webnovel

Tergantung arah angin

"Hatiku sakit sekali William..."

"Maka lupakanlah dia."

Tanpa belas kasih, tanpa sedikitpun keraguan yang terdengar dari suara William. Pria itu mengatakan hal yang membuat hati Rose semakin terluka.

"Aku membencimu."

"Aku tahu..."

"Aku sangat-sangat membencimu..."

"Iya, iya aku tahu itu."

"Selain berhati dingin, kamu juga tidak berperasaan. Bagaimana bisa kamu masih sempat bercanda disaat hatiku hancur?" Oceh Rose kesal.

"Aku tidak bercanda, kamu sudah mengatakan jika kamu membenciku di hari kedua kita bertemu lalu mengatakannya lagi tepat dimalam pernikahan kita. jadi aku sudah sangat tahu jika kamu membenciku." Jawab William dengan enteng. Ini semua lebih baik dari pada mendengar Rose menangis, William lebih senang mendengar Rose memarahinya seperti saat ini.

Sementara air mata Rose seketika menghilang entah kemana, kesedihannya berganti dengan kekesalan sehingga ia memiliki kekuatan untuk mendorong tubuh William dan menjauh darinya.

"Jangan memelukku, aku membencinya." Protes Rose seraya menyeka sisa air matanya tapi kemudian William kembali menariknya kedalam pelukannya.

"Tapi aku menyukainya, tubuhmu sangat nyaman untuk di peluk." Sahut William tidak perduli, ia bahkan sengaja mengeratkan pelukannya.

"Lepaskan aku, bajuku basah, aku harus mengganti pakaianku William!" Ronta Rose memekik kesal.

"Aku bisa membantumu melepaskannya." Jawab William, tangannya bahkan bergerak membuka ritsleting gaun Rose jika Rose tidak cepat-cepat mendorong tubuh William.

"Dasar mesum! Cepat ambilkan gaun yang lain. Kamu sengaja bukan menyembunyikan semua gaun-gaun ku?" Perintah Rose, tidak luput ia juga menuduh William tanpa segan.

"Benar! Aku suka sekali melihat istriku memakai gaun tidur yang indah seperti gaun hitam semalam." Jawab William berbohong, karena jika saja ia mengetahui semalam Rose mengenakan gaun tidur yang sangat minim maka sudah dapat dipastikan ia tidak akan dapat tidur dengan nyenyak.

Rose semakin kesal mendengar jawaban William, tanpa sungkan ia menendang tulang kering William tapi ia melupakan fakta jika kakinya tengah sakit sehingga membuatnya meringis setelah menendang William.

"Lihatlah, itulah alasannya kamu tidak boleh bersikap kasar kepada suamimu." Ucap William menggoda tapi meskipun begitu, ia tetap berjongkok untuk melihat kondisi kaki Rose.

"Jangan sok perhatian." Cibir Rose.

"Ayolah Rosie ku sayang, siapa yang menggendongmu seharian ketika kakimu terkilir?" Goda William membuat Rose tidak dapat menyahut untuk menangguhkan ucapan William.

"Sudahlah..." Rose segera menarik kakinya yang hampir disentuh oleh William sebelum berjalan dengan sedikit pincang menuju tempat tidur tapi kemudian Rose merasakan jika tubuhnya terangkat. William menggendongnya dengan mudah seolah ia hanya kapas yang ringan lalu mendudukkannya tepat di tepi tempat tidur.

"Kamu tidak boleh mengabaikan kesehatanmu." Ucap William dengan lembut.

Selalu saja, setiap kali William menunjukkan sisi lembutnya ada perasaan aneh yang seperti menjalar keseluruh tubuhnya yang tidak dapat Rose pahami tapi yang pasti Rose tidak dapat berhenti menatap kedua bola mata William yang menatapnya hangat.

"Tunggulah, aku akan mengambil gaunmu serta air hangat untuk mengompres kakimu." Ucap William lagi sebelum beranjak bangun dan meninggalkan Rose sendirian.

Oh Tuhan, mengapa William memiliki dua sikap yang sangat kontras, Rose sungguh tidak dapat memahaminya. Pria itu dapat membuatnya membencinya setengah mati lalu kemudian bersikap lembut dan perhatian sehingga membuatnya tersentuh.

Tidak lama kemudian William kembali memasuki kamar dengan membawa apa yang telah ia janjikan, sebuah pakaian hangat karena badai telah tiba dan juga sebuah baskom berisi air hangat serta handuk kecil.

"Badai telah datang maka cuacanya akan semakin dingin, pakailah baju hangat ini kecuali kamu ingin aku menghangatkan tubuhmu." Ucap William seraya memberikan baju yang terbuat dari benang wol berwarna putih kepada Rose.

Rose menerimanya sambil menyipitkan matanya dengan sinis, bukan tanpa alasan, melainkan karena kalimat terakhir yang William katakan tentang 'menghangatkan tubuhmu'.

Benar bukan jika William tidak akan pernah bisa lepas dari pikiran mesumnya itu.

"Apa yang kamu pikirkan? Kamu ingin aku menghangatkan mu?" Tanya William seraya bergerak mendekatkan wajahnya.

