webnovel

18 BABAK FINAL

Anthony tertawa. Ia bukan pemuda bodoh. Dari gaya dan cara bicaranya saja, Anthony sudah tahu apa yang diinginkan oleh Anastasia darinya. Sebuah hubungan spesial. Sebagai pacar. Kekasih. Atau apapun namanya itu.

Anastasia mulai melancarkan serangannya sedikit dengan lebih agresif. Ia lalu memegang salah satu tangan Anthony dan memandang pemuda tersebut dengan tatapan memohon.

"Boleh ya? Pleasee…"

Anthony menarik tangannya dengan lembut dari dalam genggaman tangan Anas dan tersenyum.

"I'm sorry, Nas. Tapi aku sudah menyukai orang lain…."

Raut wajah Anas menggelap seketika. "Audy?"

Anthony hanya tersenyum sekali lagi sambil berkata," Kau sudah tahu jawabannya."

"Bye. Aku pulang dulu ya?" pamit Anthony langsung tanpa memperhatikan raut muka Anas yang semakin jelek di belakangnya. Anas mendengus kesal sambil menghentakkan kakinya. Ia belum pernah ditolak dan dipermalukan seperti ini sebelumnya!!!

Anthony!!! SHIT!!!!

Ia akan mengingat hari ini baik-baik!!

.............

Keesokkan paginya….

Audy membuka matanya dengan rasa ngilu di seluruh tubuhnya. Ia lalu bangun dari tempat tidur perlahan dan mengecek luka-luka lebam yang dideritanya kemarin. Berkat obat salep dan obat minum yang ditelannya kemarin, kini luka-luka tersebut sudah tidak terlalu memar dan bengkak seperti sebelumnya. Hufftttt… Audy menghembuskan nafas lega. Sekarang, sudah waktunya ia pulang ke rumah.

Tak lama, hidungnya mencium wangi telur goreng dan daging bakar. Perutnya langsung bergemuruh kencang. AHH…. SIALANNNNNNNNN!!!!

Ia ingat kalau ia belum makan malam kemarin. Pantas saja perutnya protes berat pagi ini. Audy lalu membuka pintu kamarnya dan menemukan kalau Anthony sedang memasak sarapan untuk mereka berdua. Tubuhnya yang jangkung dibalut kaus longgar rumahan tapi tetap saja hal itu tidak mengurangi wajah gantengnya sama sekali. Ia malah tampak lebih mempesona lagi di mata Audy. Ia tampan, badannya lebih tinggi dari dirinya, bisa bela diri, jago graffiti, dan lebih lagi…bisa MASAK!!! Audy teringat saat dimana mereka berdua memasak masak siang bersama sebelumnya. Jantungnya langsung berdebar-debar lagi tanpa dikomando.

"Sudah bangun? Sini! Aku sudah masak sarapan buat kita berdua. Seberes ini, aku antar kamu pulang…"

Audy mendekat ke arah meja makan dan duduk dengan patuh sementara Anthony memberikan piring berisi sarapannya ke hadapannya. Ada sandwich tuna dengan telur mata sapi dan sedikit salad sayur di piring mereka masing-masing.

"Terima kasih.." kata Audy singkat sebelum ia mulai menyantap sarapannya.

"Aku tak tahu kalau kamu bisa bela diri juga…" kata Audy lagi dengan tatapan datar.

"Aku juga tak tahu kalau kau ternyata suka menyamar sebagai laki-laki…" balas Anthony jahil.

"Bagaimana dengan luka-lukamu?" tanya Anthony lagi.

"Sudah baikan. Thanks…."

"Ok, no problem. Kamu sering bertarung di sana?" tanya Anthony lagi dan langsung dijawab dengan sebuah anggukan kepala dari Audy.

"Ya. Dan selalu menang. Baru sekali ini aja aku kalah dari kamu…"

"Kenapa? Kenapa kamu harus bertarung di sana, Dy? Biar kutebak, itu pasti pertarungan illegal bukan?"

