan nada enteng.

Sakura mengangkat wajahnya, menatap lekat lekat wajah Naruto, berharap Naruto mengatakan keinginannya sekarang.

"Bolehkah aku menggegam tanganmu?" Tatapan Naruto begitu hangat, begitu pula dengan nada bicaranya yang melembut.

Angin sore mulai mengibaskan rambut Sakura, menampakan dnegan jelas sosok Sakura yang terkejut, menyadari keinginan Naruto begitu sederhana, namun dari nada bicaranya terdengar begitu dalam, seperti sesuatu yang benar benar Naruto inginkan sekarang.

"Kalau tidak mau, tak apa-" perkataan Naruto tercekat, setelah Sakura-yang bersemu merah-mengulurkan tangannya dari balik jaket Naruto.

Naruto tersenyum, menggenggam dengan erat tangan Sakura, mulai kembali berjalan, kali ini dengan menyamakan langkah keduanya, membiarkan rasa hangat menemani mereka berdua, diikuti dengan detak jantung yang semakin cepat.

'Aku mencintaimu, Sakura-Chan.'

To Be Continued.

Nächstes Kapitel