"Aku masih waras!" Jawab Rose dengan tegas, tanpa membuang waktu, ia dengan cepat beranjak turun dari tempat tidur dan berjalan membawa baju yang William berikan untuknya menuju kamar mandi masih dengan kaki yang terpincang-pincang.

"Kamu mau kemana?" Tanya William.

"Tentu saja untuk mengganti pakaianku. Jangan berpikir akau akan mengganti pakaianku dihadapanmu!" Jawab Rose ketus.

"Ide yang bagus. Aku sama sekali tidak keberatan jika kamu mengganti pakaianmu dihadapanku. Mataku tidak akan berdosa melihat tubuh istriku sendiri."

"Jangan bermimpi!" Kalimat yang dilontarkan Rose adalah kalimat pengantar sebelum pintu kamar mandi tertutup dengan sangat kencang.

"Sepertinya aku harus mendesain kamar mandi rumah kita tanpa pintu." Teriak William menggoda.

"Jangan coba-coba berani menyentuh rumahku!" Ancam Rose yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar mandi sebelum kembali menutup pintu kamar mandi rapat-rapat.

William hanya dapat tertawa pelan, ia sangat gemas melihat wajah Rose yang kesal sendiri.

Selesai mengganti pakaiannya, Rose segera berjalan kembali menunju tempat tidur.

Kakinya terasa sangat sakit sehingga ia ingin cepat-cepat mengistirahatkan kakinya.

Dan baju hangat ini, memang terbuat dari benang wol yang lembut dan juga hangat tapi juga membuat lekuk tubuhnya terlihat membentuk seperti jam pasir dan bagian dadanya rendah sehingga Rose dengan cepat menutupi dadanya dengan bantal terlebih dengan cara William memandangnya saat ini, Rose sudah dapat menebak apa yang ada di pikirn mesum suaminya itu.

Namun siapa yang menduga, William malah meraih sebuah syal dari dalam lemari pakaiannya lalu menyingkirkan bantal yang di peluk oleh Rose untuk menutupi dadanya dan menggantikannya dengan syal tebal berwarna coklat.

"Sepertinya ibuku benar-benar mengharapkan seorang cucu. Dia membeli pakaian yang terlalu terbuka ya walaupun aku senang melihatnya tapi di mansion ini kita tidak hanya berdua." Ucap William sambil mulai mengompres pergelangan kaki Rose dengan handuk hangat.

Rose tidak tahu jika Jane ternyata yang menyiapkan semua pakaiannya, mungkin itu juga alasan mengapa hanya ada gaun tidur yang terbuka di dalam lemari pakaiannya tapi meskipun ia menyesal karena telah menuduh William dibalik semua 'pakaian terbukanya' tetap saja William senang melihatnya dan kalimat William kembali mengingatkannya tentang keberadaan Rayhan yang menanggung sakit hati di mansion ini, membuat Rose kembali merasa bersedih.

Melihat raut wajah Rose yang kembali menggelap, William kini menyesal karena menyinggung tentang keberadaan Rayhan.

"Sepertinya kondisi kakimu cukup serius, kamu harus mengobatinya dengan benar, bagaimanapun kamu adalah seorang penyanyi yang terkadang harus menari, jika kamu terus memaksakan kakimu maka bukan tidak mungkin jika kakimu tidak akan pernah bisa sembuh." Ucap William mengalihkan pembicaraan.

William benar, ini sudah yang kesekian kalinya dan kali ini kakinya tidak sembuh dengan cepat bahkan ketika konsernya berlangsung ia nyaris kehilangan keseimbangan tubuhnya berkali-kali karena kakinya terasa sangat sakit.

"Bagaimanapun perasaanmu saat ini, walaupun hatimu sedang tidak baik-baik saja tapi kesehatan bukanlah hal yang boleh kamu abaikan dengan alasan apapun." Nasehat William.

William dia bisa bersikap dingin, menyebalkan, hangat dan bijak sana dalam satu waktu, bagaimana bisa ada pria sepertinya?

"Aku selalu penasaran bagaimana wajah aslimu sebenarnya?" Tanya Rose

"Wajah asliku? Apa aku terlihat seperti orang yang melakukan operasi plastik? Aku tahu aku tampan tapi Tuhan memberikannya secara alami." Jawab William, walaupun William tahu arti dari pertanyaan Rose tapi ia memilih menjawabnya seperti pria naif.

"Bukan wajahmu, tapi dirimu."

"Diriku? tapi kamu mengatakan bagaimana wajah asliku bukan? Ya seperti inilah wajah asliku. Aku tampan alami."

"Oh Tuhan maksud ku sifat aslimu."

"Sifatku? Sifatku tergantung arah angin."

"Oh aku harap angin membawamu pergi jauh dariku." Ucap Rose geram yang akhirnya menyerah karena William memutar kalimatnya.

"Tidak bisa sayang, kita sudah terikat benang merah, jika aku tertiup angin maka kamu akan terbawa bersamaku."

"Itulah mengapa kita berjodoh." Lanjut William tersenyum.

....

Nächstes Kapitel