"YA IYALAH!!!! MANA MUNGKIN BOLEH ADA PERTARUNGAN ALA GLADIATOR BEGITU DI SEKOLAH??" jawab Audy sengit. Ia benar-benar ingin menjitak kepala bocah kaya di hadapannya ini sekarang juga!!

"Ok, biar kujelaskan ya? Pertama, aku itu murid beasiswa jadi ada beberapa persyaratan yang harus kupenuhi sehingga beasiswaku tidak dicabut. Termasuk soal standar nilai dan sikap. Kedua, bela diri adalah salah satu hobiku jadi ya, supaya hobiku ini bisa tetap jalan dan aku tidak ketahuan, aku harus menyamar sebagai laki-laki. Ketiga, aku butuh uangnya. Uang dari hasil pertarungan ilegal itu nilainya cukup besar jadi aku bisa menabung untukku sendiri dan kadang-kadang membantu uang dapur ibuku. Sudah cukup jelas???"

Audy menjelaskan semuanya dengan sangat cepat dalam Bahasa Indonesia sehingga Anthony hanya dapat menangkap arti setengah dari ucapannya.

"Beasiswa? Hobi? Bela diri? Uang? Bantu orangtua?" tanya Anthony sambil mengkonfirmasi berita yang baru saja didengarnya dengan terpatah-patah.

Audy sendiri tidak banyak bicara lagi setelahnya dan cepat-cepat menghabiskan sarapannya untuk segera pulang ke rumah. Melihat tingkah Audy, Anthony cepat-cepat bangkit dari kursinya dan menahan gadis itu sebelum ia kabur lagi.

((DON'T GO, DY!! PLEASEEE…))

Suara hati Anthony terdengar jelas oleh Audy dan ia menghentikan langkahnya. Anthony keburu sampai di depannya dan memegang kedua bahunya. "Dy, promise me one thing. Don't ever go back to that arena…ok?? Please? It's dangerous for you…"

( Dy, kau harus berjanji satu hal padaku. Jangan pernah kembali ke arena lagi ya? Tolong? Itu sangat berbahaya bagimu..)

Audy melengos. Tapi langkahnya tertahan lagi oleh Anthony. "I have beaten you once so this is my term as a winner."

(Aku sudah mengalahkanmu sekali ini jadi ini adalah permintaanku sebagai seorang pemenang..)

"If I win this graffiti competition, I promise that I will not go back to that arena, T…" jawab Audy serius.

(Jika aku memenangkan perlombaan graffiti ini, aku janji bahwa aku tidak akan kembali ke area itu lagi, T..)

"One more thing, Dy…" (Satu lagi, Dy…)

Mata mereka berdua saling bertatapan sekarang. Sangat intens.

"Be my girlfriend, Dy. Will you??" ( Jadi pacarku ya, Dy? Maukah?)

WHATTT??? Audy tersentak saat mendengar permintaan konyol tersebut.

Ia langsung teringat pada mimpinya kemarin malam dan semua ucapan yang dikatakan oleh Azalel sewaktu di café dulu. Lalu, permintaan Anas, lalu perasaan Adrian yang tak sengaja didengarnya. Semuanya mulai berputar-putar di dalam kepalanya. Membuat raut muka Audy menjadi rumit dan tak terbaca. Ia juga merasa kalau kemampuannya dalam mendengar suara hati serta perasaan orang-orang di sekitarnya meningkat semakin tajam.

"Sorry, T. I can't …" ( Maaf, T. Aku ga bisa…)

"Kenapa, Dy?" tanya Anthony tak rela.

"Gue perempuan aneh, T. Gue bisa denger hal-hal yang ga biasanya lo denger. Suara hati atau apapun lah. Gue bisa tahu kalau orang itu bohong sama gue atau ngga. Gue bakal tahu kalau perasaan orang lain ke gue itu tulus atau ngga. Dan, ada kemungkinan gue akan ninggalin kamu gara-gara kemampuan aneh gue ini.." kata Audy serba salah.

Anthony menarik tangan gadis tersebut dan menaruhnya di dada kanannya.

"Kalo begitu… tolong kau nilai sendiri apa perasaan aku ke kamu tulus atau ngga…"

"Mak…sud…"

Audy belum selesai bicara ketika tiba-tiba serangkaian peristiwa muncul seperti rol film di dalam kepalanya. Peristiwa dimana Anthony dibully habis-habisan saat ia bersekolah asrama dulu sehingga memaksanya untuk latihan bela diri secara otodidak demi melindungi dirinya sendiri. Rasa dukanya yang menyayat akibat kematian ibunya yang mendadak. Sewaktu banyak gadis mendekatinya karena silau pada harta ayahnya. Ruang-ruang sepi di rumahnya saat ia berada di Manchester dulu karena ayahnya terlalu sibuk bekerja. Rasa jijik pemuda tersebut pada ibu baru dan saudari tirinya yang berusia kurang lebih sebaya dengannya dan bagaimana saudari tirinya selalu menggodanya terang-terangan. Lalu kenangan di mana Anthony pindah ke Indonesia dan bertemu dengan Audy untuk pertama kalinya. Perasaan nyaman yang dirasakannya dengan Audy saat gadis itu menerimanya dengan tulus tanpa ada embel-embel status keluarga yang dimilikinya. Dan bagaimana perasaan suka Anthony kepadanya bertumbuh subur seiring dengan waktu…

Air mata mulai mengalir deras di kedua pipi Audy ketika ia merasakan semua lintasan duka dan emosi pemuda tersebut.

"Astaga, T… ibu kandungmu…. lalu ibu tirimu… dan saudara tirimu…. kemudian ayahmu…"

"Yes, I lied to you. Ayahku berselingkuh dengan sekretarisnya yang sekarang menjadi ibu tiriku. Dan ibuku tidak meninggal karena sakit meningitis…"

"Ia depresi berat dan meninggal tak lama kemudian… setelah mengetahui perselingkuhan ayahku…"

Anthony menangis saat mengatakan semua ceritanya tersebut. Audy lalu memeluk pemuda tersebut di dalam dekapannya untuk menenangkan batinnya yang porak poranda.

"Kau akan bisa mengetahui apakah manusia tersebut jujur atau tidak. Apakah ia jahat atau tidak. Kau akan bisa menilai kedalaman hati semua manusia yang ada di sekitarmu…"

"Astaga, T. I'm so sorry… Your past… They're so sad…"

(Astaga, T. Maafkan aku. Masa lalumu… sangat menyedihkan..)

"And as long I'm with you, I'm so happy and content, Dy. You don't have to answer my feeling now. It's ok…take your time…"

(Dan selama aku bersamamu, aku merasa sangat bahagia dan penuh, Dy. Kau tidak usah menjawab perasaanku sekarang. Tidak apa-apa… pikir-pikir saja dulu..)

"Just give me your answer when you're ready for it…"

(Kau hanya perlu menjawab kalau kau sudah siap untuk itu…)

Audy mengangguk. Matanya masih memerah karena air mata. Anthony sangat jujur padanya. Ia sama sekali tidak berbohong padanya. Salah satu poin yang perlu dipertimbangkan oleh Audy sebelum ia memberikan jawaban atas permintaan pemuda itu kepadanya.

Tepat pada saat itu, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel mereka berdua. Dari Bu Julia.

"Selamat!! Kalian berdua masuk ke babak final!!"

.

Kejujuran adalah harga yang mahal untukku…

Membuka diri berarti membuka diriku seutuhnya padamu dengan semua aibku…

Tapi denganmu, aku merasa sangat bahagia..

Kau menghapus semua rasa sakitku… entah bagaimana…

Hanya satu yang kuminta…

Jadilah milikku..

Berada di sisiku….

Selamanya….

Nächstes Kapitel